Ulama Sir Tanah Jawa

Cerita Kiai Badrun Di daerah Jawa Timur setiap bulan ke-Sembilan pada bulan purnama bertemulah para Ulama Khos mengadakan musyawarah, dalam musyawarah tersebut di ketahui bahwa di suatu daerah hiduplah seorang Ulama Sir, Ulama besar tetapi menyembunyikan diri, informasi yang di ketahui hanya Ulama besar tersebut bernama Kiai Almukarom Sabaruddin tinggal di tepi Gunung yang berapi di pulau Jawa, tidak ada keterangan lain Gunung Berapi yang mana karena gunung berapi begitu banyak di tanah Jawa ini.

Akhirnya para kiai Khos memutuskan untuk membagi tiga kelompok untuk mencari satu kelompok untuk wilayah Jawa bagian Timur, kelompok kedua untuk wilayah Jawa bagian Barat dan kelompok ketiga untuk wilajah Jawa bagian Tengah. Dan sepakat satu tahun kemudian pada bulan kesempilan dan tepat ketika purnama tiba kumpul kembali di tempat yang sama.

Baca: Sejarah Terbentuknya Muslimat NU

Setelah satu tahun mereka berkumpul kembali, ternyata mereka belum menemukan Ulama Sir yang dimaksud, sedikit petunjuk pun tidak, tapi mereka tambah yakin semakin sulit di cari semakin di yakini bahwa ulama Sir itu memang ada dan linuwih. Akhirnya mereka memutuskan untuk shalat istikhoroh minta petunjuk kepada Gusti. Setelah semua bersama melakukan shalat ada sedikit petunjuk tentang lokasi yang di mana Ulama Sir itu berada, petunjuknya adalah di daerah Jawa bagian Tengah di seputar gunung berapi tetapi sudah tidak aktif dan rumahnya di pinggir rumpun bambu.

Akhirnya mereka pergi bersama mencari gunung tersebut, di jelajahilah semua gunung yang tidak aktif di Jawa bagian Tengah, dari gunung Sindoro, gunung Sumbing, gunung Slamet, Gunung Lawu tetapi tidak ada petunjuk dan tiba-tiba salah seorang dari mereka teringat tentang Gunung Tidar dan di putuskanlah mendatangi daerah gunung tersebut. Di tanyailah orang-orang di sekitar gunung Tidar apakah ada Ulama besar yang bernama Kiai Almukarom Sabaruddin dengan ciri rumahnya di pinggir Rumpun Bambu. Tetapi semua orang mengatakan kalau di daerah Gunung Tidar tidak ada nama Ulama seperti itu, paling ada yang mirip dengan itu tetapi setahu penduduk di sekitar tidaklah seoarang Ulama apalagi mempunyai pondok dan murid. Para Ulama Khos minta penjelasan lebih lanjut tentang orang yang agak mirip dengan yang mereka cari, namanya adalah Mbah Sabar bukan Kiai Almukarom Sabaruddin dan hanya seorang pengembala itik, bukan pemimpin Pondok dan yang sama hanya rumahnya memang sama-sama di tepi rumpun bambu.

Di kunjungi rumah tersebut dan bertemulah dengan lelaki tua yang kurus dengan caping lebarnya yang sedang mengembalakan itiknya. Rombongan tersebut mengutarakan kedatangannya, tetapi orang tersebut menjawab:

“Maaf ya tuan-tuan mungkin anda salah alamat itu memang rumah saya tuan, tapi saya hanyalah seorang gembala itik bukan Ulama, coba cari yang lain saja, tuan salah alamat barangkali” demikian jawaban Mbah Sabar.

Tetapi para rombongan ulama Khos tetap yakin bahwa orang ini adalah orangnya. Akhirnya Pengembala itik itu menyilahkan masuk kerumahnya.

“Bila tuan –tuan ingin mengetahui hakekat ilmu sejati pergilah kemana saja yang bisa kau temukan tempat tempat paling sepi” ujar Mbah Sabar

Demikian wejangan pertama, kemudian tanpa panjang lebar para ulama Khos tersebut di bagi tiga kelompok menyebar. Kelompok pertama yakin di tepi pantai adalah tempat yang paling sepi, kelompok kedua pergi ke goa di lereng gunung dan kelompok ketiga pergi ke tengah hutan.

Baca: Sejarah Pedukuhan Krapyak-Panggungharjo

Setelah mereka sampai mereka berkumpul dan menyeritakan pengalaman dan argumentasi masing-masing. Tetapi sungguh terkejut bahwa semua argumentasinya di salahkan,

“Dalam dunia hakekat seorang Salik haruslah berpegangan pada tiga ujaran yaitu ojo rumongso biso, ojo rumongso weruh lan ojo rumongso ngerti, tempat yang sepi di dunia ini tidak ada kecuali hanya ada dalam diri tuan-tuan dan itu pun hanya bisa kalau tuan-tuan bisa berhenti, meneng”. Ujar Mbah Sabar

Demikian ujarnya ditengah suasana ramah tamah tersebut, tiba-tiba dari belakang ruang tamu terdengar seorang wanita membentak Mbah Sabar,

“Bapake! Malah duduk-duduk ngobrol ngoyo woro tidak ada gunanya, ayo cepat segare anggon Bebekmu, itu sudah pada teriak teriak kelaparan, aku kebrebegen ki”.

Para ulama Khos terkejut bukan kepalang tidak sopan perempuan itu pikirnya. Dan di tanyakanlah siapakah gerangan perempuan tersebut pada Mbah Sabar,

“Dialah guru saya”. Jawab Mbah Sabar

“Sekaranglah pulanglah tuan-tuan, anda sudah ketemu yang anda cari hanya beginilah gerangan yang anda sebut Kiai Almukarom Sabaruddin”. Jawab Mbah Sabar

Mereka sungkem cium tangan dan pamit.

Oleh: Tim Redaksi

Picture by alif.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *