Biografi KH. Nawawi Berjan #1

KH. Muhammad Nawawi lahir pada hari Selasa Kliwon tanggal Robi’ul Awwal 1334 H atau bertepatan pada 10 Januari 1916 M, di Berjan Purworejo. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Muhammad Shiddiq dengan Nyai Fatimah.

KH. Muhammad Nawawi merupakan keturunan dari keluarga ningrat bernasab keturunan dari Sultan Agung Mataram dari jalur ayahnya yaitu; Muhammad Nawawi bin KH. Muhammad Shiddiq bin Kiai Zarkasyi bin Asnawi Tempel bin Kiai Nuriman Tempel bin Kiai Burhan Joho bin Kiai Suratman Pacalan bin Jindi Amoh Plak Jurang bin Kiai Dalujah Wunut bin Gusti Oro-oro Wanut bin Untung Suropati bin Sinuwun Sayyid Tegal Arum bin Sultan Agung bin Pangeran Senopati.

Baca: Biografi KH Dalhar Munawwir

Dari jalur ibunya bernama Nyai Fatimah bin Muhyiddin (w.137 H/1948 M) kakek KH. Muhammad Nawawi dari garis ibunya adalah cikal bakal desa Rending, sebuah desa disebelah utara desa Gintungan. Di desa yang didirikannya tersebut, kakeknya pernah menjabat sebagai lurah Desa. Pada sebagian wilayah desa Rendeng inilah terdapat sebuah pedukuhan bernama Tirip, tempat mukim simbah Kiai Zaid, seorang Ulama besar dan juga saudara ipar KH. Abdullah Termas Pacitan.

Masih kecilnya KH. Nawawi  termasuk keluarga yang religius, dan sering membaca buku dan kitab kuning walaupun bermain dengan teman sebaya dan bersama keluarga besarnya. Masa remajanya terkenal rajin belajar yang sangat tinggi bahkan membawa catatan sambil diskusi-musyawarah. Pada tahun 1970 yang ditulis oleh KH. Nawawi  sendiri, di mulai dengan belajar al-Quran, fath al-Qorib, Sanusi, Minhaj al-Qawim, Ta’lim al-Muta’allim, Tanqikh al-Qaul, dan Shahih Bukhari kepada ayahnya sendiri KH. Muhammad Shiddiq.

KH. Nawawi nyantri di berbagai daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah dan daerah Yogyakarta, seperti; Pondok Lirboyo di Kediri, Pondok Watucongol, Pondok Lasem, Pondok Jampes, Pondok Termas di Pacitan dan Pondok Tebuireng di Jombang. Di Bidang pendidikan al-Quran bin Nadhor diperdalam langsung oleh KH. M. Munawwir Krapyak Yogyakarta.

KH. Nawawi berajar banyak kiai-guru di pulau Jawa bahkan mampu mengusai kitab kuning. Dalam catatan beliau terhadap kitab Faidul Barry Fi Manaqibi al-Imam Bukhari al-Ju’fy tahun 1377 H tentang sanad yang telah ditulisnya sebagaimana pada saat belajar Shahih al-Bukhari di Pondok Pesantren Tebuireng oleh KH. Hasyim Asyari Jombang dan belajar Dalail Al-Khairat kepada Syekh Ahmad Alawy Jombang.

Baca: Kisah Ibu Nyai Sukis Dan Jangan

Pada perkembangannya, KH. Nawawi  tidak pula meninggalkan dunia lembaga pendidikan formal di dalam usaha dengan nalar idenya untuk menawarkan di pesantren yang dipimpinnya sebagai alternatif tempat penyelenggaraan lembaga Pendidikan Guru Agama (PGA), tiga tahun mengalami penurunan jumlah murid secara drastis walaupun dalam transisi infrastruktur pendidikan sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Menteri Agama untuk mendirikan lembaga pendidikan sejenis. Pembangunan ruang kelas baru dilaksanakan sejak pada tahun 1963 berkat bantuan Menteri Agama KH. Saifuddin Zuhri.

Oleh: Tim Redaksi

Sumber: laduni.id

Picture by annawawiberjan.or.id