Kesunahan Wudhu seperti Tastlist dapat berubah menjadi Keharaman. Begini Penjelasannya

Ilustrasi pelaksanaan Tastlits pada basuhan wajah dalam wudhu. Sumber: NyantriYuk.id

Pengaruh Ketersediaan Air untuk Pelaksanaan Tastlits

Tidak bisa dipungkiri bahwa air merupakan sumber utama bagi kehidupan, baik bagi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan bagi makhluk hidup yang lainnya. Tidak jarang pada kehidupan sehari-hari, kita menemukan dimana disuatu tempat ataupun pada musim-musim tertentu persediaan air sangat terbatas.

Seperti ketika musim kemarau yang menyebabkan persediaan air berkurang, debit sungai menurun, sumur-sumur kering sehingga masyarakat mengalami kekurangan air. Dengan kondisi seperti itu, masyarakat akan berupaya mencari persediaan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan tak jarang bagi masyarakat untuk membeli air dan berusaha menghemat penggunaan air. Dengan itu, kebutuhan akan persediaan air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam hal ini setiap muslim memiliki kewajiban sholat, yang mensyaratkan berwudhu. Dan salah satu syarat dalam berwudhu adalah dengan menggunakan air suci mensucikan. Dengan kondisi seperti itu, bagaimana jika seseorang ingin mendapatkan kesunnahan-kesunnahan dalam berwudhu, seperti tastlist, sementara persediaan air terbatas? Atau bagaimana jika ingin mendapatkan kesunnahan-kesunnahan dalam berwudhu, sementara waktu menunjukkan mendekati batas berakhirnya waktu sholat? Berikut penjelasannya.

Keharaman Tatslits. Apakah mungkin?

Imam Syarbini dalam kitab Al-Iqna’ Fi Halli Alfadz Abi Syuja’ meperingatkatkan untuk meninggalkan kesunnahan tastlist dalam berwudhu jika dikhawatirkan berakhirnya batas waktu sholat, bahkan diharamkam ketika mengerjakan kesunnahan tastlist sedangkan waktu sudah menunjukkan batas berakhirnya sholat. Juga diharamkan mengerjakan kesunnahan tastlist dalam kondisi persediaan air terbatas atau kekurangan air dan hanya cukup digunakan untuk mengerjakan fardhu wudhu saja. Selain itu, Imam Syarbini dengan mengutip Imam Al-Jilli dalam kitab Al-I’jaz menejelaskan bahwa batasan air yang terbatas adalah ketika air tersebut cukup untuk melaksanakan fardhu wudhu masing-masing satu kali basuhan dan masih tersisa untuk minum dan kebutuhan lain. Atau air yang jika digunakan untuk taslist menyebabkan air tidak cukup digunakan untuk menyelesaikan fardhu wudhu. Berikut penjelasan dari Imam Syarbini,

(القول في طلب ترك التثليث) تنبيه قد يطلب ترك التثليث كأن ضاق الوقت بحيث لو اشتغل به لخرج الوقت فإنه يحرم عليه التثليث أو قل الماء بحيث لا يكفيه إلا للفرض فتحرم الزيادة لأنها تحوجه إلى التيمم مع القدرة على الماء كما ذكره البغوي في فتاويه وجرى عليه النووي في التحفة أو احتاج إلى الفاضل عنه لعطش بأن كان معه من الماء ما يكفيه للشرب لو توضأ به مرة مرة ولو ثلث لم يفضل للشرب شيء فإنه يحرم عليه التثليث كما قاله الجيلي في الإعجاز

(Pendapat dalam perintah untuk meninggalkan taslist) sebagai pengingat bahwa terkadang diperintahkan untuk meninggalkan taslist seperti ketika sedikitnya waktu sekiranya jika seseorang menyibukkan diri dengannya maka waktu (salat) akan berakhir maka diharamkan baginya untuk menunaikan taslist. Atau ketika sedikitnya persediaan air sekiranya tidak mencukupi baginya kecuali untuk menunaikan kefardhuan maka diharamkan untuk menambahkan (dari yang difardhukan) karena tambahan tersebut memaksa seseorang untuk bertayamum disertai cukupnya air sebagaimana Imam al-Baghawi menyebutkannya dalam kitab fatwanya dan Imam Nawawi sepakat kepadanya sebagaimana dalam kitab Tuhfah. Atau ketika seseorang membutuhkan sisa air dari wudhu karena haus seperti ketika dia memiliki air yang cukup untuk minum jika seseorang berwudu dengan air tersebut satu anggota satu kali basuhan dan jika dia melakukan taslis maka tidak tersisa air sama sekali untuk minum maka haram baginya menunaikan taslist sebagaimana Imam al-Jilli menyebutkannya dalam kitab al-I’jaz. [Imam as-Syirbiny, al-Iqna’ Fi Hilli Alfadzi Abi Syuja’, Dar al-Fikr, 1/51]

Demikian juga Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj menjelaskan tentang tastlist, bahwa diharamkan mengerjakan kesunnahan tastlist ketika waktu sholat terbatas, atau ketika mengerjakan kesunnahan tastlist dapat menyebabkan tidak dapat melakukan sholat secara sempurna. Meninggalkan kesunnahan tastlist dalam kondisi seperti itu merupakan kesunnahan tersendiri bahkan wajib bagi orang tersebut. Atau meninggalkannya sekiranya membutuhkan persediaan air untuk menghilangkan rasa haus, maupun sekiranya air cukup untuk untuk menjaga kesucian dirinya. Jadi, dalam hal ini, itu juga dilarang untuk menggunakan air tersebut untuk segala macam ibadah sunnah. Selain itu, bisa dianjurkan untuk meninggalkannya jika seseorang takut kehilangan waktu yang cukup untuk menyelesaikan shalat berjamaah dan tidak ada alternatif lain. Berikut penjelasan Ibnu Hajar Al-Haitami,

وقد يحرم بأن ضاق الوقت بحيث لو ثلث لم يدرك الصلاة كاملة فيه وقول الشارح أن تركه حينئذ سنة صوابه واجب أو احتاج لمائه لعطش محترم أو لتتمة طهره ولو ثلث لم يتم بل لو كان معه ماء لا يكفيه حرم استعماله في شيء من السنن أيضا وقد يندب تركه بأن خاف فوت نحو جماعة لم يرج غيرها

Dan terkadang (taslist) diharamkan ketika sedikitnya waktu sekiranya jika seseorang menunaikan taslist maka dia tidak dapat menunaikan salat secara sempurna dalam waktu tersebut. Pendapat pensyarah bahwa sesungguhnya meninggalkan (taslist) pada saat itu merupakan hal sunnah adapun yang benar adalah wajib. Atau ketika seseorang membutuhkan airnya karena rasa haus atau karena (untuk) menyempurnakan (ibadah) bersucinya dan jika dia menunaikan taslist maka bersucinya tidak sempurna. Bahkan jika seseorang memiliki air yang tidak mencukupi maka juga diharamkan penggunaannya untuk menunaikan sesuatu dari kesunahan. Dan terkadang disunahkan untuk meninggalkan taslist seperti ketika seseorang khawatir berakhirnya semisal salat jamaah yang tidak bisa diharapkan selain (jamaah) tersebut. [Ibn Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, al-Maktabah at-Tijariyyah Kubro, 1/230]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *