Kisah Humor 3 Santri Melamar Anak Kyai

Pada suatu malam ada tiga orang santri yang datang sowan ke rumah seorang Kyai. Mereka mempunyai hajat yang sama, yaitu hendak melamar anak gadis Pak Kyai.

”Siapa namamu?” tanya Pak Yai kepada kang santri pertama.

“Anas, Yai.” jawab kang santri pertama

“Namamu bagus itu. Maksud kedatangan?” tanya Pak Yai

“Mau melamar putri njenengan, Yai” jawab kang santri pertama

“Oh iya? Kalau gitu saya tes dulu ya…coba kamu baca surat an-Nas sesuai dengan namamu.” perintah Pak Yai

“Baik, Yai….” jawab kang santri pertama

Lalu dia membaca surat an-Nas dengan lancar. Pak Yai manggut-manggut.

Baca: Kisah Supri Sebelum Boyong

“Kamu…siapa namamu?” Pak Yai menatap kang santri kedua

” Thoriq, Yai.” jawab kang santri kedua

“Hmm…nama yang bagus. Sekarang tesnya sama ya, kamu baca surat at-Thoriq.”

“Baik Yai…” jawab kang santri kedua

Lalu kang santri kedua itu pun membaca surat at-Thoriq dengan lancar. Pak Yai manggut-manggut sambil menatap kang santri ketiga yang tampak pucat.

“Nah, kamu! Siapa namamu?” tanya Pak Yai

Kang santri ketiga berkeringat dingin, dengan gemetar dia menjawab:

“Imron Yai…tapi biasa dipanggil Qulhu.” jawab kang santri ketiga

“Hah?!!” Pak Yai terkejut

Oleh: Taufik Ilham

Picture by mojok.co

Kisah Supri Sebelum Boyong

Sebelum Supri di izinkan boyong, Kyai memberinya satu ujian untuk membuktikan bahwa Supri benar-benar sudah matang ilmunya dan siap menghadapi kehidupan diluar Pesantren.

“Sebelum kamu pulang, dalam tiga hari ini coba tolong kamu carikan seorang ataupun makhluk yang lebih hina dan buruk darimu.” pinta sang Kyai

“Tiga hari itu terlalu lama Yai, hari ini aku bisa menemukan banyak orang atau makhluk yang lebih buruk daripada saya.” jawab Supri dengan percaya diri

Sang Kyai tersenyum seraya mempersilahkan muridnya membawa seorang ataupun makhluk itu kehadapannya. Supri keluar dari ruangan Yai dengan semangat.

”Hmm…ujian yang sangat gampang!” mbatin Supri

Hari itu juga, Supri berjalan menyusuri jalanan ibu kota. Di tengah jalan, Supri menemukan seorang pemabuk berat. Menurut pemilik warung yang dijumpainya orang tersebut selalu mabuk-mabukan setiap hari. Pikiran Supri sedikit tenang, dalam hatinya berkata :

“Nah ini…pasti dia orang yang lebih buruk dariku, setiap hari dia habiskan hanya untuk mabuk-mabukan, sementara aku selalu rajin beribadah.” ujar Supri dengan bangga

Dalam perjalanan pulang Supri kembali berpikir :

“Sepertinya si pemabuk itu belum tentu lebih buruk dariku, sekarang dia mabuk-mabukan tapi siapa yang tahu di akhir hayatnya Allah justru mendatangkan hidayah hingga dia bisa Husnul Khotimah, sedangkan aku yang sekarang rajin beribadah kalau diakhir hayatku Allah justru menghendaki Suúl Khotimah, bagaimana?”

“Hmm… berarti pemabuk itu belum tentu lebih jelek dariku.” Supri bimbang

Supri kemudian kembali melanjutkan perjalanannya mencari orang atau makhluk yang lebih buruk darinya. Di tengah perjalanan Supri menemukan seekor anjing yang menjijikkan karena selain bulunya kusut dan bau, anjing tersebut juga menderita kudisan.

“Akhirnya ketemu juga makhluk yang lebih jelek dariku, anjing tidak hanya haram, tapi juga kudisan dan menjijikkan.” teriak Supri dengan girang

Dengan menggunakan karung beras, Supri membungkus anjing tersebut hendak dibawa ke Pesantren, namun ditengah perjalanan pulang tiba-tiba Supri kembali berpikir :

“Anjing ini memang buruk rupa dan kudisan, namun benarkah dia lebih buruk dariku?”

“Kalau anjing ini mati maka dia tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukannya di dunia, sedangkan aku harus memper-tanggungjawabkan semua perbuatan selama di dunia dan bisa jadi aku akan masuk ke neraka.” Supri mbatin lagi

Akhirnya Supri menyadari bahwa dirinya belum tentu lebih baik dari anjing tersebut.

Hari semakin sore Supri masih mencoba kembali mencari orang atau makluk yang lebih jelek darinya. Namun hingga malam tiba Supri tak juga menemukannya. Lama sekali Supri berpikir, hingga akhirnya Supri memutuskan untuk pulang ke Pesantren dan menemui sang Kyai.

“Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukannya?” tanya sang Kyai.

“Sudah, Yai,” jawab Supri tertunduk.

“Ternyata diantara orang atau makluk yang menurut saya sangat buruk, saya tetap paling buruk dari mereka,” jawab Supri lirih

Mendengar jawaban sang murid, Kyai tersenyum lega.

Kemudian Kyai berkata kepada Supri :

“Selama kita hidup di dunia jangan pernah bersikap sombong dan merasa lebih baik atau mulia dari orang ataupun makhluk lain. Kita tidak pernah tahu bagaimana akhir hidup yang akan kita jalani. Bisa jadi sekarang kita baik dan mulia, tapi diakhir hayat justru menjadi makhluk yang seburuk-buruknya. Bisa jadi pula sekarang kita beriman, tapi di akhir hayat setan berhasil memalingkan wajah kita hingga melupakan-Nya.”

Oleh : Tim Redaksi

Picture by rumahtahfidzrahmatplg.com