Para Kiai pesantren itu khas, juga unik. Para Kiai itu istiqomah dalam ngaji, sangat sabar dalam mendidik santri. Sehari-sehari para kiai tak pernah sepi dari ngaji, sekaligus tidak pernah putus dalam ibadahnya. Ibadah wajib dan sunnah menjadi satu kesatuan, tak pernah dipisahkan.
Termasuk Kiai Munawwir Krapyak. Sehari-sehari, Kiai Munawwir setia dengan sajadahnya. Bukan untuk “gaya”, melainkan wujud istiqomahnya dalam belajar. Dalam sajadah itu pula, Kiai Munawwir begitu khidmat dalam mengajari santri-santrinya terhadap al-Qur’an. Tidak pernah geser dari sajadah, karena itulah khittah perjuangan yang dipilihnya.
Pada suatu saat, ada santri yang diperintah istri Kiai Munawwir untuk meminta uang belanja. Kiai Munawwir sendiri dalam kesehariannya tidak pernah membawa dompet, tidak juga mengantongi uang saku. Keseharian Kiai Munawwir adalah keseharian bersama al-Qur’an. Tetapi ketika santri utusan Ibu Nyai meminta uang belanja, Kiai Munawwir merogoh sajadahnya untuk mengambil uang.
Baca: Lima Harapan Pegiat Ramadhan
Santri itu heran, bingung, sekaligus penuh tanda tanya. Kenapa bisa begitu? Karena keseharian Kiai Munawwir itu mengajar ngaji, tak pernah surut. Waktunya habis di serambi Masjid bersama para santri. Uang belanja dari sajadah Kiai Munawwir adalah karomah beliau. Itulah kekasih Allah yang selalu mendapatkan kemudahan atas berbagai persoalan yang dijalaninya.
Sajadah Kiai Munawwir dan santri utusan Ibu Nyai hanyalah sekilas dari kisah penuh inspirasi. Kiai Munawwir dikenal sangat ketat dalam ngaji al-Quran. Bahkan untuk mengaji surat al-Fatihah, seorang santri bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan, bahkan ada yang setahun lebih. Bukan waktu yang menjadi ukuran, karena ngaji itu mengutamakan kualitas ilmu. Jadi, santri itu harus benar-benar menguasai bacaan dalam al-Qur’an. Apalagi surat al-Fatihah yang menjadi rukun dalam sholat.
Sajadah dan al-Qur’an begitu melekat dalam diri Kiai Munawwir. Dari sini pula, Kiai Munawwir melahirkan banyak santri yang menjadi ulama besar pada masanya. Kiai Munawwir belajarnya juga tidak sebentar, karena pernah ngaji di Makkah-Madinah selama 21 tahun. Kiai Munawwir juga mendapatkan ijazah sanad qiroah sab’ah (tuju cara membaca al-Qur’an) yang sanadnya bersambung di urutan ke-35 kepada Nabi Muhammad SAW.
Oleh: Tim Redaksi
Sumber: bangkitmedia.com
Picture by wallpaperflare.com