Bersiwak Bagi Orang Ompong
Orang yang ompong adalah orang yang tidak memiliki gigi dikarenakan giginya ada yang sudah tanggal, dicabut, tidak tumbuh, atau tidak terbentuk. Orang yang ompong, menurut ulama tetap dianjurkan untuk bersiwak setiap akan wudhu dan setiap akan sholat. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Fath al-Mu’in:
وإنما يتأكد السواك ولو لمن لا أسنان له لكل وضوء ولكل صلاة فرضها ونفلها
Dan sesungguhnya siwak (kesunahannya) dikukuhkan meskipun bagi orang yang tidak memiliki gigi untuk setiap wudhu dan salat baik yang fardhu maupun sunah [Zainuddin al-Malibari, Fath al-Muin, Dar Ibn Hazm, 52]
Sedangkan tata cara bersiwak bagi orang yang ompong tidak ditemukan penjelasan secara detail dalam kitab. Oleh karena itu, dipakai pendekatan siwaknya orang biasa, yaitu disarankan untuk memegang siwak dengan tangan kanan dan menggosokkanya dari sisi kanan hingga mencapai sisi kiri. Kemudian membersihkan gusi, lidah, dan langit-langit mulut dengan lembut menggunakan siwak. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:
يندب إمساك السواك باليمنى، لأنه المنقول عن النبي صلى الله عليه وسلم فيما اتفق عليه من حديث عائشة رضوان الله عليها قالت: كان النبي صلى الله عليه وسلم يعجبه التيامن في تنعله وترجله وطهوره، وفي شأنه كله وفي رواية وسواكه، ثم يجعل الخنصر أسفل السواك والأصابع فوقه، كما رواه ابن مسعود عن رسول الله صلى الله عليه وسلم. ويبدأ من الجانب الأيمن ويمر به عرضا أي عرض الأسنان، لأن استعماله طولا قد يجرح اللثة، لما روي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: استاكوا عرضا وادهنوا غبا أي يوما بعد يوم واكتحلوا وترا. ثم يمر به على أطراف الأسنان العليا والسفلى ظهرا وبطنا، ثم على كراسي الأضراس، ثم على اللثة واللسان وسقف الحلق بلطف.
ومن لا أسنان له يستاك على اللثة واللسان وسقف الحلق، لأن السواك وإن كان معقول المعنى إلا أنه ما عرى عن معنى التعبد، وليحصل له ثواب السنة. وهذه الكيفية لا يعلم فيها خلاف
Disunahkan menahan siwak dengan tangan kanan, karena hal tersebut diriwayatkan dari Nabi saw. dalam hadis yang telah disepakati ulama dari hadis Sayyidah Aisyah ra. yang berkata bahwa Nabi saw. menyukai mendahulukan (anggota) kanan dalam memakai sandal, berjalan, bersucinya dan dalam seluruh keadaannya. Dalam satu riwayat dalam bersiwaknya. Kemudian beliau menjadikan jari kelingking dibagian bawah siwak dan jari-jari yang lain diatasnya. Hal tersebut sesuai dengan yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud dari Rasulullah saw. Dimulai dari arah kanan dan menjalankannya secara melintang maksudnya lebar gigi. Karena sesungguhnya menggunakan (siwak) secara memanjang terkadang melukai gusi. Hal tersebut sesuai dengan sesuatu yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. yang bersabda: Bersiwaklah kalian semua secara melintang, ber minyakilah rambut secara berkala maskudnya hari demi hari, dan gunakanlah celak dengan bilangan ganjil. Kemudian menjalankan siwak kearah gigi bagian atas dan bawah sisi luar dan dalam, kemudian kearah gigi geraham kemudian arah gusi, lidah, dan langit-langit tenggorokan dengan halus.
Dan barangsiapa yang tidak memiliki gigi (ompong) bersiwak pada gusi, lidah, dan langit-langit tenggorokan. Karena sesungguhnya siwak adalah meskipun dari makna yang dipahami kecuali siwak yang sepi dari makna menyembah dan menghasilkan pahala sunah.
Tata cara ini tidak diketahui adanya perbedaan pendapat didalamnya.
Tusuk Gigi sebagai Alat Bersiwak
Secara umum, bersiwak adalah kegiatan membersihkan gigi dan area dalam mulut. Bersiwak sendiri diambil secara bahasa dari penggunaan Kayu Arok sebagai alat pembersih gigi. Namun secara istilah adalah kegiatan membersihkan gigi dengan menggunakan alat apapun yang memiliki tekstur kasar/keras [Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Bajuri, Dar al-Kutub Ilmiyah, 80].
Tusuk gigi termasuk dalam salah satu alat untuk membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan yang ada di sela-sela gigi. Hal tersebut juga termasuk kesunahan menurut syariat sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Fath al-Muin:
وينبغي أن ينوي بالسواك السنة ليثاب عليه ويبلع ريقه أول استياكه وأن لا يمصه ويندب التخليل قبل السواك أو بعده من أثر
Dianjurkan untuk berniat sunah bersiwak supaya mendapat pahala dan menelan ludahnya pada proses awal bersiwak serta tidak meludahkannya. Dan disunahkan untuk menyela-nyela gigi sebelum bersiwak atau sesudahnya dari sisa (makanan) [Zainuddin al-Malibari, Fath al-Muin, Dar Ibn Hazm, 52]
Sehingga penggunaan tusuk gigi untuk menyela-nyela gigi memiliki pahala kesunahan tersendiri. Dan kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan dalam kesunahan bersiwak.
Namun, jika seseorang menggunakan tusuk gigi layaknya orang yang menggunakan siwak yaitu dengan menjalankan tusuk gigi sebagaimana yang telah disebutkan terkait tata cara bersiwak maka termasuk kategori pahala kesunahan bersiwak. Karena tusuk gigi juga terbuat dari kayu dan memiliki tekstur kasar/keras.
حاصله أن الأفضل الأراك ثم جريد النخل ثم الزيتون ثم ذو الريح الطيب ثم بقية الأعواد
Kesimpulannya bahwa sesungguhnya yang paling utama adalah Kayu Arok kemudian pelepah kurma kemudian (kayu) pohon zaitun, kemudian sesuatu yang memiliki bau yang sedap kemudian kayu-kayu yang lain. [al-Bujairomi, Hasyiyah al-Bujairomi ala al-Khotib, Dar al-Fikr, 1/123]
Wallahu a’lam bisshowab