Ibu Nyai Hindun Dari Krapyak Hingga Kempek

Nyai Hj. Hindun lahir pada hari Selasa Kliwon, jam 01.00, tanggal 17 Shoffar 1340 H tahun Ha (1852), Nyai Hindun merupakan putri pertama dari K.H. M. Munawwir sebagai pendiri Pondok Pesantren Al Munawwir dari istri ke 3 yakni Ibu Nyai Salimah dari Wonokromo, Bantul. Adapun adik-adik beliau diantaranya yakni; Aminah, Ny. Zulaikha, Hidayatullah, Washil, Ja’far, K.H. Dalhar Munawwirr, Ny. Hj.  Jauharoh dan Ny. Hj. Badi’ah.

Nyai Hj. Hindun menikah dengan Kiai Yusuf Harun yakni putra pertama dari K.H. Harun Abdul Jalil dari istri Ny.Ummi Laila, Kempek Cirebon dan kemudian setelah menikah Nyai Hj. Hindun menetap di Kempek. Setelah K.H. Yusuf Harun wafat dalam usia muda karena sakit cacar kemudian Nyai Hindun menikah dengan K.H. Umar Sholeh yakni putra kedua dari K.H. Harun Abdul Jalil dari istri Ny. Mutimmah, Kempek Cirebon. Karena atas permintaan guru dan ayahandanya sebagai bukti sam’an watho’atan supaya tetap mengembangkan ilmu al-Qur’an dan juga demi mendapatkan rida dari sang Kiai. K.H. Umar Sholeh merupakan salah satu murid K.H. M. Munawwir diantara banyaknya murid yang pernah mengaji dengan K.H. M. Munawwir bin Abdullah Rosyad. Hal ini semata-mata untuk menjaga kelangsungan persaudaraan Nyai Hindun agar terus menetap di Kempek tanpa harus kembali ke Yogyakarta untuk mengasuh putri tunggalnya yakni buah pernikahannya dengan Kiai Yusuf Harun.

Baca: Hubungan Silsilah Kempek dan Krapyak: Mengenal Sosok K. Zainuddin (1)

Adapun dari pernikahan Nyai Hindun dan K.H. Yusuf Harun melahirkan seorang putri tunggal yang bernama Nyai Hj. Jazilah Yusuf. Beliau Nyai Hj. Hindun merupakan sosok yang bersahaja dan suka bersedekah, beliau merupakan seorang putri yang patuh terhadap orang tuanya. Dibuktikan dengan kesungguhan beliau dalam mengaji dan mempelajari al-Qur’an langsung dengan orang tuanya yakni K.H. M. Munawwir dan kakaknya yaitu K.H. Abdul Qodir (putra ke 5 dari pernikahan K.H. M. Munawwir dengan RA.Mursidah) sehingga beliau menjadi sosok yang dikagumi dan dihormati oleh keluarga dan masyarakat. Dari situlah awal penyebaran al-Qur’an yang beliau bawa sampai di Pondok Pesantren Kempek dan berkembang sampai sekarang.

Dokumentasi oleh: Khaskempek.com-Ibu Nyai Hj. Jazilah Yusuf

Sepeninggalan K.H. Yusuf Harun estafet kepemimpinan pesantren digantikan oleh adiknya yaitu K.H. Umar Sholeh. Pada masa ini Pondok Pesantren Kempek berkembang pesat. Pengelolaan pembelajaran pesantren dikelola secara bersama-sama, saling bahu-membahu dengan adik dan ipar-ipar beliau seperti K.H. Aqil Siroj, K.H. Nashir, Kiai Hasan, Kiai Maksum, Kiai Muslim, Kiai Judhi dan lain-lain. Kiai Umar wafat pada 3 Dzul Hijjah 1999 dengan meninggalkan seorang putra H. M Nawawi dari istri ke 2 yakni Nyai ‘Aisyah binti KH. Ahmad Syathori dari Pondok Pesantren Arjawinangun Cirebon.

Nyai Hj. Hindun memperkenalkan dan mengajarkan al-Qur’an kepada santri-santri putri dengan metode sama persis yang didapatkan langsung dari K.H. M.  Munawwir yang tak lain merupakan ayahanda sekaligus guru beliau. Dari dulu sampai sekarang santri di Pondok Pesantren Kempek mengaji al-Qur’an dimulai dari hafalan surat al-Fatihah kemudian bacaan Tahiyyat, kemudian dilanjut surat an-Nas sampai surat an-Naba’ (Juz ‘Amma bil hifdzi). Setelah khatam Juz ‘Amma dilanjutkan dengan mengaji al-Qur’an yang dimulai dari surat al-Fatihah diteruskan ke surat al-Baqarah sampai khatam surat an-Nas (al-Qur’an bin nadzor).

Baca: Biografi KH Dalhar Munawwir

Jadi santri putri yang mengaji al-Qur’an di Pondok Pesantren Kempek itu secara otomatis sanadnya tersambung sampai ke K.H. M. Munawwir Krapyak yakni lewat jalur Nyai Jazilah Yusuf yang mengaji al-Qur’an dari Nyai Hindun dan Nyai Hindun belajar langsung dengan ayahandanya, yaitu K.H. M. Munawwir bin Abdullah Rosyad. Salah satu dawuh dari K.H. M. Munawwir kepada Nyai Hj. Hindun yakni “Orang hafal al-Quran, mengamalkan isi kitab Majmu’ dan Mudzakarat, insya Allah menjadi orang shalihah.”

Nyai Hj. Hindun wafat saat wukuf di Arafah tanggal 8 Dzul Hijjah 1975. Sedangkan dikutip dari Khaskempek.com bahwasanya Nyai Hj. Jazilah Yusuf pernah bercerita bahwasanya Nyai Hj. Hindun itu wafat ketika sedang menunaikan ibadah haji di Makkah. “Mimie isun wafat ning tanah Arafah, tanggal 8 Dzul Hijjah,” tutur beliau. Kemudian Nyai Hj. Jazilah melanjutkan ceritanya “Ibu berangkat haji sekitar tahun 1971 bersama Kiai Dalhar” (adik dari Nyai Hj. Hindun).

Oleh: Tim Redaksi

Sumber: Khaskempek.com, Kempek-online.com

Keterangan Foto: Almarhumah Nyai Hj. Hindun Munawwir dan putrinya, Nyai Hj. Jazilah Yusuf (Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al-Munawwiroh Kempek, Cirebon) Foto: KHASMedia

Hubungan Silsilah Kempek dan Krapyak: Mengenal Sosok K. Zainuddin (2)

Sebelumnya telah dijelaskan dari pasangan Nyai Mu’minah dan K. Abdullah yang dikaruniai seorang putri yang bernama Nyai Halimah. Barulah disini Nyai Halimah menikah dengan K. Zainuddin (Krapyak, Yogyakarta). Lalu keduanya dikaruniai seorang putra tunggal yaitu K. Hamdan Zainuddin (sekarang beliau tinggal di PP. Kempek, Cirebon). Beliau termasuk putra yang sangat alim dan terkenal tegas dalam mendidik santri-santrinya disaat mengaji Al-Qur’an bersanad Krapyak, bila ada santri yang makhrajnya kurang fashih, kang Hamdan (sapaan akrab beliau) tak segan-segan membentaknya seraya menjelaskan letak kesalahannya, bahkan terkadang beliau memukul santrinya dengan rotan bila dirasa kesalahan bacaannya banyak yang keliru.

Beliau juga paham dalam bidang sejarah, bila beliau menjelaskan sebuah tempat tertentu, beliau akan menjelaskannya secara detail dimana letak posisi tempat tersebut. Salah satu contohnya adalah ketika beliau menjelaskan tempat-tempat peribadahan haji, beliau akan menjelaskan secara detail sehingga para santri yang mendengar seakan-akan tahu persis dimana tempat itu berada.

Selain dalam fan sejarah, kang Hamdan juga mahir dalam ilmu fikih dan linguistik Arab (Sintaksis dan Morfologi). Satu lafal yang beliau jelaskan, tentu akan menghabiskan waktu yang lama agar lafal tersebut terkelupas semua, beliau jelaskan bentuk asal katanya, pentashrifannya, dan faidah yang terkandung dalam lafal tersebut. Ini menjadi bukti kecerdasaan beliau dalam memahami ilmu yang telah dipelajarinya selama 12 tahun di PP. Sarang, Rembang, Jawa Tengah.

Selepas Nyai Halimah firoq dengan K. Zainuddin (ayahanda kang Hamdan). Kemudian selang beberapa waktu, beliau menikah lagi dengan K. Sholeh dan dianugerahi empat keturunan putra-putri yaitu Aminah, Fauzan, Idris, dan Nur Khalis.

Perlu diketahui pula bahwa ketersambungan silsilah keluarga Krapyak dan Kempek bukan hanya terjalin sebab adanya faktor nasab. Melainkan juga sebab sanad keilmuan berupa ikatan antara murid dan guru yang begitu erat. Sebagaimana sosok yang mula-mula membawa bacaan Al-Qur’an bercorak Krapyak menuju Kempek adalah KH. Umar Sholeh (putra KH. Harun dari istri ke-1, Nyai Mutimmah sekaligus ayahanda KH. M. Nawawi Umar, pengasuh PP. Kempek Induk hingga sekarang) yang berguru secara mubasyarah kepada Mbah Munawwir.

Disamping KH. Umar Sholeh menjalin sanad keilmuan dengan Mbah Munawwir, terutama dalam bacaan Al-Qur’an yang sanadnya tersambung sampai Rasulullah. Salah satu putra Mbah Harun dari istri ke-2, Nyai Ummi Laila. Yaitu K. Yusuf Harun menikah dengan Nyai Hindun (putri dari Mbah Munawwir dari istri ke-3, Nyai Salimah Munawwir).

Bilamana KH. Umar Sholeh merupakan sosok dari kalangan laki-laki yang membawa metode Krapyak, maka Nyai Hindun pula merupakan sosok dari kalangan perempuan yang membawakan metode bacaan Al-Qur’an bercorak Krapyak yang diajarkan kepada santri-santri putri di PP. Kempek Cirebon. Setelah sepeninggal Nyai Hindun, perjuangan beliau dilanjutkan oleh putri tunggalnya yaitu Nyai Jazilah Yusuf (biasa akrab dipanggil Bude/Mi Jazil, pengasuh PP. Munawwiroh Putri hingga sekarang).

Oleh : Irfan Fauzi

Photo by kempek-online.com

Sumber :

Pengajian Khusus Ramadhan yang disampaikan oleh KH. M. Munawwar Ahmad, pada tanggal 19 April 2020.

Sebagian sumber diambil dari wawancara dengan dzuriyyah Kempek, K. Akhfasy Alfaizy Harun, pada tanggal 26 April 2020.

Tulisan ini telah diperiksa dan ditashih oleh keluarga Nyai Hj. Daimah.

Hubungan Silsilah Kempek dan Krapyak: Mengenal Sosok K. Zainuddin (1)

Dikala pengajian kitab Washiyatul Musthafa berlangsung (19/4) yang diampu oleh KH. M. Munawwar Ahmad yang merupakan cucu dari istri ke-5 KH. M. Munawwir—selanjutnya Mbah Munawwir— yaitu Nyai Khadijah (Yogyakarta), menjelaskan silsilah Mbah Munawwir dari istri ke-4, Nyai Rumiyah (Jombang, Jawa Timur). Dari pasangan ini, Mbah Munawwir dikaruniai dua anak: 1. K. Zainuddin Munawwir dan 2. Nyai Badriyah Munawwir.

K. Zainuddin adalah salah satu putra Mbah Munawwir yang dianugerahi kealiman dalam Al-Qur’an. Beliau termasuk salah satu ahlen (keluarga pondok) min ahlil qur’an (orang-orang yang ahli dalam Al-Qur’an).

Konon, dalam suatu rapat ahlen K. Zainuddin sempat terpilih sebagai penerus tongkat kepemimpinan PP. Krapyak Al-Munawwir setelah sepeninggalnya  KH. R. Abdul Qodir Munawwir (putra Mbah Munawwir dari istri ke-1, Nyai Mursidah dari keluarga Kraton Yogyakarta), dengan pertimbangan rapat tersebut, semua ahlen sepakat bahwa beliau lah yang terpilih sebagai penerus kepemimpinan pondok ini karena beliau salah satu putra Mbah Munawwir yang lebih alim dalan Al-Quran dibandingkan lainnya.

Namun, hal yang tak terduga terjadi tatkala beliau ditunjuk sebagai pemangku pondok ini. Beliau enggan menerima keputusan tersebut, dan berkata dengan bahasa majaz “Moh, Krapyak wes rusak” (Tidak mau, Krapyak sekarang sudah rusak).

Begitulah beliau lontarkan kalimat itu atas penolakan keputusan tersebut. Setelah kejadian itu, lambat laun beliau menunjukan haliyah khawariqul adat (hal-hal yang diluar kebiasaan manusia). Banyak kejadian-kejadian aneh yang menimpa beliau, konon katanya beliau sedang mengalami jadzab atau Majdzub. Jadzab sendiri dalam kosakata Arab diartikan menarik, sementara Majdzub berarti orang yang ditarik akalnya ke hadirat Allah swt. Biasanya dalam istilah dunia sufi, ada term “wali majdzub/jadzab”, itu berarti wali yang ditarik akalnya (perasaan insaniyahnya) untuk melebur dengan sifatullah.

Sebelum kejadian demikian, K. Zainuddin telah memiliki seorang istri dari keluarga pondok Cirebon, yaitu Nyai Halimah. Nyai Halimah adalah cucu KH. Harun—selanjutnya Mbah Harun—(Muassis PP. Kempek, Cirebon) dari istri ke-2, Nyai Ummi Laila. Ibunya adalah Nyai Mu’minah yang merupakan putri ke-5 Mbah Harun. Dimana Nyai Mu’minah menikah dengan K. Abdullah, lalu menurunkan putri tunggal yakni Nyai Halimah sendiri.

Setelah Nyai Mu’minah ditinggal wafat oleh suaminya, kemudian ia menikah lagi dengan KH. Nashir Abu Bakar (Tegal, Jawa Tengah) dan dianugerahi putri tunggal yaitu Nyai Hj. Daimah (beliau adalah istri dari alm. KH. Ja’far Shodiq Aqiel, pengasuh PP. KHAS Kempek, Cirebon, yang sekarang dilanjutkan oleh adik keduanya yaitu KH. Muhammad Musthafa Aqiel hingga sekarang).

Sementara itu, sebelum KH. Nashir Abu Bakar menikah dengan Nyai Mu’minah, beliau sempat menikah dengan Nyai Zubaedah (putri ke-6 mbah Harun atau adiknya Nyai Mu’minah). Kemudian dari pasangan ini, melahirkan putri tunggal, yakni Nyai Aisyah.

Oleh : Irfan Fauzi

Photo by kempek-online.com

Sumber :

Pengajian Khusus Ramadhan yang disampaikan oleh KH. M. Munawwar Ahmad, pada tanggal 19 April 2020.

Sebagian sumber diambil dari wawancara dengan dzuriyyah Kempek, K. Akhfasy Alfaizy Harun, pada tanggal 26 April 2020.

Tulisan ini telah diperiksa dan ditashih oleh keluarga Nyai Hj. Daimah.