Batasan-Batasan Gerakan Yang Membatalkan Shalat

Pertanyaan :

Bagaimana batasan dari “al-‘amal al-katsir” (gerakan banyak) yang membatalkan shalat dan batasan “al-‘amal al-qolil” (gerakan sedikit) yang tidak membatalkan shalat pada redaksi  والعمل الكثير المتوالي الخ… ، أما العمل القليل فلا تبطل الصلاة به?

Jawab :

Dalam redaksi tersebut dapat dijelaskan bahwa gerakan di dalam shalat yang berkaitan dengan batal tidaknya shalat terbagi menjadi dua macam, yaitu gerakan banyak (الفعل الكثير) dan gerakan sedikit (الفعل القليل). Berikut ini adalah penjabarannya:

  1. Gerakan banyak (الفعل الكثير)

Gerakan banyak (الفعل الكثير) adalah gerakan sebanyak tiga kali atau lebih. Gerakan banyak dapat membatalkan shalat baik dikerjakan karena sengaja, lupa, atau tidak tahu (hukum keharamannya)[1] apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Gerakan tersebut sebanyak tiga kali atau lebih, baik dilakukan oleh anggota tubuh sejenis ataupun anggota tubuh yang berbeda.
  2. Gerakan tersebut dikerjakan berturut-turut (nuli-nuli).

Gerakan dianggap berturut-turut dihitung dengan kebiasaan pada umumnya (‘urf). Sebagian ulama memperkirakan dua gerakan dianggap berturut-turut apabila antara gerakan pertama dan kedua atau gerakan kedua dan ketiga memiliki jeda kira-kira sepanjang surat Al-Ikhas atau al-baqiyatu as-sholihat, atau satu rakaat yang ringan.

  • Gerakan tersebut dilakukan oleh anggota tubuh utama (ثقيل)

Yang termasuk anggota tubuh utama antara lain adalah kaki, tangan, kepala, telapak tangan, paha, bahu, dan lainnya. Dikecualikan dari anggota tubuh utama adalah anggota tubuh ringan (خفيف) yang meliputi bibir, telinga, lidah, penis, pelupuk mata, jari-jari tangan/kaki, dan hidung. Oleh sebab itu apabila seseorang melakukan gerakan anggota tubuh yang ringan lebih dari tiga gerakan secara berturut-turut maka tidak membatalkan shalat walaupun disengaja selama tidak diniatkan untuk guyonan (main-main).

  • Gerakan tersebut yakin telah dilakukan. Oleh sebab itu apabila seseorang ragu apakah telah melakukan gerakan tiga kali berturut dengan anggota tubuh utama atau tidak, maka shalatnya tidak batal.
  • Gerakan tersebut bukan merupakan gerakan yang sejenis dari gerakan rukun shalat ( (ركن فعلي.

Apabila seseorang melakukan gerakan sejenis rukun shalat bukan pada tempatnya secara sengaja, misalnya melakukan rukuk secara sengaja yang bukan pada waktunya rukuk, maka hal tersebut dapat membatalkan shalat meskipun dilakukan hanya satu kali.

  • Gerakan tersebut bukan gerakan refleks (بغير اختياره), gerakan dalam keadaan perang (شدة الخوف), gerakan karena tidak bisa menahan gatal, gerakan karena kaget, atau gerakan saat shalat sunnah saat perjalanan (نفل السفر). Oleh sebab itu dalam keadaan-keadaan tersebut gerkan banyak tidak membatalkan shalat selama tidak melampaui batas atau tidak untuk guyonan.
  • Gerakan Sedikit (الفعل القليل)

Gerakan yang bisa dikategorikan sebagai gerakan sedikit (الفعل القليل) adalah sebagai berikut:

  1. Gerakan dari anggota tubuh utama yg kurang dari tiga kali walaupun  dilakukan berturut-turut.
  2. Gerakan tubuh utama yang dilakukan tiga kali atau lebih tetapi tidak berturut-turut.

Gerakan sedikit tersebut tidak membatalkan shalat walaupun dikerjakan dengan sengaja apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Bukan diniatkan untuk guyonan (main-main)

Oleh sebab itu apabila melakukan gerakan karena guyonan walaupun dilakukan satu kali maka dapat membatalkan shalat.

  • Bukan gerakan fahisyah (keterlaluan)

Contoh dari gerakan fahisyah adalah melompat, berjoged dan lain-lain. Oleh sebab itu apabila seseorang melakukan gerakan fahisyah meskipun dilakukan satu kali maka dapat membatalkan shalat.

  • Bukan diniatkan untuk melakukan tiga gerakan.

Oleh sebab itu apabila seseorang meniatkan melakukan tiga kali gerakan maka pada saat melakukan gerakan yang pertama sudah bisa dianggap  membatalkan shalat.

Catatan: Dalam hal melangkahkan kaki dalam shalat, satu langkah kaki dihitung satu gerakan, lalu langkah kaki yang lain dihitung gerakan kedua. Sedangkan menggerakkan tangan dengan mengangkat tangan hingga mengembalikan tangan dihitung satu gerakan selama mengangkat dan mengembalikan tangan tersebut masih dapat dianggap berturut-turut (mutawaliyah), meskipun dalam mengembalikan tangan tersebut berada di tempat yang berbeda. Tetapi tidak demikian dengan mengangkat kaki. Apabila mengangkat kaki lalu meletakkannya kembali di tempat yang berbeda, maka hal tersebut dihitung dua gerakan. Jika setelah diangkat lalu diletakkan di tempat yang sama, hal tersebut dihitung satu gerakan.

Referensi:

[السيد احمد بن عمر الشاطرى ,نيل الرجاء بشرح سفينة النجاء،= دار المنهاج/  ٢٠٣-٢٠٤ [

 )وثلاث حركات متواليات ولو سهوا ) المعنى : أن الصلاة تبطل أيضا بالعمل الكثير ولو من الناسي والجاهل المعذور ، وهوثلاثة أفعال فأكثر متابعة عرفا ؛ بحيث لا يعدّ الفعل الثاني منقطعة عن الأول ، ولا الثالث منقطعة عن الثاني ، ولا فرق بين أن يكون بعضو واحد أو بأكثر ، لكن بشرط أن يكون ثقيلا ؛ كاليد و الرجل والرأس واللحيين ، فلا يضر بالخفيف كالأصابع وحدها والأجفان والشفة ولو مرارة متعددة متوالية وخرج بـ ( الكثير ) القليل ، وهو ما قل عن الأفعال الثلاثة وإن تتابع ، أو كان ثلاثة فأكثر ولم يتابع . هذا كله ما لم يقصد اللعب ، ولم يكن ضروريا لا يقدر على تركه ؛ كحكة الجرب ، وإلا ضر في الأولى مطلقا ولو قليلا بعضو خفيف ، ولم يضر في الثانية مطلقا.

[نووي الجاوي، نهاية الزين، صفحة 89-٩٠]

(و) الثَّالِث ب (فعل كثير) عرفا إِذا كانَ كثيرا يَقِينا ثقيلا (وَلَاء) بِغَيْر عذر وَلَا فرق فِي الْفِعْل الْمُبْطل بَين عمده وسهوه فَيبْطل مُطلقًا (وَلَو سَهوا) سَوَاء كَانَ من جنس وَاحِد (كثلاث خطوَات) أَو ضربات مُتَوَالِيَة أَو من أَجنَاس كخطوة وضربة وخلع نعل وَيفهم مِمَّا تقدم أَن ضَابِط الْكَثْرَة الْعرف فَمَا يعده النَّاس كثيرا يضر مثل ثَلَاث خطوَات وَإِن كَانَت بِقدر خطْوَة وَاحِدَة وَالْمُعْتَمد أَن الخطوة نقل الْقدَم إِلَى أَي جِهَة كَانَت فَإِن نقلت الْأُخْرَى عدت ثَانِيَة سَوَاء سَاوَى بهَا الأولى أم قدمهَا عَلَيْهَا أم أَخّرهَا عَنْهَا وَذَهَاب الرجل وعودها يعد مرَّتَيْنِ مُطلقًا بِخِلَاف ذهَاب الْيَد وعودها على الِاتِّصَال فَإِنَّهُ يعد مرّة وَاحِدَة وكَذَا رَفعهَا ثمَّ وَضعهَا وَلَو فِي غير موضعهَا وَأما رفع الرجل فَإِنَّهُ يعد مرّة ووضعها يعد مرّة ثَانِيَة إِن وَضعهَا فِي غير موضعهَا وَالْفرق بَين الْيَد وَالرجل أَن الرجل عَادَتهَا السّكُون بِخِلَاف الْيَد وَلَو نوى الْفِعْل الْكثير وَشرع فِيهِ بطلت صلَاته لِأَنَّهُ قصد الْمُبْطل وَشرع فِيهِ

[البكري الدمياطي، إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ٢٤٨/١]

(قوله: بفعل كثير) أي وتبطل الصلاة بصدور فعل كثير منه. وقوله: يقينا منصوب بإسقاط الخافض، أو على الحال. وهو قيد في الكثرة المقتضية للبطلان. أي أن كثرة الفعل لا بد أن تكون يقينية وإلا فلا بطلان. والحاصل ذكر للفعل المبطل ستة شروط: أن يكون كثيرا، وأن تكون كثرته بيقين، وأن يكون من غير جنس أفعالها، وأن يصدر من العالم بالتحريم، وأن يكون ولاء، وأن لا يكون في شدة الخوف ونفل السفر.

]البكري الدمياطي، إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ٢48/1[

(قوله: إن صدر) أي ذلك الفعل الكثير. وقوله: ممن علم تحريمه أي من مصل علم تحريم الفعل الكثير في الصلاة. وقوله: أو جهله هو مفهوم العلم. وقوله: ولم يعذر أي في جهله، بأن يكون بين أظهر العلماء وبعيد عهد بالاسلام. وهو قيد في الجهل، وخرج به المعذور فلا يبطل فعله الكثير.

[الكاف، التقريرات السديدة في المسائل المفيد = دار المراث النبوي،1/263-264]

الثاني : الفعل الكثير.

وهو ثلاث حركات ولو سهوا، بشرط أن تكون متوالية.[2] ضابط التوالي: بحيث تنسب الحركة الثانية إلى الحركة الأولى، والحركة الثالثة إلى الثانية ، وتكون غير متوالية بحيث لا تنسب ، ويكون ذلك بالعرف، وقدره بعضهم بأن يفصل بينهم بقدر سورة ( قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ)، أو بقدر : «الباقيات الصالحات» .

و مسائل في الفعل الكثير في الصلاة :

 (1) الخطوة من الرجل تعتبر حركة واحدة، فإن قلت معها الرجل الأخرى فتعتبر حرکتین[3] وذهاب اليد ورجوعها، أو وضعها ورفعها، يعتبر حركة واحدة إذا كان متصلة، أي : بدون توقف.

(۲) الحركة الواحدة أو الحركتان : لا تبطل الصلاة وإن تعمدها، إلا في ثلاث حالات فتبطل الصلاة، وهي :

ا- إذا كانت بقصد اللعب

۲- إذا كانت فاحشة أو ضربة مفرطة .

٣ – إذا نوى أن يتحرك ثلاث حركات، فبمجرد أن يشرع بالحركة الأولى بطلت صلاته؛ لأنه شرع في مبطل

(۳) الحركة الكثيرة المتوالية: تبطل الصلاة إلا في أربع حالات فلا تبطل، وهي:

١ – إذا كانت الحركة بالأعضاء الخفيفة، وهي مجموعة في قول بعضهم

فشفــــة، والأذن، واللســــان         وذكــر، والجفــن، والبنــــان

تحريكهن إن تــوالي وكثـــر        بغیرعذرفي الصلاة – لا يضر

۲- إذا كانت بغير اختياره، کشدة برد.

٣ – إذا كان مبتلئ بجرب ولم يقدر على الصبر عن الحك.

٤ – إذا كانت في صلاة شدة الخوف.


[1] Orang yang tidak tahu hukum  (جاهل بتحريم الحكم) terbagi menjadi dua, yaitu tidak tahu bukan karena udzur dan tidak tahu karena udzur. Untuk  orang yang tidak tahu hukum keharaman bergerak banyak dalam shalat bukan karena ada udzur, maka gerakan tersebut tetap membatalkan shalat. Misalnya tidak tahu bukan karena ada udzur adalah ketidaktahuan seseorang karena tidak mau belajar. Sedangkan dalam redaksi kitab I’anah Ath-Thalibin juz 1 hlm. 248 dijelaskan bahwa orang yang tidak tahu hukum keharaman bergerak banyak dalam shalat selama karena ada udzur atas ketidaktahuannya, maka hal tersebut tidak membatalkan shalat. Misalnya tidak tahu karena ada udzur adalah ketidaktahuan seseorang karena baru masuk islam atau seseorang yang jauh dari ulama.

