Dalam sejarah dunia tercatat bahwa semasa terjadi perang salib pemikiran barat adalah yang paling dikenal. Akan tetapi kekuatan pemikiran barat ini di timur tengah justru banyak yang diadaptasi dari pemikiran Islam. Di tengah lautan pertarungan pemikiran ini juga berpengaruh di Indonesia, buktinya di era pra-milinium abad ke-21 saat ini telah lahir pemikir-pemikir handal, dengan teori dan temuan yang tidak diragukan lagi. Produk pemikiran yang dihasilkan seperti kemajuan teknologi dan teori-teori ilmiah, diantaranya: teori gravitasi, teori ekonomi, teori kesenjangan sosial, teori psikologi dan sebagainya. Melihat fenomena keilmuan ini penulis mencontoh para pemikir, dengan mencoba mempertanyakan kembali teori “psikologi perempuan” dari sudut pandang objektifitas sosial. Dan hasilnya adalah sebagai berikut :
- Perempuan mempunyai otak lebih kecil dari pada laki-laki. Penjelasannya yaitu bahwa perempuan lebih cenderung mengedepankan perasaan dari pada logikanya untuk mencari solusi masalah yang tengah di hadapi. Faktanya perempuan lebih lama memendam tekanan dan lebih cenderung terkena depresi. Itu dapat dilihat pada wanita usia remaja dan dewasa, yang sedang tumbuh mencari pasangan (puber).
- Perempuan lebih cenderung menjawab “ya” dari pada “tidak”. Hal ini karena kebiasaan perempuan yang lebih mengedepankan perasaan dari pada pemikirannya. Contohnya sering kita jumpai adalah apabila seorang perempuan dilamar oleh seorang pria, perempuan akan terdiam dan mengalami kegalauan untuk memberikan jawaban.
Baca: Amalan Satus Tembus
Dalam kasus seperti ini, setidaknya ada tiga jawaban yang akan di berikan dengan makna dan tujuan yang bervariasi :
- Menolak, dalam hal ini perempuan sebenarnya tidak sungguh-sungguh menolak karena telah dijelaskan diatas perempuan lebih mengedepankan perasaan dari pada logika, jadi jawabannya mau atau menerima. Tetapi dengan catatan durasi waktu yang masih mengambang.
- Teridiam, jawaban kategori ini, seorang perempuan enggan melontarkan kata-kata atau kalimat dikarenakan mempunyai dua maksud lain, yang pertama: alasanya karena perempuan malu akan menjawab walaupun sebenarnya perempuan tersebut suka. Dan yang kedua: perempuan terdiam karena dia enggan disebut perempuan gampangan.
- “Ya”, saat perempuan memberikan jawaban yang terakhir ini karena perempuan sudah menunggu dengan perasaan yang sudah tidak dibendung lagi bahwa dia suka dengan perempuan tersebut.
Itulah analisis yang penulis lakukan dengan mencoba melihat fenomena sosial perempuan usia remaja atau dewasa tanggung. Ketidaksepahaman dalam pemikiran ini mungkin akan menimbulkan pro dan kontra oleh sebab itu harapan penulis wacana ini dapat menjadi khazanah keilmuan yang kita kritisi kembali.
Oleh: Tim Redaksi
Sumber: El Tasrih Komplek L
Picture by static.mediajurnal.com