Oleh: Chanif Ainun Naim
Di dalam hidup, kita sering mengalami hal-hal yang menyedihkan. Terkadang, sesuatu yang kita alami tidak sesuai yang kita harapkan. Lalu, reaksinya, kita mengeluhkan itu entah kepada siapaun. Yang menjadi pertanyaan, sebenarnya, mengeluh itu boleh nggak sih? Kepada siapa kita harus mengeluh? Dalam kitab Minhaj al-‘Abidin, Imam al-Ghazali berkata: “kami meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda dalam hadits qudsi, Allah bersabda: ‘siapa yang tidak ridha dengan qadla -Ku, dan tidak sabar atas ujian dari-Ku, dan tidak bersyukur atas nikmat dari-Ku, maka carilah tuhan selain Aku”.
وروينا أن رسول الله ﷺ قال في حديث قدسي عن رب العالمين: “من لم يرض بقضائي، ولم يصبر على بلائي ولم يشكر نعمائي فليتخذ إلها سوائي”.
Al-Ghazali kemudian menceritakan bahwa ada seorang nabi mengeluh atas apa yang dia alami kepada Allah. Lalu Allah memberikan wahyu kepada nabi itu: “apa kamu kesal kepada-Ku, padahal Aku bukanlah dzat yang pantas dicaci? Seperti iki kelakuanmu? Kenapa kamu membenci keputusan-Ku kepadamu? Apa kamu ingin Aku merubah dunia untuk memenuhi keinginanmu? Atau aku ubah lauh mahfudz karena kamu? Lalu, Aku memutuskan sesuatu atas keinginanmu, bukan keinginan-Ku? Lalu yang terjadi adalah apa yang kamu sukai, bukan yang Aku sukai? Maka, demi keagungan-Ku, Aku bersumpah, kalau sekali lagi hal ini terbesit lagi di hatimu, maka sungguh akan kulepas jubah kenabianmu, kumasukkan kamu ke neraka dan Aku tidak peduli!”.
Dari kutipan di atas, tentang apa yang disampaikan oleh Al-Ghazali, mungkin beberapa teman akan bertanya-tanya, “kok begitu ya? Bukannya hanya kepada Allah tempat mengadu?” Ya, memang demikian. Hanya kepada Allah semata tempat mengadukan segala duka.
Jika kita melihat dhahirul lafdzi dari hadits qudsi tersebut, maka mafhum al-lafdzi-nya adalah: “yang tidak diperbolehkan adalah tentang benci dengan takdirnya. Lalu, seakan-akan berkata “seharusnya saya tidak begini, Ya Allah, seandainya saya begini, niscaya saya akan demikian, Ya Allah”. Kesan yang timbul dari mengeluh yang demikian adalah seperti “mengatur” Allah. Hal semacam inilah yang tidak diperbolehkan.
Lalu, adakah contoh bentuk pengaduan kesedihan kepada Allah yang dapat kita jadikan ‘ibrah? Ada, diambil dari kisah Nabi Yaqub yang diabadikan dalam Q.S. Yusuf (12:86):
“قالَ إِنَّما أَشْكُوا بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ ما لا تَعْلَمُونَ” [يوسف: 86 ].
Artinya: Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui. (Q.S. Yusuf, 12:86).
Ibnu ‘Ajibah, seorang sufi tarekat al-Darqawiyah dari Maroko, negeri para sufi, yang menulis buku tafsir dengan corak sufistik berjudul “Al-Bahr al-Madid fi Tafsir al-Qur’an al-Majid” menuturkan, bahwa ayat tersebut menunjukkan bahwa sedih dan menagis itu boleh dan sangat manusiawi. Sebab, sangat sedikit orang yang bisa menahan dirinya ketika ditimpa kesedihan. Rasulullah juga pernah menangis. Tangis kesedihan Rasulullah tersebut terekam dalam sebuah riwayat yang menyebut: “Rasulullah bersabda: ‘hati bisa bersedih, mata bisa menangis, tapi aku tidak berucap kecuali apa yang diridhai Tuhanku.”
وفيه دليل على جواز التأسف والبكاء عند التفجع. ولعل أمثال ذلك لا يدخل تحت التكليف، فإنه قلَّ من يملك نفسه عند الشدائد، وقد بكى رسول الله صلى الله عليه وسلّم وقال: «القلْبُ يَحْزَنُ، والعَيْنُ تَدمَعُ، ولا نَقُولُ إلاَّ ما يُرْضِي رَبَّنا، وإنَّا على فِراقِكَ يا إبراهِيمُ لَمَحْزُونون» .
]ابن عجيبة، البحر المديد في تفسير القرآن المجيد، ٦٢٠/٢]
Selanjutnya, dalam menafsirkan kata “innama asyku batstsi wa huzni ilallah”, Ibnu ‘Ajibah menuturkan bahwa Nabi Yaqub hanya mengadukan kesusahan dan kesedihannya yang tidak tertahankan karena kehilangan Nabi Yusuf, hanya kepada Allah, bukan kepada siapapun selain Allah. Menurut Ibnu ‘Ajibah, hal yang demikian bukanlah sebuah celaan kepada apa yang terjadi, tetapi menunjukkan bahwa Nabi Yaqub hanya membutuhkan Allah, serta lemah di hadapan-Nya. Pengaduan diri Nabi Ya’qub kepada Allah yang demikian ini adalah terpuji.
إِنَّما أَشْكُوا بَثِّي، أي: شدة همي حُزْنِي الذي لاصبر عليه، لَى اللَّهِ لا إلى أحد منكم ولا غيركم فَخَلّوني وشِكَايتي، فلست مِمَّن يجزع ويَضْجَر فيستحق التعنيف، وإنما أشكو إلى الله، ولا تعنيف فيه لأن فيه إظهار الفقر، والعجز بين يديه، وهو محمود.
Ayat selanjutnya, Nabi Ya’qub mengatakan bahwa beliau lebih mengetahui sesuatu dari Allah, apa yang tidak diketahui oleh anak-anaknya yang lain. Ibnu ‘Ajibah menafsirkan ayat tersebut bahwa yang dimaksud dengan sesuatu yang diketahui oleh Nabi Yaqub adalah: kelembutan, belas kasih, dan kasih sayang Allah, sehingga Nabi Ya’qub memantapkan persangkaan baik (husnudzhan) kepada Allah, kuatnya pengharapan kepada-Nya dan kesadaran bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan pengharapan beliau.
أَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ ما لا تَعْلَمُون، أي: أعلم من لطف الله ورأفته ورحمته، ما يوجب حسن ظني وقوة رجائي، وأنه لا يخيب دعائي،
]ابن عجيبة، البحر المديد في تفسير القرآن المجيد، ٦٢١/٢[
Sebagai penutup dalam menafsirkan rangkaian ayat surat Yusuf tersebut, Ibnu ‘Ajibah menggarisbawahi hal yang paling penting untuk diketahui. Ketika seseorang dalam hatinya telah merasa cukup dengan Allah, maka dia tidak akan berduka mendalam, sebab dia telah memperoleh segalanya (dari Allah) dan tidak kehilangan apapun. Perasaan cukup hanya kepada Allah itu nyata adanya, seperti yang dirasakan oleh para ‘arif billah.
فإذا حصل للقلب الغنى بالله لم يتأسف على شيء، ولم يحزن على شيء لأنه حاز كل شيء، ولم يفته شيء.
Terakhir, Ibnu ‘Ajibah menyampaikan bahwa ayat “innama asyku batstsi wa huzni ilallah” mengisyaratkan adanya upaya untuk menghilangkan rasa butuh kepada makhluk, mencukupkan diri pada Allah, serta tidak mengeluh kepada makhluk atas apa yang terjadi adalah salah satu rukun tarekat tasawuf, bahkan hal tersebut adalah inti dari tasawuf.
وهذا أمر محقق، مذوق عند العارفين أهل الغنى بالله. وقوله: (إنما أشكو بثي وحزني إلى الله) : فيه رفع الهمة عن الخلق، والاكتفاء بالملك الحق، وعدم الشكوى فيما ينزل إلى الخلق.. وهو ركن من أركان طريق التصوف، بل هو عين التصوف. وبالله التوفيق
]ابن عجيبة، البحر المديد في تفسير القرآن المجيد، ٦٢٢/٢ [
Semoga Allah senantiasa memberikan taufiq.
Image by Kompasiana.com