Satu minggu menjelang memperingati Haul KH. M Munawwir bin Abdullah Rosyad yang ke-82 kita akan terlebih dahulu memperingati haulnya almaghfurlah KH. Ahmad Warson Munawwir. Beliau adalah sosok dibalik kemasyhuran kamus legendaris Al-Munawwir, beliau juga merupakan pendiri Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek Q. Beliau wafat pada hari Kamis Pahing, 7 Jumadil Akhir 1434 H/ 18 April 2013 M tepat 3 hari sebelum peringatan Haul KH. M Munawwir yang ke-74.
Almaghfurlah KH. Ahmad Warson Munawwir merupakan putra ke-10 dari 11 bersaudara dari istri ke-2 KH. M Munawwir yakni Ny Hj. Khodijah (Sukis). Beliau lahir pada hari Jum’at pon 22 Sya’ban 1353 tahun wawu atau 30 November 1934 M. Nama beliau yakni Warson terinspirasi dari kata warsy yang terdiri dari tiga huruf hijaiyah yakni wawu, raa dan syin. Kata ini diambil dari salah seorang ulama ahli qira’ah yaitu Imam Warsy’. Pada saat umur 8 tahun almaghfurlah KH. Ahmad Warson sudah ditinggalkan oleh ayahanda-nya KH. M Munawwir pada tahun 1942, maka posisi pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir dipegang oleh tiga orang sekaligus yakni KH. R. Abdullah Affandi (putra tertua), KH. R. Abdul Qodir dan KH. Ali Maksum.
Dalam deretan nama murid pertama KH. Ali Maksum terdapat nama Ahmad Warson Munawwir yang mana dalam asuhan KH. Ali Maksum, Kyai Warson benar-benar digembleng. Beliau dituntut oleh KH. Ali untuk menghapal bait-bait alfiyah, terkadang dalam proses mengapal tersebut kaki beliau diikat oleh Kyai Ali agar bisa duduk tenang ketika diperdengarkan bait-bait alfiyah. Bahkan jika beliau tidak kunjung menghapalkan bait-bait alfiyah maka akan dihukum oleh Kyai Ali, beliau sering dilempar dengan benda, disabet, dicubit bahkan dipukul. Dengan model pendidikan yang sangat disiplin yang dilakukan oleh Kyai Ali tidak mengherankan jika murid-murid pertama Kyai Ali menjadi orang-orang yang memiliki keilmuan tinggi termasuk Kyai Warson. Pada saat usia 13 tahun Kyai Warson dipercaya oleh Kyai Ali untuk mengajarkan bait-bait alfiyah kepada para santri yang notabene usianya di atas beliau, karena amanat dari sang guru beliau tetap mengajar dengan tekun.
Baca: Gus Baha Di Majlis Tahlil 7 Hari Wafatnya Romo Yai Najib
Ketika berusia 26 tahun (1970 M) beliau mempersunting Nyai Husnul Khotimah dari Kutoarjo, semenjak berumah tangga beliau memulai bisnisnya dalam dunia usaha. Beliau pernah merintis usaha jual beli mobil dan motor, selain itu beliau juga pernah memiliki percetakan di Gading sebelah utara Krapyak dengan nama Percetakan Anugerah. Beliau juga pernah beternak burung puyuh yang jumlahnya mencapai ribuan, pernah juga beliau bersama sang kakak KH. Zainal Abidin Munawwir memiliki usaha toko kelontong di sebuah kios yang kini menjadi mushola timur Komplek Q.
Pada saat usia 47 tahun yakni pada tahun 1981 M beliau berpindah dari rumah ibundanya Ny. Hj Khodijah (Sukis) di komplek pusat Pondok Pesantren Al Munawwir ke rumah barunya yang terletak di sebelah utara komplek pusat. Bangunannya terletak diantara Komplek Nurussalam dan Komplek L yang merupakan bagian dari Pondok Pesantren Al Munawwir. Ketika beliau sudah pindah dari rumah ibundanya, kegiatan mengajar tidak lagi difokuskan di komplek pesantren pusat, beliau memusatkan perhatiannya untuk mengajar di rumahnya sendiri yang kemudian hari semakin berkembang dan menjadi komplek pesantren sendiri hingga sekarang.
Selain mendirikan pesantren khusus putri di lingkungan Pondok Pesantren Al Munawwir beliau juga berhasil menyusun kamus bahasa Arab-Indonesia yang sangat populer di kalangan pesantren, tidak hanya menjadi rujukan santri di Indonesia melainkan juga di mancanegara, kamus itu dikenal dengan nama Kamus Al Munawwir. Kamus Al Munawwir ditulis dalam bimbingan Kyai Ali, selama penulisan kamus beliau menggunakan metode setoran dalam memeriksakan naskah kamus beliau kepada Kyai Ali. Beliau membawa naskah tersebut kepada Kyai Ali untuk diperiksa sambil memijiti Kyai Ali, begitu seterusnya hingga kamus tersebut selesai dikerjakan.
Kyai Warson tidak hanya berdiam diri di lingkungan pondok pesantren saja, tetapi beliau juga aktif dalam kancah perpolitikan nasional. Pernah juga menjadi seorang pengusaha, menjadi pemimpin redaksi koran Harian Duta Masyarakat, penuli kamus, penggagas berdirinya SMK Al Munawwir serta Stikes Alma Ata. Selama hidup beliau Kyai Warson hanya berguru kepada Kyai Ali maksum saja, beliau tidak pernah mondok di pesantren lain. Meskipun demikian beliau mampu menulis mahakarya kamus Arab-Indonesia Al Munawwir yang sangat fenomenal.
Baca: Sang Murobbi Dipangkuan Ilahi
Karena sudah lama menekuni proses penyusunan kamus yang dilakukan oleh beliau sambil duduk, beliau kemudian terkena penyakit ambeien. Menurut dokter hal itu disebabkan karena terlalus sering dan lama duduk, pada tahun 2012 setelah beliau jatuh saat tidur mulai mengalami sakit dan menghentikan kegiatan beliau di luar. Beberapa hari sebelum wafat Kyai Warson bercerita yang dikisahkan oleh Bu Nyai Husnul bahwa beliau bermimpi dengan Kyai Ali, dalam mimpinya Kyai Ali mengajak beliau ikut dengan Kyai Ali. Sebagai wujud ta’dzim kepada gurunya beliau mengiyakan ajakan kyai ali untuk ikut.
Oleh: Taufik Ilham
Sumber: digilib.uin-suka.ac.id
Majalah Al Munawwir Edisi VI/2014, Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak
Picture by belajarsemua.github.io