Do’a Yang Tidak Bisa Tertukar

Di Mostar Bonsia, pernah ada seorang Alim-Arif Mustafa Ejubović (1651 – 16 Juli 1707), dikenal lebih luas dengan Hadratussyekh Yuyo. Dalam masyarakat Islam sampai hari ini ada beberapa hikayah yang diceritakan mengenai sosoknya. Antara lain ada satu cerita yang cukup mengerikan.

Kisahnya begini, biasanya di halaman atau samping masjid selalu ada tersedia keranda untuk dipakai ketika ada kebutuhan mengantarkan mayat ke pemakaman. Sering para pemuda untuk membuktikan keberanian mereka buat kenakalan dengan memainkan keranda itu.

Biasanya ada salah satu anak akan berbaring di dalamnya ditutup dengan kain hijau dan teman-temanya mengangkat dan membawanya mengelilingi masjid. Ini merupakan sebuah kenakalan yang biasa untuk para remaja atau kaum muda.

 
Baca: Menolak Lamaran Seorang Perempuan

Namun satu ketika Hadratussyekh Yuyo (yang dikenal sebagai wali keramat) melihat kelakuan iseng para remaja  itu mendapatkan ide “Menjahili”. Mereka kemudian menaruh salah satu dari teman mereka di keranda dengan tutup kain hijau dan dibawa di atas bahu. Ketika itu Syekh Yuyo tengah lewat depan masjid, di sana para remaja itu memintanya untuk menshalatkan jenazah yang mereka bawa.

Dan Syekh Yuyo pun setuju, namun ketika berdiri di depan keranda sebagai imam shalat jenazah, beliau terlebih dahulu menghadap kepada para remaja yang berada dibelakangnya yang menjadi ma’mum dan telah membentuk shaf untuk shalat jenazah. Syekh Yuyo kemudian bertanya kepada para remaja itu. 

”Yang mau kalian shalatkan yang hidup atau yang mati?’’  tanya Syekh Yuyo

“Iya untuk yang mati, masa ada shalat jenazah untuk yang hidup?” Jawab para remaja

Tak cukup bertanya sekali, beliau bertanya sampai sebanyak tiga kali. Uniknya setiap kali mereka di tanya jawabnya masing masing dibilang untuk yang mati. 

Beliau bertanya kepada anak-anak remaja:

”Kalian kenal almarhum sebagai orang baik?” Tanya Syekh Yuyo

“Betul, orang baik.” Para remaja menjawab 

“Semoga semua dosanya diampuni oleh Allah SWT, semoga Husnul Khatimah.” Berkata Syekh Yuyo 

”Aamiiiiin” para remaja mengamini

Lalu Hadratussyekh Yuyo berkata kembali: 

“Baik kalau begitu kita akan men-shalatkan jenazah untuk seorang laki-laki yang dewasa’’ ujar Syekh Yuyo

Setelah itu beliau mulai mengimami shalat jenazah tersebut.

Para remaja yang di belakang menahan tawa karena berhasil “Menjahili” seorang Ulama yang disegani seluruh masyarakaat. Benar saja, setelah selesai shalat dan ucap salam ke bahu kiri, pecahlah tawa para remaja dengan tawa terbahak-bahak. Mereka merasa berhasil menipu dan mengerjai  seorang Hadratussyekh. Namun Syekh Yuyo tak tahu itu, selesai shalat beliau langsung meninggalkan lokasi. 


Baca: Sejarah Terbentuknya Muslimat NU

Setelah itu, tentu saja para remaja  merayakan keberhasilan penipuan tersebut. Mereka kemudian memanggil teman mereka yang tadi pura-pura menjadi mayat.

Celakanya, meski mereka panggil namun dia tidak menyahut atau bangun. Dia tetap tak bergerak, di bawah kain hijau itu tidak terdengar suara apapun. Ketika mereka membuka kain hijau mereka lihat teman mereka sudah kaku, sudah mati.

Makam Mustafe Ejubovića Šejh Juje-seorang sarjana dan ilmuwan terkemuka dalam sejarah budaya kota Mostar. Dokumentasi oleh muftijstvo-mostarsko.ba

Mereka baru sadar bahwa doa seorang Syekh (Guru/Ulama, Sufi atau di Jawa disebut Wali) tak bisa dianggap main-main sebab tindakan dan lidah mereka memang terjaga, dari main-main ternyata bisa menjadi kenyataan.

Oleh: Tim Redaksi

Sumber: republika.co.id

Picture by modos.ba

Ulama Sir Tanah Jawa

Cerita Kiai Badrun Di daerah Jawa Timur setiap bulan ke-Sembilan pada bulan purnama bertemulah para Ulama Khos mengadakan musyawarah, dalam musyawarah tersebut di ketahui bahwa di suatu daerah hiduplah seorang Ulama Sir, Ulama besar tetapi menyembunyikan diri, informasi yang di ketahui hanya Ulama besar tersebut bernama Kiai Almukarom Sabaruddin tinggal di tepi Gunung yang berapi di pulau Jawa, tidak ada keterangan lain Gunung Berapi yang mana karena gunung berapi begitu banyak di tanah Jawa ini.

Akhirnya para kiai Khos memutuskan untuk membagi tiga kelompok untuk mencari satu kelompok untuk wilayah Jawa bagian Timur, kelompok kedua untuk wilayah Jawa bagian Barat dan kelompok ketiga untuk wilajah Jawa bagian Tengah. Dan sepakat satu tahun kemudian pada bulan kesempilan dan tepat ketika purnama tiba kumpul kembali di tempat yang sama.

Baca: Sejarah Terbentuknya Muslimat NU

Setelah satu tahun mereka berkumpul kembali, ternyata mereka belum menemukan Ulama Sir yang dimaksud, sedikit petunjuk pun tidak, tapi mereka tambah yakin semakin sulit di cari semakin di yakini bahwa ulama Sir itu memang ada dan linuwih. Akhirnya mereka memutuskan untuk shalat istikhoroh minta petunjuk kepada Gusti. Setelah semua bersama melakukan shalat ada sedikit petunjuk tentang lokasi yang di mana Ulama Sir itu berada, petunjuknya adalah di daerah Jawa bagian Tengah di seputar gunung berapi tetapi sudah tidak aktif dan rumahnya di pinggir rumpun bambu.

Akhirnya mereka pergi bersama mencari gunung tersebut, di jelajahilah semua gunung yang tidak aktif di Jawa bagian Tengah, dari gunung Sindoro, gunung Sumbing, gunung Slamet, Gunung Lawu tetapi tidak ada petunjuk dan tiba-tiba salah seorang dari mereka teringat tentang Gunung Tidar dan di putuskanlah mendatangi daerah gunung tersebut. Di tanyailah orang-orang di sekitar gunung Tidar apakah ada Ulama besar yang bernama Kiai Almukarom Sabaruddin dengan ciri rumahnya di pinggir Rumpun Bambu. Tetapi semua orang mengatakan kalau di daerah Gunung Tidar tidak ada nama Ulama seperti itu, paling ada yang mirip dengan itu tetapi setahu penduduk di sekitar tidaklah seoarang Ulama apalagi mempunyai pondok dan murid. Para Ulama Khos minta penjelasan lebih lanjut tentang orang yang agak mirip dengan yang mereka cari, namanya adalah Mbah Sabar bukan Kiai Almukarom Sabaruddin dan hanya seorang pengembala itik, bukan pemimpin Pondok dan yang sama hanya rumahnya memang sama-sama di tepi rumpun bambu.

Di kunjungi rumah tersebut dan bertemulah dengan lelaki tua yang kurus dengan caping lebarnya yang sedang mengembalakan itiknya. Rombongan tersebut mengutarakan kedatangannya, tetapi orang tersebut menjawab:

“Maaf ya tuan-tuan mungkin anda salah alamat itu memang rumah saya tuan, tapi saya hanyalah seorang gembala itik bukan Ulama, coba cari yang lain saja, tuan salah alamat barangkali” demikian jawaban Mbah Sabar.

Tetapi para rombongan ulama Khos tetap yakin bahwa orang ini adalah orangnya. Akhirnya Pengembala itik itu menyilahkan masuk kerumahnya.

“Bila tuan –tuan ingin mengetahui hakekat ilmu sejati pergilah kemana saja yang bisa kau temukan tempat tempat paling sepi” ujar Mbah Sabar

Demikian wejangan pertama, kemudian tanpa panjang lebar para ulama Khos tersebut di bagi tiga kelompok menyebar. Kelompok pertama yakin di tepi pantai adalah tempat yang paling sepi, kelompok kedua pergi ke goa di lereng gunung dan kelompok ketiga pergi ke tengah hutan.

Baca: Sejarah Pedukuhan Krapyak-Panggungharjo

Setelah mereka sampai mereka berkumpul dan menyeritakan pengalaman dan argumentasi masing-masing. Tetapi sungguh terkejut bahwa semua argumentasinya di salahkan,

“Dalam dunia hakekat seorang Salik haruslah berpegangan pada tiga ujaran yaitu ojo rumongso biso, ojo rumongso weruh lan ojo rumongso ngerti, tempat yang sepi di dunia ini tidak ada kecuali hanya ada dalam diri tuan-tuan dan itu pun hanya bisa kalau tuan-tuan bisa berhenti, meneng”. Ujar Mbah Sabar

Demikian ujarnya ditengah suasana ramah tamah tersebut, tiba-tiba dari belakang ruang tamu terdengar seorang wanita membentak Mbah Sabar,

“Bapake! Malah duduk-duduk ngobrol ngoyo woro tidak ada gunanya, ayo cepat segare anggon Bebekmu, itu sudah pada teriak teriak kelaparan, aku kebrebegen ki”.

Para ulama Khos terkejut bukan kepalang tidak sopan perempuan itu pikirnya. Dan di tanyakanlah siapakah gerangan perempuan tersebut pada Mbah Sabar,

“Dialah guru saya”. Jawab Mbah Sabar

“Sekaranglah pulanglah tuan-tuan, anda sudah ketemu yang anda cari hanya beginilah gerangan yang anda sebut Kiai Almukarom Sabaruddin”. Jawab Mbah Sabar

Mereka sungkem cium tangan dan pamit.

Oleh: Tim Redaksi

Picture by alif.id

Uchiha Itachi Terinspirasi Dari Kitab Ulama Abad Ke-16

Bagi para penggemar anime Naruto Shippuden, Uchiha Itachi adalah salah satu shinobi penting yang keberadaannya turut serta dalam menentukan alur cerita yang tidak terduga (plot twist). Itachi sering dianggap sebagai pengkhianat Desa Konoha sebab ia telah membantai seluruh anggota klan-nya dan hanya menyisakan adiknya yang masih kecil, Uchiha Sasuke.

Tidak hanya itu, Uchiha Itachi juga bergabung dengan organisasi berbahaya, Akatsuki. Organisasi tersebut adalah kumpulan ninja pelarian dengan tingkat kejahatan tinggi dari berbagai desa. Akatsuki dengan Uzumaki Nagato sebagai pemimpinnya adalah semacam kumpulan para villain yang bertujuan menguasai dunia shinobi dengan cara-cara jahat.

Dilihat dari namanya, Uchiha Itachi adalah bagian dari klan Uchiha, salah satu klan terkuat dengan kekuatan mata sharingan yang diwariskan (kekkei genkai) berdasarkan genetika. Dengan manipulasi kekuatan mata, anggota klan Uchiha dapat menghasilkan chakra yang besar dengan kekuatan yang menakutkan, bahkan membunuh.

