(2)Memahami Kembali Makna Hadits Khair an-Nas Anfa’uhum li an-Nas

Oleh: Chanif Ainun Naim

Implikasi dari pemaknaan kedua ini adalah ketika kita mampu Iebih memberikan manfaat bagi diri kita pun sebenarnya kita telah mengamalkan hadits tersebut. Jadi, jika kita hanya mampu bermanfaat bagi diri kita sendiri, dan memang kita tidak atau belum memiliki kapasitas untuk bisa bermanfaat bagi banyak orang, sesungguhnya kita tidak perlu merasa rendah diri. Sebab, sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu memberikan manfaat, baik kepada dirinya sendiri, Lebih-lebih pada khalayak umum. Toh, ada maqalah yang menyebutkan:

قم حيث أقامك الله

“Berdirilah di manapun, kapanpun, pada siapapun Allah menempatkan dirimu.” 

Pemaknaan seperti ini terkadang dilakukan dengan menghadirkan makna kata yang sebelumnya belum hadir. Dalam menafsirkan teks bahasa Arab, untuk tetap berhati-hati, kita tidak boleh menganggap bahwa sebuah teks adalah bejana kosong yang maknanya ditentukan oleh pembaca. 

Berbeda dengan teks yang profan seperti halnya metode penafsiran hermeneutik kontemporer. Sebab, manhaj ulama kita menyepakati bahwa teks itu mengandung maknanya sendiri. Seperti yang disebutkan dalam kitab Jam’ul Jawami’:

التحليل الفظي الغوي: جعل اللفظ دليلا على المعني

“Menganalisis teks bahasa adalah dengan menjadikan Iafadz tersebut merujuk pada makna tertentu.” 

Sehingga, bahwa ayat maupun hadits memiliki makna tertentu yang dikehendaki. Hanya saja, pemaknaannya bisa beragam, misalnya dengan memunculkan makna Iain kata yg belum hadir. Kepekaan kita dalam memahami hal-hal yang demikian menghantarkan kita pada ketakjuban yang tiada henti ketika dihadapkan pada teks hadits yang lain. Betapa agung pesan yang Kanjeng Nabi berikan kepada kita.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *