Gus Baha Di Majlis Tahlil 7 Hari Wafatnya Romo Yai Najib

Pada Ahad (10/01) sekitar pukul 20:30 waktu setempat Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak menggelar Majlis Tahlil 7 hari wafatnya Syaikhuna KH. R Najib Abdul Qodir, Majlis Tahlil ini digelar di gedung Aula G Pondok dan dihadiri oleh jamaah yang memadati lingkungan Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak. Dalam acara Majlis Tahlil ini dihadiri juga oleh Gus Baha yang memberikan Mauidhoh Hasanah kepada para jamaah.

Gus Baha bercerita bahwasanya dulu ayah beliau Kyai Nursalim itu akrab dengan Romo Yai Najib, ayahanda beliau merupakan seniornya Romo Yai Najib. Saya (Gus Baha) dengan Krapyak mempunyai hubungan kekeluargaan karena dulu Mbah Munawwir itu ngaji dengan Mbah Sholeh Darat sedangkan Mbah Sholeh Darat pernah ngaji dengan buyut saya yakni Asnawi Sepuh, jadi duriyatan min ba’duha jadi semua saling menghormati. Keluarga Mbah Munawwir itu membawa Al Qur’an, membawa Al Qur’an itu tidak harus hapal, ada yang hidmah membina orang berbagai macam jadi tidak harus menghapalkan Al Quran. Dulu juga dalam dunia Gus ada Gus Miek (Hamim Tohari Djazuli) pokoknya ada banyak Gus yang membina orang berbagai macam yang terpenting yaitu mempunyai mental membina masyarakat.

Baca: Lima Hal Yang Akan Dihadapi Di Akhirat

Sebagai seorang santri hendaknya kita ketika sudah boyong kelak bisa membina masyarakat karena jika kita tidak mau memimpin dengan madzhab ahlu sunnah wal jamaah dan menghindarinya artinya kita sudah membiarkan umat dipimpin oleh kelompok lain dan bisa saja dipimpin oleh orang yang mubtadiah, orang yang kafiroh, orang yang mudillah bisa juga orang yang mukhtariah. Jadi jangan sampai membiarkan umatnya kanjeng nabi dipimpin oleh orang-orang yang tidak ahli sunnah wal jamaah.

Karena diluar sana untuk senang itu harus menunggu punya uang dan punya pangkat dulu, tapi para santri ketika khataman Al Qur’an mayoran saja sudah senang sudah bisa senang khatam meskipun khatamnya itu tidak karuan yang penting khatam asalkan tidak dites saja. Karena senang terhadap kebaikan merupakan sebuah perlawanan terhadap kemungkaran, orang harus senang dengan kebaikan karena itu bentuk perlawanan terhadap senang harus lewat maksiat. Dalam kitan kasyifatus saja ada sebuah redaksi mengatakan bahwa cara melawan setan diantaranya kita harus menikmati sesuatu yang tidak haram, misalnya para santri Krapyak tinggalnya di kota itu berat karena di kota itu apa saja ada tapi para santri itu senang ketika bisa setoran tidak keliru saja sudah senangnya luar biasa atau ketika setoran keliru pas Kyainya ngantuk itu senang, senangnya karena keliru sedikit tidak ketahuan oleh kyainya.

Baca: Obituari untuk KH R. M. Najib Abdul Qodir, Sang Pembawa Al-Qur’an

Contoh yang lainnya yaitu ketika bayar iuran khataman 3 juta kemudian ngomong sama orang tuanya bayar 5 juta, senang meskipun membohongi orang tuanya, itu didukung oleh agama yang terpenting tidak haram. Kenapa membohongi orang tua halal karena orang tuanya ridho, jadi halalnya itu terlambat  membohongi orang tua itu haram tapi ketika orang tuanya ridho jadi halal. Kalau misal orangtuanya tidak ridho itu ya kebangetan orang tua macam apa.

Jadi dalam beragama itu membutuhkan orang yang adnal halat supaya orang bisa tahu batas minimal suatu perkara, para santri juga harus bisa mengerti ukuran baik itu bisa mengambil sikap adnal halat (sikap paling rendah) karena agama ini butuh nilai minimal, jadi jangan membayangkan dunia itu ideal bisa-bisa kita menjadi khawarij karena khawarij itu membayangkan dunia itu ideal sampai nabi saja digugat oleh mereka.

Oleh: Taufik Ilham