Peristiwa Bersejarah Di Bulan Sya’ban

Bulan Sya’ban merupakan bulan yang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim. Karena selain menjadi bulan yang dekat dengan Ramadhan dan sebagai bulan persiapan untuk menghadapi puasa di bulan Ramadhan, ada beberapa hal yang sering diperingati secara rutin setiap bulan Sya’ban, yaitu malam nisfu Sya’ban. Selain malam Nisfu Sya’ban ada juga beberapa peristiwa penting yang terjadi pada bulan Sya’ban.

Dalam kitab Ma Dza fi Sya’ban? karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki menyebutkan tiga peristiwa penting yang berimbas pada kehidupan beragama seorang Muslim.

Baca: Rahasia Dibalik Makna Malam Nisfu Sya’ban

Pertama, peralihan Kiblat Peralihan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram terjadi pada bulan Sya’ban. Menurut Al-Qurthubi ketika menafsirkan Surat Al-Baqarah ayat 144 dalam kitab Al-Jami’ li Ahkāmil Qur’an dengan mengutip pendapat Abu Hatim Al-Basti mengatakan bahwa Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengalihkan kiblat pada malam Selasa bulan Sya’ban yang bertepatan dengan malam nisfu Sya’ban.

Peralihan kiblat ini merupakan suatu hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW berdiri menghadap langit setiap hari menunggu wahyu turun perihal peralihan kiblat itu seperti Surat Al-Baqarah ayat 144 berikut. قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ Artinya, “Sungguh Kami melihat wajahmu kerap menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”

Kedua, penyerahan Rekapitulasi Keseluruhan Amal kepada Allah Salah satu hal yang menjadikan bulan Sya’ban utama adalah bahwa pada bulan ini semua amal kita diserahkan kepada Allah SWT. Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki mengutip sebuah hadits riwayat An-Nasa’i yang meriwayatkan dialog Usamah bin Zaid dan Nabi Muhammad SAW. “Wahai Nabi, aku tidak melihatmu berpuasa di bulan-bulan lain sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban?” Kemudian Rasulullah SAW menjawab, “Banyak manusia yang lalai di bulan Sya’ban. Pada bulan itu semua amal diserahkan kepada Allah SWT.

Dan aku suka ketika amalku diserahkan kepada Allah, aku dalam keadaan puasa.” Penyerahan amal yang dimaksud dalam hal ini adalah penyerahan seluruh rekapitulasi amal kita secara penuh. Walaupun, menurut Sayyid Muhammad Alawi, ada beberapa waktu tertentu yang menjadi waktu penyerahan amal kepada Allah selain bulan Sya’ban, yaitu setiap siang, malam, setiap pekan. Ada juga beberapa amal yang diserahkan langsung kepada Allah tanpa menunggu waktu-waktu tersebut, yaitu catatan amal shalat lima waktu.

Ketiga, penurunan Ayat tentang Anjuran Shalawat untuk Rasulullah SAW Pada bulan Sya’ban juga diturunkan ayat anjuran untuk bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW, yaitu Surat Al-Ahzab ayat 56.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya, “Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Ibnu Abi Shai Al-Yamani mengatakan, bulan Sya’ban adalah bulan shalawat.

Baca: Isra’ Mi’raj, Sains Dan Shalat

Karena pada bulan itulah ayat tentang anjuran shalawat diturunkan. Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Imam Syihabuddin Al-Qasthalani dalam Al-Mawahib-nya, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani yang mengatakan bahwa ayat itu turun pada bulan Sya’ban tahun ke-2 hijriyah.

Oleh: Tim Redaksi

Sumber: www.nu.or.id

Picture by islamicfinder.org

Analogi Bulan Sya’ban

Apakah anda masih ingat perasaan ketika akan menerima raport sekolah? Mungkin itu saat SD, SMP, atau SMA. Masih terasa juga bagaimana segala emosi bercampur aduk tak menentu dalam pikiran. Akankah aku lulus? Akankah nilaiku bagus? Akankah aku naik kelas? berbagai pertanyaan klasik ini mungkin akan  menghiasi pikiran kita.

Hari penerimaan raport adalah hari mendebarkan. Secara mudahnya, masa depan kita bisa sedikit terlihat dari sana. Angka-angka maupun huruf-huruf yang menentukan rute perjalanan kita melanjutkan ke jenjang berikutnya, atau harus mengulang pelajaran agar mendapatkan nilai di atas batas tuntas. Maka ketika segala daya dan upaya di kerahkan, nasib juga sudah ada yang menentukan. Setelah pekan-pekan ujian dilewati, tidak heranlah ketika menjelang hari penerimaan raport, kita meningkatkan kuantitas ibadah kita. Sholat dhuha, tahajud, shadaqah, dan berbagai ibadah nafilah menghiasi hari-hari demi mendapat ridha dari Allah SWT.

Baca: Rahasia Dibalik Makna Malam Nisfu Sya’ban

Hari penerimaan raport juga hari yang dinanti-nanti. Karena setelah penerimaan raport, kita akan mendapatkan pekan-pekan liburan. Bisa dikatakan, kita belajar selama satu semester untuk menunggu waktu liburan tiba. Hal tersebut memang tak salah jika dijadikan strategi agar tidak bosan jika harus belajar sepanjang waktu.

Dari fenomena diatas penulis mencoba menganalogikan bulan Sya’ban, bulan diangkatnya amal-amal manusia selama setahun. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Rasulullah SAW: “Bulan Sya’ban itu bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan yang diangkat oleh Tuhan segala amal-amal. Aku ingin diangkat amalku ketika aku sedang berpuasa.” (HR. An-Nasa’i).

Rasulullah mencontohkan untuk meningkatkan intensitas ibadah pada bulan Sya’ban. Hal ini tidak lain agar Allah memandang baik segala amal-amal ibadah. Tindakan ini sering disebut juga sebagai recency effect, yakni memaksimalkan saat-saat terakhir agar menimbulkan kesan positif sehingga kesan-kesan negatif sebelumnya dapat tertutupi dengan kesan positif diakhir.  Recency effect inilah yang berusaha kita tiru dengan harapan bagusnya amal ibadah didetik-detik akhir pengangkatan catatan amal agar mampu memberi good impression (kesan yang baik) terhadap amal sebelumnya.

Karena sesungguhnya sifat dari pencatatan amal ibadah kita adalah tidak jelas (uncertainty), entah diterima atau tidak. Sifat uncertainty tersebut justru harus menjadi tambahan motivasi kita untuk beribadah lebih baik. Sama halnya ketika kita misalnya berada pada sebuah daerah yang asing, kondisi kita saat itu adalah uncertain (tidak jelas). Kondisi uncertain sama dengan kita berada di luar zona nyaman (comfort zone). Kondisi tersebut mendorong kita untuk melakukan sesuatu guna memperjelas kondisi kita dengan bertanya pada orang, pada polisi, dan sebagainya. Ketidak jelasan diterima atau tidaknya amal ibadah kita hendaknya juga mendorong kita lebih meningkatkan intensitas ibadah pada detik-detik pengangkatan catatan amal tersebut ke hadirat Allah.

Baca: Keutamaan Dan Amalan Bulan Sya’ban

Semuanya telah disusun dan dijadwal dengan sedemikian teratur oleh Allah SWT. Karena pada akhirnya, sama seperti ketika di sekolah dulu. Setelah menunggu terima raport, sekolah memberi hadiah kita berupa liburan sepekan atau dua pekan. Dan Allah SWT Maha Adil, kita juga diberi hadiah berupa bulan Ramadhan yang di dalamnya terdapat banyak ladang pelipat ganda amal.

Marhaban Yaa Syahra Ramadhan, Yaa Syahra Shiyaa.

Oleh: Tim Redaksi

Sumber: El Tasrih Komplek L

Picture by assets.pikiran-rakyat.com