K.H. Dalhar Munawwir lahir pada hari Kamis Pon, pukul 13.00 WIB pada tanggal 14 Sya’ban tahun Dal atau 6 Juli 1933. Beliau merupakan putra ketujuh dari sembilan bersaudara dari pasangan K.H. Muhammad Munawwir bin Abdul Rosyad dari istri yang ketiga yaitu Nyai Hj. Salimah. Beliau memiliki enam orang kakak, yakni; Nyai Hj. Hindun (sebagai kakak pertama), Nyai Aminah, Nyai Hj. Akikah, Nyai Hj. Baidah, Gus Wasil, Gus Jafar dan dua adik beliau adalah Nyai Hj. Jauharoh dan Gus Hidayatullah.
K.H. Dalhar Munawwir merupakan pengasuh di salah satu bagian pesantren otonom dari Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta yakni Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek Nurussalam yang terletak diantara Komplek Q dan Komplek L dan terletak di perbatasan Kota Yogyakarta.
K.H. Muhammad Munawwir merupakan ayahanda sekaligus guru pertama beliau dalam mempelajari al-Quran. Dari kecil beliau sudah menggeluti ilmu al-Quran kepada ayahandanya hingga K.H. M. Munawwir wafat pada tahun 1942. Ketika beliau sudah dewasa, beliau melanjutkan mendalami al-Quran kepada K.H. Abdul Qodir Munawwir yang tidak lain adalah kakak beliau sendiri. Tidak hanya itu, beliau juga mempelajari kitab-kitab klasik kepada kakak iparnya, yaitu K.H. Ali Maksum. Pada waktu itu, K.H. Dalhar Munawwir beserta saudara- saudaranya yang lain; K.H. Ahmad Warson Munawwir, K.H. Zuhdi Dakhlan, K.H. Hasyim dan K.H. Nursidi mengaji kepada K.H. Ali Maksum.
Baca: Kisah Ibu Nyai Sukis Dan Jangan
Seperti tradisi para Kiai pesantren lainnya, rihlah keilmuan beliau tidak hanya didalami di lingkungan Pondok Krapyak saja, sekitar tahun 1959 beliau juga belajar kepada K.H. Nahrowi Dalhar (salah satu kiai kharismatik di pulau Jawa) yang merupakan pengasuh serta pendiri pesantren di Watucongol Magelang sewaktu posonan (pengajian di bulan Ramadhan). K.H. Dalhar Munawwir juga pernah menimba ilmu langsung kepada K.H. Siroj (Payaman), K.H. Musyafa’ (Kaliwungu), K.H. Dimyathi (Comal Pemalang), K.H. Bisri Mustofa (Rembang), dan K.H. Suyuthi (Rembang).
Pada tahun 1958 di usia 25 tahun K.H. Dalhar Munawwir mempersunting Nyai Hj. Rr. Makmunah, putri seorang Kiai dari Purworejo Jawa Tengah, yaitu K.H. Raden Ahmad Siroj atau Kiai Ahmad Jambul. Beliau dikaruniai lima anak laki- laki, yakni; K.H. Fuad Asnawi, K.H. Fathoni, K.H. Fairuzi Afiq, K. Faishol Majdi, dan K. Fahmi, serta seorang anak perempuan bernama Fanny Rifqoh.
Di bawah asuhan K.H. Dalhar Munawwir, pesantren ini menjadi semakin berkembang dengan masuk dan bertambahnya santri putra yang datang dari berbagai penjuru daerah di Jawa bahkan hingga luar Jawa seperti Bali, Sumatera, dan daerah lainnya. Pada masa inilah bersamaan dengan berubahnya nama Pondok Pesantren Putri Krapyak, menjadi Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek Nurussalam. Kata “Nurussalam” (cahaya keselamatan) sendiri disandarkan kepada pendiri pertama Pondok Putri yaitu Ibu Nyai Hj Salimah Munawwir yang tak lain merupakan ibunda K.H. Dalhar Munawwir.
Baca: Kyai Muhammad Tanwir Abdul Jalil Dan Ketawadhuannya
Hubungan K.H. Dalhar Munawwir dengan para santri seperti seorang bapak dengan anak-anaknya, beliau lebih senang memanggil santrinya dengan sebutan anak-anakku. Begitu juga beliau tidak begitu senang dipanggil Kiai oleh para santrinya, beliau lebih senang dipanggil “Bapak” atau “Mbah”. Kedekatan K.H. Dalhar Munawwir dengan para santrinya bagaikan sebuah keluarga besar, hal ini bisa dilihat dari berbagai kegiatan atau rutinitas yang ada di pesantren, beliau sering terjun langsung setiap hari mengawal kegiatan santri-santrinya di Pondok Pesantren Nurussalam. K.H. Dalhar Munawwir tidak pernah membedakan antara santri yang satu dengan santri yang lain, baik santri itu merupakan anak kyai atau bukan dalam pandangan beliau semua santri itu sama yaitu sebagai anak-anak yang ingin menuntut ilmu.
An-Namiqotu fil Qowa’idil Fiqhhiyyah merupakan karya K.H. Dalhar Munawwir yang ditulis langsung oleh beliau pada waktu itu, yang berisi 40 kaidah fiqih menggunakan bahasa Indonesia-Arab. Tidak hanya itu beliau juga menulis sebuah kumpulan tulisan Khutbah Jum’at yang beliau tulis sendiri ketika beliau menjadi Khotib Sholat Jum’at.
Pada hari Rabu, 18 November 2009, jam 10.00 WIB, Kiai yang istiqomah dalam kesederhanaan itu ‘berpulang’ di usianya yang ke-76 tahun. Pada waktu itu beliau di rawat di RSUD Wirosaban Kota Gede Yogyakarta, karena beliau mempunyai penyakit radang paru-paru.
Sebelum disemayamkan, jenazah disholatkan di Masjid Pondok Pesantren Al- Munawwir. Kemudian dibawa ke tempat peristirahatannya yang terakhir yakni di komplek makam keluarga Dongkelan, sesuai wasiat K.H. Dalhar Munawwir beliau ditempatkan di sebelah barat istri tercintanya, Nyai Hj. Rr. Siti Makmunah.
Oleh: Tim Redaksi
Sumber: almunawwir.com, el tasrih Komplek L
Picture by instagram @nurussalamkrapyak