Ilustrasi pelaksanaan sunah mengusap kedua telinga pada wudhu. Sumber: PesonaPengantin.my
Kesunahan Mengusap Telinga pada Wudhu
Terdapat banyak sekali ibadah yang mensyariatkan wudhu, seperti shalat, tawaf, memegang mushaf, dan lain sebagainya. Berwudhu di samping memiliki syarat dan rukun juga memiliki banyak hal yang sunnah dilakukan untuk menyempurnakannya. Demikian juga termasuk mengusap kedua telinga, yang merupakan salah satu kesunnahan dalam wudhu.
Lalu bagaimana jika seseorang tidak lagi memiliki daun telinga dikarenakan kecelakaan, yang kemudian telinga tersebut diharuskan untuk diperban? Apakah orang tersebut masih dapat melakukan kesunnahan dalam berwudhu? Hal ini sebagaimana dijelaskon oleh Syaikh Ibrahim Al-Baijuri dalam kitab Hasyiyah Al-Baijuri, yang mengatakan bahwa:
وظاهر تقييد الشارح بالجميع أن استيعاب الأذنين بالمسح شرط لأصل السنة, ولكن الأقرب أنه شرط لكمالها حتى لو مسح البعض فقط حصل أصل السنة
Adapun dhahir batasan (dari) pensyarah dengan keseluruhan adalah sesungguhnya meratakan kedua telinga dengan usapan adalah syarat terpenuhinya pokok kesunahan, tetapi yang paling dekat adalah sesungguhnya (meratakan usapan) merupakan syarat untuk kesempurnaan (mengusap telinga) sehingga jika seseorang mengusap sebagian saja maka dia berhasil (menunaikan) pokok kesunahannya. [Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1/106]
Dalam kesunahan mengusap telinga terdapat ashlu sunnah-nya atau pokok kesunahannya tersendiri yaitu dengan mengusap sebagian dari kedua telinga saja. Jika masih tersisa sebagian dari telinga maka masih tetap disunahkan untuk mengusapnya. Sehingga dengan mengusap sebagian telinga saja sudah mendapatkan kesunnahan mengusap telinga dalam wudhu. Bahkan untuk bagian dalam lubang telinga juga terdapat kesunahannya tersendiri.
Bagaimana dengan telinga yang diperban?
Adapun cara mengusap telinga yang masih diperban yaitu cukup dengan mengusap sebagian telinga yang memungkinkan untuk diusap. Sehingga orang tersebut masih dapat melaksanakan ashlu sunnah dari mengusap telinga. Jika sudah tidak memungkinkan untuk diusap, maka disunahkan untuk bertayamum. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj, yang mengutip pendapat dari Imam Al-Isnawi dalam Syarah Al-‘Ubab, yang mengatakan bahwa:
ويسن إذا تعذر مسح الأذنين أن يتيمم عنهما لأنه يسن تطهيرهما
Disunnahkan jika sulit untuk mengusap kedua telinga, maka dapat melakukan tayammum sebagai gantinya karena disunnahkan bersuci dengan kedua telinga tersebut. [Ibn Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, al-Maktabah at-Tijariyyah Kubro, 1/347]
Dengan demikian kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa jika seseorang tidak memiliki daun telinga atau kedua telinganya dalam keadaan diperban, maka masih dapat melakukan kesunnahan dalam berwudhu dengan mengusap sebagaian dari telinga dan jika kedua telinganya diperban, maka disunnahkan untuk maka dapat melakukan tayammum sebagai gantinya. Wallahua’lam.