Shalat Dalam Kendaraan (1)

Deskripsi: Suatu hari, Ardian menempuh perjalanan silaturrohim ke rumah neneknya dari Yogyakarta menuju Jakarta dengan menggunakan kereta api. Seperti sudah diketahui, bahwa arah perjalanan tersebut relatif menuju ke arah Barat. Letak tempat duduk Adrian juga menghadap ke depan searah laju kereta. Perjalanan tersebut menempuh waktu sekitar 10-11 jam, sejak pukul 10.00 pagi hingga 20.00 malam. Selama perjalanan Ardian tidak menemukan adanya waktu yang mencukupi untuk melakukan salat ketika kereta berhenti transit di tengah perjalanan baik dilakukan di dalam kereta maupun di luar kereta, sehingga Ardian hanya bisa melakukan salat di dalam kereta ketika kereta berjalan. Sebagai catatan, Ardian bisa melakukan istinja dan wudhu secara sempurna di toilet kereta.

PERTANYAAN:

  1. Bagaimana Ardian melakukan Shalat Dhuhur dan Ashar, jika di dalam kereta tidak ada tempat khusus untuk salat apabila dikaitkan dengan:
  2. Menghadap kiblatnya;
  3. Berdiri/duduknya;
  4. Hukum i’adah salatnya;
  • Bagaimana Ardian melakukan Shalat Dhuhur dan Ashar, jika di dalam kereta ada tempat khusus salat apabila dikaitkan dengan::
  • Menghadap kiblatnya;
  • Berdiri/duduknya;
  • Hukum I’adah salatnya;
  • Bagaimana hukum jama’ dan qoshor untuk salat Ardian saat perjalanan di dalam kereta dan bagaimana hukum jama’ dan qoshor untuk salat I’adah-nya?

Jawaban Pertanyaan Nomor 1 dan 2 :

Hukum memenuhi syarat sah dan rukun-rukun salat adalah wajib bagi semua orang yang sedang salat. Khusus untuk salat fardhu, salah satu syarat sahnya adalah berdiamnya orang yang salat ( (استقرار  di bumi [1]. Oleh sebab itu, bagi seseorang yang salat fardhu di atas kendaraan yang sedang melaju, maka dia tidak bisa memenuhi syarat sah istiqror. Di sisi lain, seorang mukalaf wajib mengerjakan salat lima waktu sesuai waktu yang sudah ditentukan dalam keadaan apapun. Apabila seseorang mukallaf secara sengaja mengakhirkan salat sehingga waktu salat habis, maka hal tersebut termasuk perbuatan yang berdosa.

Dalam kasus-kasus tertentu seseorang diwajibkan tetap salat lihurmati al-waqti walaupun ada beberapa syarat salat yang tidak bisa terpenuhi karena ada udzur. Salat lihurmati al-waqti adalah salat yang dikerjakan dalam keadaan-keadaan tidak bisa terpenuhinya syarat sah salat ataupun rukun-rukun salat karena ada udzur tertentu. Dalam keadaan demikian hukum salat tetap wajib dilakukan tepat pada waktunya. Hukum salat tersebut secara syara’ sama dengan salat sebagaimana mestinya, sehingga harus dilakukan dengan semaksimal mungkin dan tetap harus memenuhi syarat-syarat sah salat serta rukun-rukun salat lainnya yang masih mampu dilakukan. Hukum salat lihurmatil waqti tetap dianggap sah menurut syara’ walaupun ada syarat yang tidak terpenuhi. Salat lihurmati al-waqti juga bisa batal karena adanya hal-hal yang membatalkan salat pada umumnya [ 2 ].

Salat lihurmati al-waqti sendiri tidak harus dikerjakan di akhir waktu. Apabila sudah diprediksi (atau tidak ada harapan) bahwa udzur tersebut tidak akan hilang sampai berakhirnya waktu salat, maka salat lihurmati al-waqti boleh dikerjakandi awal waktu. Kemudian apabila setelah melakukan salat lihurmati al-waqti danmasih berada dalam waktu salat tersebut, ternyata prediksinya  salah (udzur-nya telah hilang), maka dalam hal ini diwajibkan segera mengulangi salat (اعادة). Maksud dari hilangnnya udzur adalah bisa menyempurnakan semua syarat-syarat sah dan rukun-rukun salat secara sempurna, termasuk dalam hal ini  adalah istiqror. Akan tetapi, apabila setelah melakukan salat lihurmatil waqti, ternyata prediksinya benar (udzur tersebut belum hilang) sampai berakhirnya waktu salat, maka hukum salat tersebut menjadi  faaitah (hilang/tidak terhitung) sehingga wajib  mengulangi salat secara sempurna,diluar waktu salat tersebut [ 2 ] [ 3 ].

Solusi Kasus Ardian

Dalam kasus Ardian, karena dia sudah memprediksi bahwa selama perjalanannya tidak ditemukan adanya waktu yang mencukupi untuk melakukan salat ketika kereta berhenti. Baik salat tersebut dilakukan di musholla stasiun transit maupun di dalam kereta. Dengan demikian Ardian memprediksi hanya bisa melakukan salat di dalam kereta ketika kereta berjalan.  Dalam hal ini Ardian tetap diwajibkan untuk melakukan salat Dhuhur dan Ashar  lihurmati al-waqti di dalam kereta yang sedang melaju. Meskipun  dalam hal ini dia tidak bisa memenuhi syarat istiqror. Apabila Ardian dengan sengaja tidak melakukan salat sampai waktunya habis maka hal tersebut termasuk perbuatan yang berdosa.

Dalam keadaan ini Ardian tidak perlu turun dari kereta saat transit untuk melakukan salat, apabila dia khawatir misalnya ketinggalan rombongan, barangnya hilang, atau keamanan dirinya sendiri. Bahkan faktor hemat biaya sudah cukup sebagai alasan untuk tetap berada di kereta dan melakukan salat di dalamnya.

“Bagaimana cara Ardian melakukan Shalat Dhuhur dan Ashar di dalam kereta yang  8masih melaju?”

Jawab :

Tata cara melakukan salat fardhu di dalam kendaraan (kereta) yang sedang melaju sama saja dengan tata cara melakukan salat sunnah di atas kendaraan. Berikut ini rinciannya :

  1. Terdapat tempat khusus salat yang memungkinkan untuk menghadap kiblat dan menyempurnakan rukun-rukun salat
  2. Apabila Ardian mampu dan mungkin untuk menghadap kiblat dan menyempurnakan semua rukun salat, maka diwajibkan melakukan salat tersebut secara sempurna, baik  menghadap kiblat maupun rukun-rukunnya, termasuk berdiri, rukuk, dan sujud. Dalam keadaan demikian, apabila diketahui (yakin) bahwa kendaraan/kereta berbelok maka wajib untuk menggerakkan dan menyesuaikan tubuh agar tetap menghadap kiblat sepanjang salat.
  3. Tempatnya terbatas (tidak terdapat tempat khusus salat)
  4. Apabila masih  mampu untuk menghadap kiblat sepanjang salat tetapi hanya bisa menyempurnakan sebagian rukun-rukun salat, seperti berdiri atau yang lainnya, maka dalam keadaan tersebut tetap diwajibkan menghadap kiblat sepanjang salat dan menyempurnakan sebagian rukun yang mampu dilakukan. Sementara rukun lain yang tidak mampu dilakukan secara sempurna, diganti dengan gerakan isyarat. Isyarat untuk rukuk dan sujud dilakukan dengan cara membungkukkan badan di mana cara membungkukkan badan ketika sujud lebih rendah dari pada ketika rukuk, dengan tujuan untuk membedakan keduannya.
  5. Apabila tidak mampu menghadap kiblat pada semua rukun salat dan tidak bisa menyempurnakan semua rukun-rukun salat, maka cukup menghadap kiblat saat takbirotul ihrom apabila masih mampu. Sedangkan pada saat mengerjakan rukun-rukun yang lainnya, diperbolehkan menghadap arah laju kendaraan. Dalam keadaan tersebut tidak diperbolehkan berpaling ke arah yang lain kecuali arah qiblat.

“Bagaimana hukum ‘Iadah salat (mengulangi salat) bagi Ardian?”

Jawab :

Hukum ‘iadah bagi Ardian yang telah melakukan salat fardhu lihurmati al-waqti di atas kendaraan yang sedang bergerak dapat dijelasakan sebagai berikut :

  1. Apabila selama salat dia tidak mampu menghadap kiblat dan menyempurnakan rukun-rukun salat maka wajib i’adah ketika udzur sudah hilang. Dalam hal ini tidak ada perbedaan di antara Ulama [ 4 ].
  2. Apabila selama salat dia bisa menghadap kiblat dan menyempurnakan semua rukun salat maka menurut pendapat mu’tamad (bisa dipercaya) tetap wajib i’adah[ 4 ]

Referensi:

 [1]وَاعْلَم أَن يشْتَرط أَيْضا أَن يكون مصلي الْفَرْض مُسْتَقرًّا فَلَا يَصح من الْمَاشِي وان اسْتقْبل الْقبْلَة وَلَا من الرَّاكِب الَّذِي تسير بِهِ دَابَّته لعدم استقراره فَلَو كَانَت الدَّابَّة واقفة واستقبل وَلم يخل بِالْقيامِ صحت على الْأَصَح وَقطع بِهِ الْجُمْهُور نعم تصح فِي السَّفِينَة السائرة بِخِلَاف الدَّابَّة وَالْفرق أَن الْخُرُوج من السَّفِينَة فِي أَوْقَات الصَّلَاة إِلَى الْبر مُتَعَذر أَو متعسر بِخِلَاف الدَّابَّة وَلَو خَافَ من النُّزُول عَن الدَّابَّة انْقِطَاعًا عَن رفقته أَو كَانَ يخَاف على نَفسه أَو مَاله صلى عَلَيْهَا وَأعَاد.

[تقي الدين الحصني، كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار، صفحة ٩٥]

) [2]قَوْلُه أما فاقد الطهورين) أي الماء والتراب وهذا مقابل لقوله عند القدرة ولا فرق في فاقد الطهورين بين أن يكون حدثه أكبر أو أصغر (قوله فصلاته صحيحة) كان الأنسب بالمقابلة أن يقول فلا تشترط الطهارة في حقه الا أنه عبر بالمقصود لانه إذالم تشترط الطهارة في حقه قصلاته صحيحة و هي صلاة شرعية يبطلها ما يبطل غيرها على المعتمد ولا يصلي ما دام يرجو أحد الطهورين الا اذا ضاق الوقت فان أيس منهما صلى ولو عن أول الوقت واذا كان قادرالطهورين جنبا اقتصر على قراءة الواجب من الفاتحة أو بدلها من سبع آيات عن العجز عنها ولا يقرأ السورة لانه انما أبيح له قراءة الواجب لتوقف صحة الصلاة عليه ومثل قراءة الواجب هنا ما لو نذر قراءة سورة مثلا في وقت معين فانه يقرؤها فيه ولو كان جنبا اذا كان فاقد الطهورين لانها واجبة عليه في هذا الوقت المعين بالنذر فصارت كقراءة الفاتحة أو بدلها ولا يصلى الا الفرض لحرمة الوقت فلا يصلى النواقل (قوله مع وجوب الاعادة عليه) ولايلزم من كونها صحيحة أن تكون مغنية عن  القضاء كصلاة المتيمم بمحل يغلب فيه وجود الماء فانها صحيحة مع وجوب الاعادة عليه بخلاف المتيمم بمحل لا يغلب في وجود الماء فانه لا تجب علي الاعادة ويلزم من ذلك أن صلاته صحيحة وحينئذ فيلزم من كون الصلاة تغني عن  القضاء أن تكون صحيحة ولا عکس ومتى وجد الماء أعاد به مطلقا و أما التراب فان وجده في الوقت أعاد به وان لم تسقط الصلاة ليؤدي الصلاة بأحد الطهورين في الوقت وان وجده بعد الوقت لا يعيد به الا بمحل تسقط الصلاة فيه بالتيمم بان يغلب فيه الفقد أو يستوى الأمران بخلاف المحل التي لا تسقط الصلاة فيه بالتيم بأن يغلب فيه الوجود فلايعيد فیه بعد الوقت بالتراب حينئد لوجوب اعادتها بعد

[الباجوري ,حاشية الباجوري على ابن قاسم =دار العلم,1/137-138 ]

[3]  ( وَلَوْ صَلَّى ) شَخْصٌ ( فَرْضًا ) عَيْنِيًّا أَوْ غَيْرَهُ ( عَلَى دَابَّةٍ وَاقِفَةٍ وَتَوَجَّهَ ) لَلْقِبْلَةَ (وَأَتَمَّهُ ) أَيْ : الْفَرْضَ فَهُوَ أَعَمُّ مِنْ قَوْلِهِ وَأَتَمَّ رُكُوعَهُ وَسُجُودَهُ .( جَازَ ) وَإِنْ لَمْ تَكُنْ مَعْقُولَةً لِاسْتِقْرَارِهِ فِي نَفْسِهِ ( وَإِلَّا ) بِأَنْ تَكُونَ سَائِرَةً أَوْ لَمْ يَتَوَجَّهْ أَوْ لَمْ يُتِمَّ الْفَرْضَ ( فَلَا ) يَجُوزُ لِرِوَايَةِ الشَّيْخَيْنِ السَّابِقَةِ ، ؛ وَلِأَنَّ سَيْرَ الدَّابَّةِ مَنْسُوبٌ إلَيْهِ بِدَلِيلِ جَوَازِ الطَّوَافِ عَلَيْهَا فَلَمْ يَكُنْ مُسْتَقِرًّا فِي نَفْسِهِ نَعَمْ إنْ خَافَ مِنْ نُزُولِهِ عَنْهَا انْقِطَاعًا عَنْ رُفْقَتِهِ أَوْ نَحْوِهِ صَلَّى عَلَيْهَا وَأَعَادَ

 (قَوْلُهُ: انْقِطَاعًا عَنْ رُفْقَتِهِ) أَيْ: إذَا اسْتَوْحَشَ م ر أَيْ: وَإِنْ لَمْ يَتَضَرَّرْ بِهِ قِيَاسًا عَلَى الْمُتَيَمِّمِ لِمَا فِيهِ مِنْ الْوَحْشَةِ، وَالْمُرَادُ بِرُفْقَتِهِ هُنَا مَنْ يُنْسَبُ إلَيْهِ لَا جَمِيعُ أَهْلِ الرَّكْبِ وَلَوْ كَانَ مُعَادِلًا لِآخَرَ وَخَشِيَ مِنْ نُزُولِهِ وُقُوعَ صَاحِبِهِ لِمَيْلِ الْحَمْلِ أَوْ تَضَرُّرِهِ بِمَيْلِهِ أَوْ بِرُكُوبِهِ بَيْنَ الْمَحْمِلَيْنِ أَوْ احْتَاجَ فِي رُكُوبِهِ لِمُعِينٍ وَلَيْسَ مَعَهُ أَجِيرٌ لِذَلِكَ كَانَ جَمِيعُ ذَلِكَ عُذْرًا، وَلَوْ تَوَسَّمَ أَيْ: تَرَجَّى مِنْ صَاحِبِهِ النُّزُولَ أَيْضًا أَوْ مِنْ صَدِيقٍ لَهُ إعَانَتَهُ عَلَى الرُّكُوبِ إذَا نَزَلَ اُتُّجِهَ وُجُوبُ سُؤَالِهِ كَسُؤَالِ الْمَاءِ فِي التَّيَمُّمِ شَوْبَرِيٌّ. (قَوْلُهُ: صَلَّى عَلَيْهَا) ظَاهِرُهُ اخْتِصَاصُ الرَّاكِبِ بِذَلِكَ وَلَيْسَ كَذَلِكَ بَلْ الْمَاشِي الْخَائِفُ كَذَلِكَ فَيُصَلِّي مَا شَاءَ كَالنَّافِلَةِ وَتَجِبُ الْإِعَادَةُ لِنُدْرَةِ الْعُذْرِ شَوْبَرِيٌّ. (قَوْلُهُ: وَأَعَادَ) ظَاهِرُهُ وَلَوْ كَانَ الْوَقْتُ وَاسِعًا وَقِيَاسُ مَا تَقَدَّمَ فِي فَاقِدُ الطَّهُورَيْنِ وَنَحْوُهُ أَنَّهُ إنْ رُجِيَ زَوَالُ الْعُذْرِ لَا يُصَلِّي إلَّا إذَا ضَاقَ الْوَقْتُ وَإِنْ لَمْ يُرْجَ زَوَالُ عُذْرِهِ صَلَّى فِي أَوَّلِهِ ثُمَّ إنْ زَالَ بَعْدُ عَلَى خِلَافِ ظَنِّهِ وَجَبَتْ الْإِعَادَةُ وَإِنْ اسْتَمَرَّ الْعُذْرُ حَتَّى فَاتَ الْوَقْتُ كَانَتْ فَائِتَةً بِعُذْرٍ فَيُنْدَبُ قَضَاؤُهَا فَوْرًا ع ش عَلَى م

[البجيرمي، حاشية البجيرمي على شرح المنهج = التجريد لنفع العبيد، ١٨٠/١]

[4] و إذا كان يصلي في السفينة أو قطار مثله الهودج و المرقد و نحو ذلك فيجب عليه أن يتم ركوعه و سجوده إن سهل، ويجب عليه استقبال القبلة في جميع الصلاة إن سهل عليه كذلك، و إلا فلا يجب ومثل ذلك : الصلاة في الطائرة ، فتجوز مع الصحة صلاة النفل ، وأما صلاة الفرض إن تعينت عليه أثناء الرحلة ، وكانت الرحلة طويلة ، بأن لم يستطع الصلاة قبل صعودها أو انطلاقها أو بعد هبوطها في الوقت ، ولو تقديما أو تأخيرا ، ففي هذ الحالة يجب عليه أن يصلي لحرمة الوقت مع استقبال القبلة ، وفيها حالتان ؛ إن صلى بإتمام الركوع والسجود : ففي وجوب القضاء عليه خلاف ، لعدم استقرار الطائرة في الأرض ، المعتمد أن عليه القضاء وإن صلى بدون إتمام الركوع والسجود، أو بدون استقبال القبلة مع الإتمام فيجب عليه القضاء بلا خلاف

.[الكاف، التقريرات السديدة في المسائل المفيد = دار العلوم الإسلامية، 20٠/١]

Photo by bimbinganislam.com