Teknologi Merambah Tubuh dengan Prostesis, Lalu Bagaimana Hukum Bersucinya?

Ilustrasi Penggunaan Prostesis pada tubuh manusia. Sumber: Sehatq.com

Apa itu Prostesis? dan Bagaimana Islam menanggapinya?

Perkembangan teknologi di era sekarang sudah memasuki berbagai aspek kehidupan dalam rangka memudahkan kehidupan manusia seperti aspek komunikasi, industri, olahraga, juga aspek kesehatan atau medis. Contoh yang dapat kita ambil dari perkembangan teknologi pada aspek medis adalah munculnya prostesis. Prostesis merupakan suatu alat bantu yang menyerupai bentuk bagian tubuh untuk menggantikan bagian tubuh yang terputus atau rusak akibat trauma, penyakit, atau kondisi kelahiran.

Prostesis sangat membantu manusia terlebih jika penggunaannya adalah untuk menggantikan anggota motorik tubuh seperti tangan dan kaki. Prostesis digunakan untuk membantu pasien mendapatkan kembali fungsi tertentu setelah bagian tubuhnya cedera berat karena kecelakaan atau terkena penyakit. Bahkan sekarang sudah mulai dikembangkan organ bionic/robotic di mana kerjanya sudah terintegrasikan dengan sistem syaraf ditubuh. Selain itu prostetis ini juga tahan air sehingga tidak mudah rusak. Sebagai alat bantu manusia, alat ini ada yang dibuat melekat permanen dan ada yang bisa dilepas dengan mudah.

Sedangkan dalam Islam sendiri tangan dan kaki merupakan anggota yang wajib dibasuh ketika seseorang melaksanakan wudhu yang jika tidak dibasuh maka wudhu dianggap tidak sah. Namun, kewajiban membasuh tersebut menjadi gugur ketika seseorang kehilangan tangan atau kakinya. Imam Nawawi menyebutkan dalam kitab Majmu’

وإن كان أقطع اليد ولم يبق من محل الفرض شئ فلا فرض عليه فيه احتراز مما إذا بقى من محل الفرض شئ فإنه يجب غسله بلا خلاف لحديث أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال وإذا أمرتكم بشئ فأتوا منه ما استطعتم رواه البخاري ومسلم

Jika seseorang tidak memiliki tangan dan tidak tersisa tempat (anggota) fardhu (wudhu) sama sekali maka ia tidak memiliki kewajiban pada anggota tersebut. Berbeda jika masih tersisa sebagian  tempat (anggota) fardhu (wudhu) maka wajib membasuhnya. Tidak ada perbedaan pendapat ulama dalam hal tersebut. Karena (sesuai) dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda ketika aku memerintahkan kalian suatu perkara maka lakukanlah semampu kalian HR. Bukhari dan Muslim [An-Nawawi, Majmu’ Syarh Muhadzdzab, al-Muniriyyah, 1/392]

Lantas bagaimana jika seseorang menggunakan prostesis untuk menggantikan anggota tubuhnya dalam hal ini tangan atau kaki kemudian digunakan untuk berwudhu? Apakah mendapat kewajiban untuk membasuh prostesis tersebut? Dalam artikel singkat ini, penulis mencoba menjabarkannya dengan menggunakan kitab turast dan membagi hukum prostesis dengan dua pembagian sebagai berikut

Prostesis Non-Permanen

Dalam berwudhu, seseorang diwajibkan untuk membasuh bagian luar (dhahir) dari anggota tubuh yang diwajibkan dalam wudhu. Dan bagi orang yang terpotong tangan/kakinya wajib pula membasuh bekas bagian potongan jika masih termasuk dalam anggota wajib. Kewajiban membasuh tersebut juga ketika aman untuk dibasuh maksudnya adalah tidak ada kekhawatiran bertambahnya rasa sakit pada bekas potongan tersebut.

Penggunaan prostesis pada bagian tubuh yang terpotong akan menutupi tempat bekas potongan tersebut. Disisi lain, bagian terluar bekas potongan tersebut merupakan sesuatu yang wajib dibasuh ketika wudhu. Imam Ibnu Hajar menjelaskan dalam fatwanya

إن كان ذلك البدل بحيث يمكن بلا خشية مبيح تيمم إزالته وعوده وجبت إزالته وغسل ما تحته

Jika pengganti tersebut sekiranya memungkinkan dengan tanpa kekhawatiran hingga kondisi yang membolehkan tayamum untuk melepasnya dan mengembalikannya maka wajib untuk melepasnya dan membasuh apa yang ada di bawahnya [Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawy al-Fiqhiyyah al-Kubra, al-Maktabah al-Islamiyyah, 1/60]

Kondisi yang membolehkan tayamum maksudnya adalah ketika pelepasan prostesis tidak ada kekhawatiran timbulnya rasa sakit/penyakit, bertambahnya rasa sakit, memperlambat penyembuhan dan lain sebagainya.

Bagian yang wajib dibasuh adalah apa yang tersisa dari anggota tubuh yang terpotong, jika seluruh tangan hingga siku terputus (anggota yang wajib dibasuh dalam wudhu) maka tidak perlu dibasuh dan tidak ada kewajiban melepas prosthetis (tidak dihukumi anggota asli). Jika masih ada pergelangan tangan (sebagian yang wajib dibasuh) maka setiap wudlu prosthesis harus dilepas agar bagian yang ditempeli prostesis (anggota yang wajib) dapat terbasuh.

Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prostesis non-permanen dengan batasan tidak ada kekhawatiran ketika melepasnya tidak dapat disamakan dengan anggota tubuh asli yang wajib dibasuh ketika berwudhu. Dan wajib dibasuh bagian terluar tubuh yang ditempeli alat prostesis. Sehingga prostesispun wajib dilepas ketika hendak berwudhu.

Menyucikan Handphone yang Terkena Najis

Pertanyaan Kontekstual (Waqi’iyyah)

Deskripsi: Handphone adalah alat komunikasi yang sangat penting bagi sebagian besar orang. Bahkan banyak orang menggantungan jalan mencari nafkah menggunakan handphone. Sebegitu penting adaanya Handphone, sehingga orang sulit untuk lepas dari handphone. Hal ini juga dialami oleh Iqbal. Namun, suatu hari, handphone milik Iqbal tercebur ke dalam closet yang airnya mutanajjis.

PERTANYAAN:

  1. Bagaimana status kenajisan dari Handphone tersebut?
  2. Apabila tidak di-ma’fu, bagaimana hukum mensucikannya? Apabila di-ma’fu maka dalam hal apa saja status ke-ma’fu-an itu berlaku?

JAWABAN

  1. Status kenajisan dari Handphone tersebut adaah mutanajjis dari najis mutawassithah (‘ainiyyah jika masih basah, hukmiyyah jika kering) yang ghairu ma’fuw.  Air dari dalam closet tersebut tidak dihukumi ma’fu karena air kencing atau kotoran yang menajiskan air closet tidak termasuk dari kriteria al-ma’fuwwat min an-najasat.

Pembagian najis:

  1. Najis yang tidak di-ma’fu di dalam pakaian dan air, seperti: kotoran dan air kencing.
  2. Najis yang di-ma’fu dalam air dan pakaian, seperti najis yang yang tidak terihat oleh mata karena ukurannya yang sangat kecil.
  3. Najis yang di-ma’fu hanya pada pakian, tetapi tidak di-ma’fu ketika di dalam air, seperti darah yang sedikit.
  4. Najis yang di-ma’fu dalam air, tapi tidak dima’fu pada pakaian, sebagai seperti bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir.

Referensi:

حاشية إعانة الطالبين,ج1, ص , دار الكتب العلمية

وقوله: غير معفو عنه اعلم أن النجس من حيث هو ينقسم أربعة أقسام: قسم لا يعفى عنه في الثوب والماء، كروث وبول. وقسم يعفى عنه فيهما، كما لا يدركه الطرف. وقسم يعفى عنه في الثوب دون الماء، كقليل الدم. وفرق الروياني بينهما بأن الماء يمكن صونه بخلاف الثوب، وبأن غسل الثوب كل ساعة يقطعه بخلاف الماء. وقسم يعفى عنه في الماء دون الثوب، كميتة لا دم لها سائل، وزبل الفيران التي في بيوت الأخلية.

حاشية إعانة الطالبين,ج1, ص 197, دار الكتب العلمية

(قوله: ويعفى إلخ) شروع فيما يعفى عنه من النجاسات. قال البجيرمي: حاصل مسائل الدم والقيح بالنظر للعفو وعدمه أنها ثلاثة أقسام.الاول: ما لا يعفى عنه مطلقا، أي قليلا أو كثيرا، وهو المغلظ وما تعدى بتضمخه، وما اختلط بأجنبي ليس من جنسه. والثاني: ما يعفى عن قليله دون كثيره، وهو الدم الاجنبي والقيح الاجنبي إذا لم يكن من مغلظ ولم يتعد بتضمخه. والثالث: الدم والقيح غير الاجنبيين، كدم الدماميل والقروح والبثرات، ومواضع الفصد والحجامة، بعد سده بنحو قطنة فيعفى عن كثيره كما يعفى عن قليله، وإن انتشر للحجامة، ما لم يكن بفعله ولم يجاوز محله، وإلا عفي عن قليله.

الأشباه والنظائر, ص 246 فوندوق فتوك

أقسام ما يعفى عنه من النجاسة

 تقسيم ثان ما يعفى عنه من النجاسة أقسام 

أحدها : ما يعفى عنه في الماء و الثوب و هو : ما لا يدركه الطرف و غبار النجس الجاف و قليل الدخان ؟ الشعر و فم الهرة و الصبيان ومثل الماء : المائع و مثل الثوب : البدن

ألثاني : ما يعفى عنه في الماء و المائع دون الثوب و البدن و هو الميتة التي لا دم لها سائل و منفذ الطير و روث السمك في الحب و الدود الناشىء في المائع

الثالث : عكسه و هو : الدم اليسير ؟ وطين الشارع و دود القز إذا مات فيه   لا يجب غسله صرح به الحموي و صرح القاضي حسين بخلافه

 الرابع : ما يعفي عنه في المكان فقط و هو ذرق الطيور في المساجد و المطاف كما أوضحته في البيوع و يلحق به ما في جوف السمك الصغار على القول بالعفو عنه لعسر تتبعها و هو الراجح

 الصور التي استثنى فيها الكلب و الخنزير من العفو

 الأولى : الدم اليسير من كل حيوان يعفى عنه إلا منهما ذكره في البيان

 قال في شرح المهذب : و لم أر لغيره تصريحا بموافقته ؟ لا مخالفته

قال الأسنوي : و قد وافقه الشيخ نصر المقدسي في المقصود

الثانية : يعفى عن الشعر اليسير إلا منهما ذكره في الإستقصاء

الثالثة : يعفي عن النجاسة التي لا يدركها الطرف إلا منهما ذكره في الخادم بحثا

الرابعة : الدباغ يطهر كل جلد إلا جلدهما بلا خلاف عندنا 

الخامسة : يعفي عن لون النجاسة أو ريحها إذا عسر زواله إلا منهما ذكره في  الخادم بحثا

السادسة : قال في الخادم : ينبغي استثناء نجاسة دخان نجاسة الكلب و الخنزير لغلظهما فلا يعفي عن قليلها.

  • Hukum mensucikan handphone tersebut dirinci (tafshil) sebagai berikut:
  • Apabila dengan membasuh handphone tidak dikhawatirkan rusaknya komponen handphone, maka boleh untuk dibasuh atau tidak.
  • Apabila dengan membasuh handphone dikhawatirkan menyebabkan kerusakan komponen handphone, maka tidak boleh dibasuh sebab merusak handphone tersebut termasuk kategori ido’atul mal (menyia-nyiakan harta) yang dilarang. Namun karena handphone belum dibasuh, maka status handhone masih mutanajjis, sehingga ada kemungkinan najis tersebut berpindah ketika bersentuhan dengan benda basah. Selain itu, handphone tersebut juga tidak boleh dibawa sholat atau thawaf.

Referensi:

المنتقى شرح موطأ مالك – ج 1 ص 318 – دار الكتب العلمية

وروى ابن حبيب عن ابن الماجشون : لا يغسل الثوب الرفيع الذي يفسده الغسل وله بيعه كذلك.

حاشية إعانة الطالبين,ج 1, ص 161 , دار الكتب العلمية

(قوله: ولا يجب اجتناب النجس في غير الصلاة) أي إذا كان لحاجة، بدليل التقييد بعد بقوله: ومحله إلخ، كأن بال ولم يجد شيئا يستنجي به فله تنشيف ذكره بيده ومسكه بها، وكمن ينزح الا خلية ونحوها، وكمن يذبح البهائم، وكمن احتاج إليه للتداوي كشرب بول الابل لذلك، كما أمر (ص) به العرنيين. فإن كان لغير حاجة وجب اجتنابه، لان ما حرم ارتكابه وجب اجتنابه (قوله: ومحله) أي محل عدم وجوب اجتنابه (قوله: في غير التضمخ به) أي التلطخ بالنجس عمدا. (قوله: أو ثوب) قال في التحفة: على تناقض فيه (قوله: فهو) أي التضمخ، والفاء للتعليل. وقوله: بلا حاجة أما معها فلا يحرم، وقد علمتها.

Catatan: Wajib segera mensucikan benda yang terkena najis, baik yang ada di badan, pakaian atau selain keduanya apabila seseorang menyengaja melumurkan najis tersebut tanpa hajat.

Referensi:

توشيح  على ابن قاسم, ص 40, دار العلم (وغسل جميع) مصاب شيء من (الأبوال والأوراث) سواء كان بدنا أو ثوبا أو غيرهما (ولو كان من مأكول اللحم) أو مما لا يسيل دمه كالقمل والبق والذباب (واجب) فورا إن عصي بالتنجيس كأن لطخ المكلف بدنه بشيء منها بلا حاجة, وإلا… فعند إرادة نحو الصلا أو الطواف يجب الغسل.

Photo by hipwee.com 

Minuman Tercebur Lalat, Najiskah?

(ولا يعفى عن شيء من النجاسات إلا اليسير من الدم والقيح) فيعفى عنهما في ثوب أو بدن، وتصح الصلاة معهما (و) إلا (ما) أي شيء (لا نفس له سائلة) كذباب ونمل (إذا وقع في الإناء ومات فيه فإنه لا ينجسه) وفي بعض النسخ إذا مات في الإناء وأفهم قوله وقع، أي بنفسه أنه لو طرح ما لا نفس له سائلة في المائع ضر، وهو ما جزم به الرافعي في الشرح الصغير، ولم يتعرض لهذه المسألة في الكبير، وإذا كثرت ميتة ما لا نفس له سائلة، وغيرت ما وقعت فيه نجسته.

Pada maqra’ di atas, yaitu pada ‘ibarot إذا وقع في الإناء ومات فيه فإنه لا ينجسه maksudnya bagaimana? Apakah hewan tersebut sudah mati sebeum masuk ke dalam benda cair atau masuk dalam keadaan hidup lalu mati di dalam benda cair tersebut?

Jawaban:

  1. Syarat hewan yang darahnya tidak mengalir agar bangkainya tersebut tidak menajiskan benda cair (dalam artian najisnya di-ma’fu) adalah bangkai tersebut tidak sengaja dijatuhkan ketika sudah dalam keadaan mati dan sampai ke benda cair tersebut juga dalam keadaan mati (tidak hidup kembali) walaupun karena dijatuhkan oleh hewan lain atau oleh orang yang belum tamyiz.
  2. Oleh sebab itu apabila bangkai tersebut sengaja dijatuhkan ketika sudah dalam keadaan mati dan sampai ke benda cair tersebut juga dalam keadaan mati maka air benda tersebut menjadi najis walaupun tidak berubah.
  3. Sebaliknya apabila bangkai tersebut sengaja dijatuhkan  ketika masih dalam keadaan hidup dan mati sebelum mengenai benda cair atau sengaja dijatuhkan  ketika sudah dalam keadaan mati dan hidup kembali ketika belum mengenai benda cair maka kedua keadaan tersebut tidak menjadikan najisnya benda cair yang dimasukinya selama sifat benda cair tersebut tidak berubah.
  4. Apabila bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir tersebut jatuh kedalam benda cair dengan sendirinya atau karena dihempaskan oleh angin baik sebelum jatuh masih dalam keadaan hidup atau sudah dalam keadaan mati maka benda cair yang dimasukinya tidak menjadi najis (mutanajjis) selama tidak berubah sifatnya. Sebaliknya apabila benda cair tersebut berubah sifatnya, maka menjadi najis (mutanajjis).

Referensi

توشيح  على ابن قاسم, ص 40, دار العلم

(إذا وقع) حيا (في الإناء) الذي فيه ماء او مائع (ومات فيه فإنه) أي الذي ليس فيه دم سائل (لا ينجسه) أي ما في الإناء بموته فيه لمشقة الإحتراز عنه… بل لو طرحه طارح حيا فمات قبل وصوله المائع أو ميتا فحيي قبل وصوله إليه لم يضر في الحالين, ولو طرح فيه بعد موته (ضر) أي ينجسه جزما.

نهاية الزين في إرشاد المبتدئين- ص 15 – دار الفكر- بيروت

ولكن يستثنى من النجاسة ميتة لا دم لها سائل أصالة كزنبور وعقرب ووزغ وذباب وقمل وبرغوث إذا وقعت في الإناء الذي فيه ماء قليل أو شيء من المائعات كالزيت والعسل فإنها لا تنجسه بشرط أن لا يطرحها طارح ولو حيوانا وهي ميتة وتصل ميتة وإلا نجسته.

Photo by gidroguru.com