Istilah tabarruk (تبرك) telah dikenal dalam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Tabarruk merupakan upaya untuk memperoleh barokah atau dalam istilah Jawa biasa disebut dengan “ngalap barokah”. Terdapat berbagai macam bentuk dan cara untuk mendapatkan barokah, salah satunya ialah tabarrukan dengan berziarah kubur. Ziarah kubur ini merupakan salah satu amaliyah khas NU yang telah menjadi budaya dengan mengunjungi makam para auliya, ulama atau orang-orang Sholih.
Hal ini dimaksudkan tak lain untuk melantunkan doa, bukan berarti berdo’a kepada kuburan, akan tetapi melalui orang-orang yang telah mendahului. Apabila kita mengirimkan bacaan do’a Tahlil ataupun Surah Yasin maka ahli kubur tersebut akan membalas dengan di doakan kepada Allah, dimohonkan kepada Allah dan balasannya jauh lebih banyak dari yang kita kirimkan.
Jadi apabila kita membaca Surah Yasin yang akan kembali kepada kita itu minimal berkahnya sebesar Surah Yasin, apabila mengkhatamkan al-Qur’an maka berkahnya sebesar al-Qur’an. Itu minimal, maksimalnya tidak terbatas dari sisi Allah, itulah berkahnya orang yang berziarah ke makam para auliya, ulama ataupun orang-orang Sholih.
Tidak ada yang namanya beribadah ke kuburan, tapi kalau berziarah kemudian bertawasul “Ya Allah semoga berkah saya berziarah ke walimu ini atau ke orang sholih ini semoga engkau berikan kepadaku (menyebutkan hajat)” tidak masalah seperti itu, meminta kepada Allah. Perbuatan tersebut sama dengan melakukan tawasul dengan amal sholehnya, sama seperti yang terjadi oleh tiga orang yang terjebak di dalam gua.
Baca: Sebuah Kisah Habib Quraisy Bin Qosim Cirebon
Al-Zuhri meriwayatkan dari Salim dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah Saw bercerita:
Pada suatu hari tiga orang dari umat terdahulu melakukan perjalanan dan kemudian menepi di dekat sebuah gua di sebuah lereng gunung. Lalu, ketiganya masuk ke dalam gua tersebut, tiba-tiba batu dari atas bukit gua yang mereka diami jatuh hingga menutup mulut gua. Batu besar itu tak mampu mereka angkat meskipun telah bersusah payah dengan sekuat tenaga. Lalu mereka berkesimpulan bahwa satu-satunya yang bisa menyelamatkan mereka adalah dengan berdoa kepada Allah Swt melalui amal-amal saleh yang pernah mereka kerjakan selama hidupnya.
Salah seorang di antara mereka berkata:
“Aku memiliki dua orang tua yang lanjut usia, sebelumnya aku tidak pernah membuatkan mereka minuman. Suatu hari, mereka tertidur di bawah sebatang pohon, aku tidak memindahkan mereka. Aku memerah susu sebagai minuman sore hari untuk keduanya, aku membawakannya untuk mereka, tetapi mereka tetap tidur. Aku tidak berniat membangunkan mereka juga tidak mendahului meminumnya. Sambil berdiri dengan menenteng gelas di tangan, aku tunggui mereka hingga terjaga sampai fajar merekah. Selanjutnya mereka bangun, dan meminumnya.Ya Allah, apabila aku lakukan semua itu karena mencari ridha-Mu, maka keluarkan kami dari hadangan batu besar ini.”
Kemudian batu itu bergeser sedikit sehingga terbuka celah kecil, namun mereka belum bisa keluar dari gua.
Orang kedua berkata:
“Aku memiliki sepupu perempuan yang sangat mencintaiku. Kemudian ia merayuku, tetapi aku menolak, hingga aku menyakiti dirinya selama beberapa tahun. Akhirnya ia menemuiku dan aku berikan harta yang banyak agar dia mau meninggalkanku. Waktu itu ia berkata; “Tidak mungkin kamu bisa melepaskan cincin ini, kecuali dengan cara yang benar.” Lalu aku meninggalkannya bersama hartanya. Ya Allah, apabila aku lakukan hal itu karena mencari ridha-Mu, maka bebaskan kami dari pintu gua ini.”
Baca: Kisah Juraij Dan Seorang Pelacur
Bergeserlah batu besar itu, tetapi mereka belum juga bisa keluar dari sana.
Orang ketiga berkata:
“Ya Allah, aku telah mempekerjakan orang. Aku beri mereka upah, dan hanya ada satu orang yang belum kuberi karena ia meninggalkan pekerjaannya, kemudian pergi. Aku membungakan upahnya hingga menjadi kekayaan yang berlipat-lipat. Pada suatu saat, ia mendatangiku dan berkata;
“Hai ‘Abdullah, saya mau minta upah.”
Aku menjawab; “Seperti apa yang kamu lihat, semua upahmu berupa unta, kambing, dan budak.”
Dia berkata: “Hai’Abdullah, engkau mengolok-olok saya?”
Aku menjawab: “Aku tidak mengolok-olokmu, ambillah semua upahmu dan gunakan untuk makan.”
“Ya Allah, apabila hamba melakukan semua itu karena mencari ridha-Mu, maka lepaskan kami dari padang pasir ini.”
Akhirnya terbukalah batu itu dari gua. Mereka keluar dan berjalan bersama-sama.
Semoga dengan memperbanyak ziarah kubur kita dapat mengambil pelajaran dan menambah keimanan dalam mempersiapkan kehidupan kelak di akhirat.
Amiin yaa rabbal ‘alamiin.
Oleh: Tim Redaksi
Sumber: tebuireng.online, Buku Jami’ Karamat al-Aulia’, Chanel Youtube Nu Online
Picture by jalansirah.com