Konon, ada santri yang ingin mondok ke Sukorejo karena tertarik pada dawuh KH. R. As’ad Syamsul Arifin. Dawuh ini memang populer di tengah masyarakat terutama para santri senior. Dawuh yang sering disampaikan oleh Kiai As’ad adalah; “Santri saya yang mondok selama empat tahun tidak pernah pulang sama sekali dan taat aturan pesantren, maka saya jamin pasti alim”.
Namun, dalam pikirannya, mana mungkin dia bisa alim hanya ditempuh empat tahun karena dia merangkap sekolah umum (SMA) di sore hari.
Akhirnya dia ingin berhenti sekolah umum ingin fokus Madrasah Diniyah dan kitab kuning karena kemungkinan yang dimaksud Kiai As’ad itu seperti santri dulu yang hanya fokus pada kitab saja. Namun, sayang orang tuanya tidak memberi izin untuk berhenti sekolah umum.
Baca: Ulama Sir Tanah Jawa
Tentunya hal ini membuat tambah bingung walaupun tetap rajin mengaji kitab kuning. Akibatnya pikirannya bertambah ragu tak mungkin bisa alim, apalagi di SMA banyak pelajaran yang harus dikuasainya.
Pada suatu ketika ada pengurus pesantren memberi pengarahan kepada semua santri yang isinya di antaranya kalau ingin santri sukses disamping rajin dan mengikuti peraturan pesantren juga harus menyambung rohani ke Asta walaupun hanya baca al-Fatihah saja dengan syarat harus istiqamah. Pengarahan itu dia nyambung ke Asta dengan istiqamah walaupun sebentar.
Singkat cerita, setelah mondok hampir genap empat tahun tidak pulang ke rumahnya dia bertanya dalam hatinya; “Saya sudah hampir genap empat tahun kok tidak ada tanda-tanda alim”.
Akhirnya genap empat tahun, persis hari Jum’at jam 9 pagi tidur qailulah di kamarnya bermimpi bertemu Nabi Khidir As bergamis hijau di pintu gerbang timur pesantren dan mencium tangannya.
Dalam mimpinya tangan Nabi Khidir As sangat halus sekali dan sulit dilupakan, lalu terbangun sudah jam 11 mau ke Jum’atan. Setelah dia merasa sejuk pikirannya seakan ada hijab yang terbuka dalam keilmuan setelah bermimpi tersebut.
Kemudian pada waktu isya’ dia ikut pengajian kitab Iqna’ di musholla putra, dia merasakan sekali bahwa kitab yang dibaca oleh kyai Fulan sangat mudah sekali tidak seperti sebelumnya, bahkan kitabnya tidak diberi makna.
Ternyata betul genap empat tahun dia merasa mudah dan ingat apa yang pernah dibacanya selama mondok di Sukorejo.
Baca: Mengenal Karya Mama Sempur Idhahul-Karathaniyyah: Tentang Kesesatan Wahabi
Hal ini jelas merupakan kebenaran yang riil yang mungkin sulit dinalar akal. Karena itu jelas bahwa dawuh KH. R. As’ad Syamsul Arifin bukan takhayul dan khurafat tetapi sebuah fakta riil yang disebut dengan kebenaran mistik atau epistemologi ‘irfani (ilhamy) yang tidak dimiliki oleh peradaban Barat. Kemapanan pesantren dan NU di Indonesia sebenarnya tidak lepas dari pengaruh epistemologi ‘irfani yang dibangun oleh kyai NU. Karena itu, ulama sufi mengatakan:
الالهام حجة شرعية
“Ilham adalah hujjah syar’iyah.”
Oleh: Tim Redaksi
Sumber: laduni.id
Picture by santrinews.com