Rukun sujud dalam shalat adalah menempelkan 7 anggota badan ke tempat sujud, seperti dahi, kedua telapak tangan dan kaki. Namun, tak banyak yang mengetahui kalau terdapat diferensiasi antara anggota-anggota sujud tersebut. Dalam sujud, wajib hukumnya untuk membuka dahi sehingga menyentuh tempat sujud, sedangkan kedua telapak tangan dan kaki hukumnya sunnah untuk dibuka. Hal ini dapat diketahui dari keterangan yang termaktub dalam Hasyiyah Al-Bajuri:
(مباشرة الخ) فيجب كشف الجبهة، و يسن كشف اليدين و الرجلين.
“Wajib hukumnya untuk membuka dahi ketika sujud, sedangkan bagi telapak tangan dan kaki hukumnya sunnah.” (Hasyiyah Al-Bajuri, Juz 1, hal. 295).
Sedangkan keterangan dalam Hasyiyah Asy-Syarwani menyebutkan bahwa menutup telapak tangan ketika sujud dihukumi makruh:
(قوله ويسن كشفها الخ) قال في شرح العباب: وينبغي كراهة الستر في الكفين للخلاف في امتناعه ثم رأيت الشافعي رضي الله تعالى عنه نص على ذلك فإنه كره الصلاة وبإبهامه الجلدة التي يجر بها وتر القوس بل قضيته كراهة الصلاة وبيده خاتم أو نحوه انتهى.
حواشي الشرواني – الشرواني والعبادي – ج ٢ – الصفحة ٧٢
“Dan disunnahkan untuk membuka telapak tangan. Dalam Syarh al ‘Ubab, disebutkan bahwa menutup kedua telapak tangan ketika sujud sebaiknya dihukumi makruh, karena adanya perbedaan pendapat tentang tidak dibolehkan untuk menutupnya. Kemudian aku melihat Imam Syafi’i secara tegas menyatakan hal ini. Beliau memakruhkan shalat dengan menutupi bagian tubuh yang tipis, seperti kulit yang digunakan untuk menarik tali busur. Ini menunjukkan bahwa makruh shalat dalam keadaan memakai cincin atau benda serupa di tangan.” (Hasyiyah Asy-Syarwani, Juz 2, hal. 72).
Dalam kondisi tertentu, memang terdapat kendala untuk membuka telapak tangan, seperti ketika kondisi dingin yang sampai taraf darurat (hipotermia dll). Karena sudah diketahui bahwa menutup telapak tangan ketika sujud tidak mempengaruhi keabsahan shalat, maka perlu ditelisik lebih dalam: bagaimana hukum menutup telapak tangan ketika sujud dalam kondisi darurat (hipotermia dll)?
Dalam Ushul Fikih, kita mengenal term ‘azimah dan rukhsah. ‘Azimah diberlakukan ketika keadaan normal (tidak ada ‘udzur), sedangkan rukhsah berlaku ketika ada ‘udzur. Dari prinsip ini, dapat disimpulkan bahwa menutupi telapak tangan ketika sujud dalam kondisi darurat tidaklah dihukumi makruh sebagaimana kondisi normal, karena terdpat unsur udzur (kedinginan/hipotermia). Yang terpenting, dahi tetap dibuka dan sarung tangan yang dipakai tetap memungkinkan sebagian telapak tangan untuk menempel ke tempat sujud meskipun secara tidak langsung (munfashil).