Baca: Kisah Uwais Al-Qarni dan Seorang Rahib yang Bijak

Kekuatanm mata Itachi berkembang dari Sharingan biasa sampai dapat membangkitkan Mangekyo Sharingan. Dengan Mangekyo Sharingan, Itachi dapat membangkitkan Susanoo (sebuah monster chakra raksasa). Bahkan Susanoo Itachi memiliki Pedang Totsuka, sebuah pedang chakra yang mampu menyegel siapapun yang terkena serangan tersebut ke dalam toples Sake. Mereka akan tersegel di dalamnya untuk selamanya. Itachi sendiri sangat handal dalam menggunakan Totsuka Blade, dimana dia berhasil menyegel beberapa orang.

Yang unik, Uchiha Itachi selalu identik dengan burung gagak. Dalam bebrapa episode, Itachi beberapa kali memunculkan gagak, seperti ketika ia menggunakan bunshin atau ketika ia menyerang menggunakan genjutsu (kekuatan memanipulasi pikiran musuh). Mengapa Itachi yang memiliki kekuatan mata yang luar biasa itu identik dengan burung gagak?

Dalam kitab Bada’i al-Zuhur fi Waqa’i al-Duhur, Syaikh al-‘Alim al-Fadhil Muhammad ibn Ahmad bin Iyas al-Hanafi (lahir: Juni 1448; wafat November 1522; salah satu sejarawan terpenting dalam sejarah Mesir modern yang berasal dari Sirkasia) menyebutkan tentang kisah menakjubkan tentang burung gagak. Dalam bab dzkr akhbar ma baina al-sama’ wa al-ardl, Syaikh Muhammad ibn Iyas menyebutkan:

وروي أن إسم الغراب أعور, وإنما سمي بذلك لأنه يغمض إحدى عينيه من قوة بصره, ويقتصر على الأخرى, وقد قيل في المعني

وقد ظلموه حين سموه سيدا # كما ظلم الناس الغراب بأعورا

(Diriwayatkan): Sesungguhnya nama burung gagak adalah pecak (buta sebelah mata). Hal itu karena burung gagak menutup sebelah matanya karena penghilatannya yang terlalu kuat, sehingga gagak memfokuskan pandangannya pada satu matanya. Sebagaimana diriwayatkan makna serupa dalam sebuah syair:

“Dan mereka menganiaya dia ketika mereka memanggilnya tuan # Sama seperti orang-orang menganiaya gagak dengan matanya yang buta sebelah”

Dari penjelasan di atas, Syaikh Muhammad ibn Iyas menjelaskan bahwa burung gagak memiliki penglihatan (kekuatan mata) yang kuat. Saking kuatnya kekuatan itu, gagak memfokuskan penglihatannya pada satu mata, sedangkan matanya yang lain ditutup. Hal ini bukan berarti gagak hanya memiliki satu mata yang berfungsi, tetapi agar lebih fokus, gagak hanya menggunakan satu matanya.

Baca: Kisah Juraij Dan Seorang Pelacur

Apa yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad ibn Iyas tentang gagak tersebut sangatlah relevan dengan apa yang terjadi pada Uchiha Itachi. Dalam bebrapa kesempatan, terutama ketika ia menggunakan mangekyo sharingan (kekuatan mata di atas Sharingan biasa) Itachi seringkali menutup satu matanya dan berfokus menggunakan matanya yang lain. Tidak jarang, karena besarnya kekuatan mata itu menyebabkan mata Itachi mengeluarkan darah. Dengan ini, maka sangat masuk akal jika karakter Uchiha Itachi memang terinspirasi oleh burung gagak. Apa yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad ibn Iyas pada abad ke-16 itu menjadi semacam penyelidikan tentang ilmu biologi, khusunya tentang anatomi tubuh hewan. Apakah kisah inilah yang dalam perkembangannya menjadi inspirasi Masashi Kisimoto membuat karakter Itachi? Wallahu a’lam 😀

Oleh: Chanif Ainun N

Sumber: kitab Bada’i al-Zuhur fi Waqa’i al-Duhur

Picture by wallpaperaccess.com