[2]وبشرط أن تكون من غير جنس الصلاة، وأن تصدر من العالم بالتحريم، وأن لا تكون في صلاة شدة الخوف ولا في نقل السفر.

[3] وهو معتمد ابن حجر في «التحفة، والرملي، وسواء أنقلها إلى محاذاة الأخرى أم أقرب منها أم أبعد.

Photo by konfirmasitimes.com

Batasan Najis yang Tidak Di-ma’fu

Pertanyaan :

Bagaimana batasan najis tidak di-ma’fu (kedatangan najis yang tidak dima’fu) pada redaksi “وحدوث النجاسة التي لا يعفى عنها” ,?

Jawaban:

Pembahasan najis sangatlah luas. Secara umum najis yang mudah dihindar dan dibersihkan maka tidak di-ma’fu. Dalam redaksi tersebut dijelaskan bahwa salah satu batalnya shalat adalah terdapatnya najis yang tidak di-ma’fu. Maksudnya adalah terdapatnya najis yang tidak di-ma’fu pada badan, pakaian, dan tempat orang yang sedang shalat. Oleh sebab itu untuk mengetahui secara rinci batasan najis yang tidak di-ma’fu tersebut maka perlu diketahui pembahasan batasan najis yang di-ma’fu pada badan, pakaian, dan tempat[1] ketika shalat dilaksanakan. Adapun beberapa macam najis-najis yang di-ma’fu sudah dibahas dalam musyawarah Fathul Qorib edisi pertama tanggal 28 Agustus 2020.

Perlu diketahui pula, bahwa permasalahan tentang najis ini sudah dijelaskan dalam fashl tentang syarat sah shalat. Sedangkan syarat sah tersebut menuntut harus terus-menerus terpenuhi selama shalat berlangsung (istimrar ila akhiris shalat). Bila tidak terpenuhi, maka shalatnya batal. Sehingga, dengan demikian, syarat sah shalat berupa harus suci dari najis di badan, pakaian dan tempat shalat mushalli ini harus terus terpenuhi sejak sebelum shalat hingga shalat selesai ditunaikan.

Selanjutnya, yang membatalkan shalat adalah ketika di tengah shalat mushalli terkena najis yang tidak di-ma’fu, baik kering atau basah, baik di pakaian atau badan, dan mushalli mengetahui bahwa benda tersebut adalah najis yang dapat membatalkan shalat, tetapi tidak seketika dibuang.[2] Berbeda jika mushalli seketika membuang najis tidak di-ma’fu yang mengenai badan atau pakaiannya tersebut, atau seketika melepas pakaian yang terkena najis tanpa menggenggamnya, maka hal tersebut tidak membatalkan shalat.[3]

Referensi:

[محمد نووي بن عمر الجاوي, توشيح على ابن قاسم ص 66]

(و) الرابع (حدوث النجاسة) الرطبة أو اليابسة (التي لا يعفى عنها) على بدنه وثوبه وعلم بها من غير إزالتها حالا (ولو وقع على ثوبه) أو بدنه (نجاسة يابسة) أو رطبة (فنفض ثوبه) أو نزعه من غير قبض ولا حمل أو غسلها بصب الماء عليها أو غمس محلها في ماء كثير عنده (حالا) أي قبل مضي أقل الطمأنينة (لم تبطل صلاته) فإن لم يعلم بها إلا بعد الفراغ من الصلاة وجبت عليه الإعادة.


[1] Definisi mengenai badan, pakaian dan tempat shalat sudah dibahas dalam musyawaroh Fathul Qarib seri kedua, tanggal 11 September 2020.

[2] Batasan “seketika” di sini adalah sebelum melewati paling sedikitnya thuma’ninah dalam shalat, dihitung sejak awal mushalli mengetahui ada najis di tubuh atau pakaiannya.

[3] Jika mushalli setelah shalat baru mengetahui bahwa di tubuh atau pakaiannya terdapat najis yang tidak di-ma’fu, maka wajib baginya untuk mengulangi shalatnya (i’adah).

Photo by detik.net.id