Kesunahan Wudhu seperti Tastlist dapat berubah menjadi Keharaman. Begini Penjelasannya

Bagaimana jika pelaksanaan sunah hanya dengan Qoshdu saja?

Lebih lanjut, muncul pertanyaan apakah dapat dihitung telah mengerjakan kesunnahan tatslits hanya dengan qoshdu (niat) saja? Tidak dapat dikatakan telah mengerjakan kesunnahan tastlist dikarenakan tidak berdampingan antara qoshdu (niat) dengan fi’lu. Demikian juga jika fi’lu saja tanpa adanya qoshdu (niat). Hal ini sebagaimana berdasarkan pendapat Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi dalam kitab Fathul Qorib, bahwa:.

(النية). وحقيقتها شرعا قصد الشيء مقترنا بفعله؛

(Niat) adapun hakikat dari niat menurut syara’ adalah menyengaja melakukan sesuatu disertai dengan melakukannya. [Muhammad bin Qasim, Fath al-Qarib, Dar Ibn Hazm, 31]

Meskipun demikian, hanya dengan qoshdu (niat) tetap mendapatkan pahala niat melakukan kebaikan.  Hal ini berdasarkan pendapat Imam Ibnu Bathal dalam kitab Syarah Shohih Bukhori yang didasarkan pada hadits Nabi Muhammad Saw, bahwa:

وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ، فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً

Barang siapa bermaksud untuk melakukan keburukan dan belum melakukannya maka Allah mencatat keburukan tersebut baginya kebaikan yang sempurna. Dan apabila dia bermaksud melakukan keburukan dan melakukannya maka Allah mencatat keburukan tersebut baginya satu keburukan. [Ibn Bathol, Syarh Shohih al-Bukhori, Maktabah al-Rosyad, 10/199]

قال المؤلف: هذا حديث شريف بينّ فيه النبى (صلى الله عليه وسلم) مقدار تفضل الله على عباده بأن جعل هموم العبد بالحسنة، وإن لم يعملها حسنة، وجعل همومه بالسيئة إن لم يعملها حسنة

Sang pengarang kitab berkata hadis ini merupakan hadis yang mulia. Nabi ﷺ menjelaskan didalamnya kadar anugrah Allah bagi hamba-Nya dengan menjadikan kehendak hamba tentang suatu kebaikan meskipun belum menunaikannya sebagai suatu kebaikan. Dan (Allah) menjadikan kehendak hamba tentang keburukan jika dia belum menunaikannya sebagai suatu kebaikan. [Ibn Bathol, Syarh Shohih al-Bukhori, Maktabah al-Rosyad, 10/199]

Demikian penjelasannya. Wallahua’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *