Do’a Untuk Sang Maestro Al Qur’an

Malam ini, Ahad (10/01) tepat 7 hari wafatnya KH. R Najib Abdul Qodir Munawwir yakni Sang Permata Al Qur’an kembali ke pangkuan Ilahi. Malam nanti akan diadakan Majlis Tahlil Virtual pukul 20.00 melalui chanel Youtube Almunawwir TV.

Di sini, di Pondok pesantren Al Munawwir Krapyak tidak semuanya menjadi santri di Madrasah Huffadz dibawah asuhan beliau Mbah Najib Abdul Qodir allahuyarham, tidak semuanya bisa merasakan setoran hapalannya kepada beliau, tetapi santri Krapyak tetaplah santri Krapyak. Semua santri mencintai para Masyayikh dan juga merasa dicintai. Sebagai seorang santri hendaknya kita menjadikan Mbah Najib sebagi suri tauladan dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai seorang santri, karena dalam haliyah beliau terdapat sebuah pesan untuk selalu bersahaja kepada sesama. Ketika beliau  membaca bacaan shalat ataupun wirid setelah shalat, tahlilan dan do’a-doa selalu menartilkan setiap huruf  yang dilafadzkan oleh beliau. Apalagi ketika beliau sedang memanjatkan doa yakni dengan keadaan tangan yang menadahkan layaknya seorang anak meminta sesuatu kepada orang tuanya dan dengan wajah yang menunduk. Menggambarkan bahwa sebagai seorang hamba yang sedang memohon tidak ada kata main-main ketika sedang berdoa. Ketartilan beliau tidak hanya dalam bacaan belaka melainkan menjalani kehidupan beliau dengan tartil pula.

Baca: Penyangga Langit Krapyak Tersisa Satu

Jika belum ada kesempatan untuk bisa datang bersilaturahim langsung untuk mendoakan beliau, maka sempatkanlah Surah Al Fatihah di setiap akhir sujud shalat, jika masih belum mampu juga maka sempatkanlah berdoa jika sedikit terlintas wajah beliau. Karena tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah daripada do’a, karena tidak ada kata doa yang sia-sia. Terlebih untuk mendoakan guru kita semua, sebagai seorang santri paling minim ya membaca tahlil.

Diceritakan Mbah Kholil Bangkalan pernah diminta untuk memimpin tahlil di kediaman warga sekitar, sesampainya di rumah shohibul hajat Mbah Kholil memimpin tahlil hanya dengan membacakan kalimat thoyibah “La ilaha illallah” sekali saja. Setelah itu Mbah Kholil pamit pulang dan dibekali berkat yang sangat besar.

Mengetahui hal tersebut shohibul hajat kemudian mendatangi kediaman Mbah Kholil dan menjelaskan maksud dan tujuannya yakni karena tidak sebanding antara apa yang dibaca dengan berkat yang telah diberikan. Untuk menjelaskan semua itu Mbah Kholil kemudian mengambil timbangan dengan kertas yang bertuliskan kalimat thoyibah dan berkat yang besar tadi pemberian shohibul hajat. Dan ternyata setelah ditimbang selembar kertas yang bertuliskan kalimat thoyibah tadi lebih berat ketimbang berkat besar. Karena membaca satu kalimat tahlil saja itu sudah cukup untuk bingkisan ahli kubur, beratnya pun melebihi berat dari berkat yang berisi apa pun.

Baca: Gus Baha Di Majlis Tahlil 7 Hari Wafatnya Mbah Najib

Yang bisa kita lakukan saat ini yakni meneladani dan melaksanakan dawuh-dawuh beliau, menghidupkan ilmu beliau dan terus menyebarkan barokah yang beliau tinggalkan kepada kita semua. Semoga kita semua senantiasa diberi kesabaran dan hidayah oleh Allah Swt. Amin.

Oleh: Tim Redaksi

Picture by ponpesduta.files.wordpress.com

Penyangga Langit Krapyak Tersisa Satu

Momen lebaran adalah momen dimana berkumpulnya sanak saudara, melepaskan kerinduan dengan orang terkasih. Bagi orang-orang yang sedang merantau merindukan hal-hal tersebut karena menjadi sebagai salah satu momen yang ditunggu-tunggu untuk bisa menghabiskan waktu bersama kerabat dan keluarga. Setiap kali gema takbiran bergema teringat jengkol badalo masakan sang ibu.

Tradisi ketika lebaran adalah mudik ke kampung halaman, tidak sedikit masyarakat yang memiliki kehidupan jauh dari kampung halamannya, tidak ketinggalan para santri yang sedang menimba ilmu di pondok pesantren juga melakukan tradisi ini. Namun tidak semua melakukan tradisi mudik tersebut, ada beberapa santri yang lebih memilih mukim di pondok saat hari raya idul fitri. Ada beberapa alasan kenapa para santri yang tidak memilih mudik ke kampung halamannya diantaranya yakni karena memang kampung halamannya nan jauh disana ada juga yang beralasan tidak akan pulang sebelum membawa calon untuk ibu dan bapak. Namun pada dasarnya alasan santri lebih memilih mukim karena dilandasi karena rasa hormat kepada kyai ataupun ibu nyai sebagi figur teladan sebagai murobbi ruh nya.

Pada saat momen seperti inilah para santri yang tidak memilih pulang ke kampung halamannya memanfaatkan momen untuk sowan-sowan kepada para masyayikh yang ada di sekitar lingkungan pondok. Sowan yang dilakukan bisa lebih intens karena masih dalam suasana idul fitri yang masih kental dengan hikmah serta do’a beliau secara langsung. Kesempatan ini yang jarang di dapatkan oleh santri pada umumnya.

Baca : Bernostalgia Bersama KH. Ahsin Sakho’

Setelah sowan kepada Pak Yai dan keluarga ndalem kemudian kami keliling sowan kepada para masyayikh Krapyak dan dzuriyah pondok pesantren dan juga tak lupa bertamu ke rumah warga sekitar. Pada saat sowan ke ndalemnya Gus Chaidar kami diceritakan sedikit rahasia yang mungkin tidak kebanyakan orang mengetahuinya. Karena pada saat itu tidak lama setelah wafatnya KH. Agus Rifqi Ali Bin KH. Ali Maksum atau biasa akrab dengan sapaan Gus Kelik.

Tiba-tiba beliau dawuh bahwasanya :

“Jimate Krapyak iku ono telu, lah iki sijine sing nembe kapundut yaiku Gus Kelik, lah iki ijeh loro sing sijine yaiku Mbah Yai Najib (sing nembe kapundut) karo sing sijine yaiku…”

Dan untuk yang ketiga ini beliau masih sugeng, mudah-mudahan beliau selalu diberikan kesehatan dipanjangkan umurnya juga mberkahi untuk kita semua. Mudah-mudahan kita semua diakui menjadi santrinya beliau. Amin.

Oleh : Taufik Ilham

Sumber : Alumni Komplek L

Picture by Lilik

Lima Hal Yang Akan Dihadapi Di Akhirat

Pada saat pengajianKitab Minhajul Abidin (9/12) yang diampu oleh pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek L yakni K.H Muhammad Munawwar Ahmad menjelaskan tentang “Mengingat Janji Dan Ancaman-Nya Pada Hari Pembalasan” yang dimaksud dengan janji disini ialah janji pahala dan balasan yang baik, janji ini diberikan kepada orang-orang yang berjalan diatas kebenaran. Dalam konteks ini akan dijelaskan secara singkat lima hal yang akan dihadapi seorang hamba di akhirat kelak, yaitu:

1. Kematian

            Terkait dengan kematian ada sebuah kisah yang menceritakan seorang murid Fudhail bin ‘Iyadh yang sedang mengalami sakaratul maut lalu Fudhail menjenguknya dan duduk di sisi kepalanya dengan membacakan surah Yasin.

Tapi si murid berkata, “Wahai Ustadz, jangan membcaca itu.”

Fudhail pun terdiam lalu mentalqinkan kepadanya kalimat laa ilaaha illallaah.

Namun muridnya itu berkata, “Aku tidak akan mengucapkannya, sebab aku berlepas diri darinya.”

Akhirnya si murid mati dalam keadaan su’ul khatimah, meskipun dia murid Fudhail seorang ulama besar yang dikenal sangat zuhud.

Sepulangnya ke rumah Fudhail menangisi kejadian selama 40 hari dan selama waktu itu dia tidak keluar dari kamarnya, kemudian dalam tidurnya Fudhail bermimpi melihat muridnya itu sedang diseret ke Neraka Jahanam. Kemudian Fudhail bertanya, “Apa sebabnya Allah mencabut makrifat dari hatimu, padahal engkau sebelumnya muridku yang  paling pandai?”

Muridnya pun menjawab, “Itu karena 3 hal. Pertama, karena aku suka mengadu domba (namimah). Kedua, karena aku dengki (hasad) pada sahabat-sahabatku. Ketiga, aku pernah sakit dan saat itu aku pergi ke seorang tabib untuk mengobati penyakitku itu dan ia menyuruhku minum satu mangkuk khamar secara rutin. kalau tidak maka penyakitku itu tak akan sembuh. Lalu aku pun meminum sesuai anjurannya.”

Baca : Sebagian Tanda Dari Kematian

2. Alam Kubur

Adapun tentang alam kubur dan keadaan setelah mati maka ingatlah sebuah cerita yang mana salah satunya dituturkan oleh seorang saleh, yang bermimpi dengan Sufyan ats-Tsauri, setelah ulama besar itu meninggal dunia.

Dalam mimpinya orang saleh itu bertanya kepada Sufyan, “Bagaimana keadaanmu, wahai Abu Abdullah?”

Tapi Sufyan berpaling darinya, lalu berkata, “Ini bukan masanya lagi memanggil dengan nama panggilan itu (maksudnya panggil ‘Abu’-Ed).”

Aku pun meralat pertanyaanku, “Bagaimana keadaanmu wahai Sufyan?”

Sufyan ats-Tsauri menjawab dalam bait syair berikut ini.

Aku melihat kepada Rabbku dengan mataku, maka Dia berfirman kepadaku:

Bersenang-senanglah dengan keridhaan-Ku terhadapmu wahai Abu Sa’id.

Engkau bangun ketika malam telah gelap,

Dengan air mata kerinduan dan hati yang engkau mau,

Dan kunjungi Aku karena aku tidak jauh darimu.”

3. Hari Kiamat

Ketika seseorang dikeluarkan dari kuburnya tiba-tiba ia mendapati kendaraan buraq berada di atas kuburannya dan dibagian atas buraq itu terdapat mahkota dan sejumlah perhiasaan. Lalu ia memakai perhiasan itu dan menaiki buraq menuju surga yang penuh kenikmatan, karena kemuliaannya ia tidak dibiarkan berjalan kaki menuju surga. Sedangkan yang lainnya ketika dikeluarkan dari kuburnya ia mendapati para malaikat Zabaniah, rantai dan belenggu yang disediakan untuk mereka. Para malaikat tidak membiarkan orang celaka itu berjalan kaki ke neraka namun diseret dari atas ubun-ubunnya ke neraka yang menyeramkan.

4. Surga dan Neraka

Adapun tentang surga dan neraka maka renungkanlah tentang keduanya pada dua ayat Kitabullah (al-insaan:21-22) dan (al-Mu’minuun: 107-108). Dalam sebuah riwayat diungkapkan bahwa pada waktu itu para penghuni neraka menjadi anjing-anjing yang menyalak-nyalak di dalam neraka.

Yahya bin Mu’adz ar-Razi berkata,

“Kita tidak tahu mana yang lebih besar di antara dua musibah ini: terlepasnya surga dari tangan kita atau dimasukannya ke dalam neraka. Adapun surga kita tidak tahan untuk segera memasukinya. Sedangkan api neraka kita tidak tahan jika harus mendekat (apalagi dimasukkan) ke dalamnya.”

Seseorang menerangkan kepada Imam Hasan al-Bashri, bahwa orang yang terakhir keluar dari api neraka adalah seorang lelaki bernama Hunad. Dia telah disiksa selama seribu tahun. Saat keluar dari neraka berseru, “Ya Hannan, ya Mannan ( Yang Maha Pengasih dan Yang Maha Memberi Karunia).”

Hasan kemudian menangis dan mengatakan, “Semoga saja aku menjadi seperti Hunad itu.”

Orang-orang pun heran mendengar ucapan Hasan itu, tapi ia segera membalasnya, “Celaka kalian! Bukankah ia akan keluar pada suatu hari?”

5. Risiko Tercabutnya Iman

Dari semua perkara yang telah dijelaskan sebelumnya itu akhirnya akan kembali kepada satu poin penting yakni “Resiko tercabutnya dari karunia iman.” Iman merupakan poin yang bisa mematahkan punggung dan membuat muka menjadi pucat, menghancurkan hati, menghentikan detak jantung, yang mengalirkan air mata darah dari para hamba. Inilah akhir yang paling ditakuti oleh orang yang takut yang ditangisi oleh mata orang-orang yang menangis.

Baca : Sebuah Kisah Habib Quraisy Bin Qosim Cirebon

Beberapa wali Allah menjelaskan bahwa kesedihan itu ada tiga macam:

  1. Sedih terhadap ibadah yang dia lakukan apakah akan diterima atau tidak oleh Allah
  2. Sedih terhadap dosa yang ia lakukan apakah akan diampuni atau tidak.
  3. Sedih memikirkan kalau iman makrifat dicabut darinya.

Sementara itu, orang-orang yang mukhlis berkata:

“Pada hakikatnya semua kesedihan itu satu, yaitu sedih memikirkan resiko tercabutnya iman atau makrifat. Sedang semua bentuk kesedihan lainnya, rasa cemas dan kekhawatiran tidak signifikan dibanding dengan kehilangan iman.”

Oleh : Tim Redaksi

Sumber: Kitab Minhajul Abidin

Picture by syahida.com

Bernostalgia Bersama KH. Ahsin Sakho’

Di malam ketiga Majlis Tahlil (06/01) wafatnya penjaga Al Qur’an di Nusantara KH. R Najib Abdul Qodir  kerawuhan murid sekaligus sahabat beliau yakni Dr. Ahsin Sakho’ Muhammad MA., Al Hafiz. Beliau berpesan bahwa “Beliau (Mbah Najib) adalah orang yang betul-betul ahlul Qur’an, kalau yang saya perhatikan hadist-hadist Fadloilul Qur’an, hadist tersebut ada dalam diri beliau. Beliau tidak pernah membicarakan yang tidak enak kepada orang lain, kalau ada arah menuju kesana beliau membelokan pembicaraannya, beliau tidak mau masuk ke wilayah pribadi orang lain. Lisannya benar-benar terjaga, haliyah beliau benar-benar terjaga, seperti itulah Hafidzul Qur’an”. Itu adalah sedikit dari potongan cerita beliau tentang Mbah Najib Abdul Qodir dalam Majlis Tahlil.

Setelah selesai menghadiri acara Majlis Tahlil beliau KH. Ahsin singgah ke tempat dimana beliau dan Mbah Najib dulu pernah menyetorkan hapalan Al Quran kepada Mbah Mad (KH. Ahmad Munawwir) selama di Krapyak. Beliau bercerita kembali, bernostalgia bersama dengan Pengasuh Pondok pesantren Al Munawwir Komplek L KH. Muhammad Munawwar Ahmad beserta dengan para santri Tahfidz. Beliau bercerita ketika mondok di Krapyak sekitar tahun 1973-1976, pada saat itu beliau menempati kamar A nomor 2 di Komplek L. Pada saat itu Mbah Mad memberikan kesempatan kepada Mbah Najib untuk mengajar karena Mbah Mad sudah mempunyai sebuah firasat bahwasanya kelak yang akan melanjutkan estafet Tahfidzul Quran di Krapyak itu Mbah Najib. Begitu caranya Mbah Mad meregenerasi yakni dengan cara memberikan kesempatan Mbah Najib untuk mengajar disini. Mbah Najib sudah menganggap Mbah Mad itu seperti ayahnya sendiri karena Mbah Najib sudah ditinggalkan oleh ayahnya ketika masih kecil. Oleh karena itu apapun yang di dawuhkan Mbah Mad pokoknya sendiko dawuh apa kata Mbah Mad.

Sampai pada akhirnya Mbah Najib ingin melanjutkan Qiro’ah Sab’ah di Mbah Arwani Kudus, kemudian diantar oleh Mbah Mad begitu pun dengan saya dan teman-teman lainnya ikut mengantarkan Mbah Najib ke Kudus menggunakan mobil pickup. Pada saat mau sowan Mbah Arwani pakaian Mbah Mad dirasa kurang sopan dan tidak pantas untuk menghadap Mbah Arwani maka Mbah Mad meminta temannya untuk bertukar pakaian dengan Mbah Mad.

“Cubo ijolan sek klambine” pinta Mbah Mad

Karena begitu tawadhu’nya Mbah Mad hendak sowan menghadap Mbah Arwani beliau rela bertukar pakaian dengan temannya, kalau tidak salah nama teman yang bertukar pakaian dengan Mbah Mad itu namanya Marosi. Kami semua ngaji sama Mbah Najib setiap pagi dan sore beliau pake sepeda dari ndalemnya menuju kesini (Komplek L), saya setor hafalan dengan Mbah Najib dari awal sampai Surah At-Taubah selanjutnya saya setoran dengan Mbah Mad sampai Khatam sampai di doakan oleh Mbah Mad. Dulu itu tidak ada yang namanya Wisuda Al Qur’an jadi betul-betul lillahi ta’ala, orang-orangnya betul abid, betul-betul ahlul qur’an. Fasihnya Mbah Mad itu luas biasa, jadi fashoha nya Mbah Mad itu bisa menjadi contoh fashoha nya orang krapyak. Jadi bacaan Al Quran mau dibaca kemana saja bisa, dibaca dengan cepat bisa, dibaca dengan tahqiq bisa, dibaca dengan tartil pun bisa. Pokonya dengan model apa saja bisa dibawakan oleh Mbah Mad.

Baca : Memberi Isyarat Dengan Gerakan Mata Dalam Shalat

Ketika malam pertama bulan Ramadhan Mbah Mad ngimami shalat tarawih di Pondok Pusat sampai tanggal 27 Ramadhan, diikuti dibelakang melakukan shalat tarawih sendiri yakni para santri tahfidz yang digilir menjadi imam setiap satu salaman bergantian menjadi imamnya. Setiap bulan ramadhan bisa mengkhatamkan satu kali di Pondok Pusat dan satu kali di sini, satu kalinya disini bisa dikatakan 3 hari bisa satu kali khataman karena dalam satu malam bisa sampai 10 juz.

Pernah suatu waktu Mbah Mad ingin para santrinya jam 3 malam supaya bangun jadi 1 jam sebelum subuh semua santri sudah bangun.

“Wes nek arep gawe kopi ora popo” begitu dawuh beliau.

Mbah Mad itu seorang yang zahid “Ora kumantil karo bondo dunyo”, beliau juga seorang sohibul karomah, pernah pada saat itu yang cerita teman saya. Waktu Mbah Mad sedang jamaah ada santri ndalem yang sedang di dapur ngurusi makanan, Mbah Mad duko (marah) sampai ditendang kompornya hingga kebakaran. Waktu itu masih banyak sepeda di depan dan berlalu begitu saja ga ada yang coba memadamkan apinya.

Begitu metode beliau mengajarkan antara Qur’an dengan tahqiq, kami semua para santri memberikan tanda kalau di ayat ini berhentinya disini terus mulainya lagi dari mana terus dikasih tanda lagi. Itu harus orang yang mahir betul karena untuk meng-iadah itu tidak gampang. Itulah cara-cara Mbah Mad mempraktekan mengajarkan cara-cara Qur’an talqin syafa. Dulu setiap jum’at pagi setelah subuh semaan antar para ukhos dibagi menjadi beberapa kelompok, jadi setiap anak itu baca satu lembar sampai shalat duha. Metode yang dipraktekan Mbah Mad itu ketat dalam jamaah shalat, kadangkala sebelum subuh beliau tarkhiman sambil membangunkan anak-anak untuk jamaah. Perpaduan metode antara tahsinul akhlakul karimah dengan menghapalkan Al Qur’an. Dulu itu mengaji 3 kali dalam satu hari yakni setelah shalat subuh kemudian jam 9 pagi sampai jam 11 dan beliau mengawasi dari belakang dari arah dapur melihat kita nderesan. Saya disini kurang lebih ada 2 tahun setengah lamanya.

Baca : Sebagian Tanda Dari Kematian

Krapyak itu terkenal dengan Qur’annya, keberkahan Krapyak itu ya karena Al Quran, dengan Al Qur’an Krapyak menjadi seperti sekarang ini dan Krapyak mempunyai sanad yang ‘Ali sanad bacaan Al Qur’an dari Mbah Munawwir sampai Kanjeng Nabi itu sanadnya mutawattir. Oleh karena itu saya himbau para santri teruslah menghapalkan Al Quran, karena waktu saya dulu menghapalkan Al Qur’an itu tidak tahu mau jadi apa pokoknya saya ngapalin Qur’an saja. Kalau sudah hapal Al Qur’an mau kemana saja gampang, karena Al Qur’an itu merupakan sebongkah emas yang masih bisa untuk jadi kalung, bisa jadi gelang, bisa menjadi apa saja.

Oleh karena itu jangan ragu-ragu untuk menghapalkan Al Qur’an karena Al Qur’an itu kalamullah, orang kalau menghapalkan Al Qur’an Allah itu senang, kalau Allah senang maka Allah mempunyai cara sendiri bagaimana cara menyenangkan hambanya. Mudah-mudahan semuanya bisa terus menghapal Al Qur’an bersama Pak Yai Munawwar. Amin

Perjumpaan dengan Dr. Ahsin Sakho’ Muhammad MA., Al Hafiz ditutup dengan memanjatkan doa yang dipimpin oleh beliau.

Oleh : Tim Redaksi

Sebagian Tanda Dari Kematian

Kematian merupakan keniscayaan bagi setiap makhluk hidup. Kematian di dunia menjadi awal kehidupan baru dimulai dari alam kubur hingga akhirat yaitu kehidupan yang lebih baik dan kekal.

Manusia harusnya menyadari bahwasanya kehidupan dan kematian merupakan sebuah ujian maka persiapkanlah sebaik mungkin untuk bisa menghadapinya. Seperti halnya anak sekolah ketika akan menghadapi ujian atau ulangan di sekolahnya hendaknya menyiapkan segala persiapan guna mendapatkan hasil yang terbaik di akhir ujian kelas dan mendapatkan nilai yang bagus. Setidaknya lulus sesuai dengan standar minimal guna bisa melanjutkan ke tahap selanjutnya yang lebih tinggi.

Karena dengan mengingat kematian hidup kita akan lebih berhati-hati, kenikmatan dunia yang ada pada saat ini yang sedang kita rasakan tidak ada guna lagi ketika kematian sudah datang menghampiri. Meski begitu mengingat kematian bukan suatu perkara yang mudah karena masih ada saja para pentakziyah yang tertawa terbahak-bahak di tengah keluarga yang sedang berduka.

Baca : Sang Murobbi Dipangkuan Ilahi

Menurut Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan bahwasanya sekadar mengingat kematian tanpa dilakukan secara sering bisa mendorong manusia melakukan perintah-perintah serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Keadaan di alam kubur merupakan sesuatu hal yang ghaib, untuk memudahkan hal tersebut kematian dianalogikan dengan tidur. Ketika seseorang sedang tidur orang di sekitarnya tidak tahu apa yang sedang terjadi dengannya di alam mimpi. Karena orang yang sedang tidur dengan orang mati merupakan keluarnya ruh dari jasad seseorang. Yang membedakan ketika orang tidur ruh nya akan kembali sedangkan orang yang sudah mati ruh nya tidak akan kembali ke jasad pemiliknya.

Ketika seseorang tidur maka akan keluar ruh jasamani bersama akalnya, kemudian berjalan diantara langit dan bumi dan terkadang ada mimpi yang bisa dipahami, hal ini berarti akal berperan di dalamnya. Berangkat dari penjelasan di atas bahwasanya seorang manusia sudah bisa merasakan sebagian tanda dari kematian tetapi manusia seringkali mengabaikannya. Oleh karena itu seyogyanya setiap kita terbangun dari tidur selalu bersyukur karena kita masih diberikan kesempatan kembalinya roh dengan jasad dan masih diberikan nikmat bisa hidup kembali.

Oleh : Tim Redaksi

Picture by www.brilio.net

Sang Murobbi Dipangkuan Ilahi

Krapyak sedang berduka karena salah satu songgone langit Krapyak penjaga Al Qur’an di Nusantara dan pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak telah kembali ke asal memenuhi panggilan Gusti Allah di Surga, KH. Raden Najib Abdul Qodir, Senin 04 Januari 2020 sekitar pukul 16.30 Wib.

Senin sore ketika kami selesai Roan tiba-tiba mendapatkan kabar bahwasanya Mbah Najib sampun kapundut.

“Gek ndang adus kang, ayo nang pusat Mbah Najib sedo”

“Loh sing tenan kang? Ojo guyon!”

“Hooh tenan mosok ngapusi?”

“Ya Allah…”

Seketika badan terasa lemas dan tidak percaya bahwasanya berita barusan benar adanya. Karena bagi kami beliau merupakan salah satu orang tua kami di sini, merasa kehilangan sosok orang tua sekaligus guru bagi kami semua itu terasa sangat menyakitkan. Patah hatinya seorang santri bukan karena diitinggal rabi oleh sang kekasih hati melainkan ditinggal pergi oleh sang Murobbi. Beliau seorang Kyai yang sangat rendah hati, beliau seorang Ulama namun penampilannya seperti orang biasa pada umumnya. Bukan karena kaya materi nama beliau terkenal hinggal pelosok negeri, membuat beliau disegani juga dihormati, melainkan karena sifat rendah hati dan kesederhanaan beliaulah yang mengangkat derajat beliau selama ini.

Dalam sebuah kesempatan beliau pernah berpesan bahwasanya “Ngaji itu sebuah kewajiban paling atas setelah shalat fardhu jangan sampai dikalahkan yang lain, harus sadar kasihan orang tua jangan sampai mengecewakan harapan orang tua sudah dikasih kepercayaan tapi tidak mengaji. Itu namanya durhaka dan dosa besar.”

Waqila Al Maghfurlah Mbah Najib merupakan satu-satunya murid Mbah Arwani yang diperbolehkan untuk mengikuti Musabaqoh karena merupakan cucu dari KH M Munawwir Krapyak, bahkan mendapatkan suatu kehormatan bisa masuk ke dalam Ka’bah karena prestasinya juara internasional pada saat itu.

Mbah Najib bergelar Raden karena ibunda beliau Ny. R. Ayu Mursyidah merupakan keluarga Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat istri pertama dari Mbah Munawwir sebagai muasis Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak. Mbah Najib urutan ke-5 dari 8 bersaudara diantaranya sebagai berikut : KH.R. Abdul Qodir mempunyai keturunan dari Nyai. Hj Salimah (Jejeran, Yogyakarta) :

1. Ning Fatimah (wafat)

2. Ning Nurjihan (wafat)

3. Gus Widodo (wafat)

4. Nyai. Hj. Ummi Salamah

5. KH.R Muhammad Najib (wafat)

6. Nyai. Hj. Munawwaroh

7. KH.R Abdul Hamid

8. KH.R Abdul  Hafidz (wafat).

Kelahiran dan kematian datang silih berganti, esok atau lusa atau kapapun saja bisa saja datang begitu saja tanpa aba-aba. Semua akan kembali ke asal disini tidak ada yang abadi semua akan kembali kepada Sang Maha Pencipta alam ini. Suatu saat diantara kita akan pulang sendirian sama saat seperti kita datang pertama kali ke muka bumi.

Jika kita merasa sebagai salah satu santrinya berusahalah meniru akhlaknya senantiasa patuh dengan dawuh-dawuh beliau, semoga kita semua diakui oleh beliau sebagai santrinya. Semoga guru kita semua, orang tua kita semua KH. R Najib Abdul Qodir wafat Husnul khatimah, diterima semua amal ibadahnya dan ditempatkan bersama para kekasih Allah dan pecinta Al Qur’an di surga, Amin.

Oleh : Tim Redaksi

Puisi Untuk Sang Permata

Hari ini…

Aku mendengar permata telah dipanggil

Aku menyaksikan permata telah diambil

Aku merasakan permata telah kembali

Hari esok…

Ku todong jiwaku yang berduka atas permata

Ku pinta jiwaku yang kehilangan atas pemata

Ku tagih jiwaku yang meronta-ronta tersebab

Sang permata

Ku ikhlaskan permataku diperjalankan menuju-Nya

Menderu harap, huru-hara rasa duka

Tak pernah berkurang dan tak lekang zaman

Ku lepaskan permataku dengan syair Turki

Dari Abuya Husein Muhammad :

“Mana mungkin Bulbul tak terbang pulang

Merobek sejuta tirai penghalang saat diseru kekasih : “IRJI’I”

Pulanglah ke dalam dekapan-Ku”

.

.

Oleh : Hadi Wahono

Picture by pbs.twimg.com

Kisah Supri Sebelum Boyong

Sebelum Supri di izinkan boyong, Kyai memberinya satu ujian untuk membuktikan bahwa Supri benar-benar sudah matang ilmunya dan siap menghadapi kehidupan diluar Pesantren.

“Sebelum kamu pulang, dalam tiga hari ini coba tolong kamu carikan seorang ataupun makhluk yang lebih hina dan buruk darimu.” pinta sang Kyai

“Tiga hari itu terlalu lama Yai, hari ini aku bisa menemukan banyak orang atau makhluk yang lebih buruk daripada saya.” jawab Supri dengan percaya diri

Sang Kyai tersenyum seraya mempersilahkan muridnya membawa seorang ataupun makhluk itu kehadapannya. Supri keluar dari ruangan Yai dengan semangat.

”Hmm…ujian yang sangat gampang!” mbatin Supri

Hari itu juga, Supri berjalan menyusuri jalanan ibu kota. Di tengah jalan, Supri menemukan seorang pemabuk berat. Menurut pemilik warung yang dijumpainya orang tersebut selalu mabuk-mabukan setiap hari. Pikiran Supri sedikit tenang, dalam hatinya berkata :

“Nah ini…pasti dia orang yang lebih buruk dariku, setiap hari dia habiskan hanya untuk mabuk-mabukan, sementara aku selalu rajin beribadah.” ujar Supri dengan bangga

Dalam perjalanan pulang Supri kembali berpikir :

“Sepertinya si pemabuk itu belum tentu lebih buruk dariku, sekarang dia mabuk-mabukan tapi siapa yang tahu di akhir hayatnya Allah justru mendatangkan hidayah hingga dia bisa Husnul Khotimah, sedangkan aku yang sekarang rajin beribadah kalau diakhir hayatku Allah justru menghendaki Suúl Khotimah, bagaimana?”

“Hmm… berarti pemabuk itu belum tentu lebih jelek dariku.” Supri bimbang

Supri kemudian kembali melanjutkan perjalanannya mencari orang atau makhluk yang lebih buruk darinya. Di tengah perjalanan Supri menemukan seekor anjing yang menjijikkan karena selain bulunya kusut dan bau, anjing tersebut juga menderita kudisan.

“Akhirnya ketemu juga makhluk yang lebih jelek dariku, anjing tidak hanya haram, tapi juga kudisan dan menjijikkan.” teriak Supri dengan girang

Dengan menggunakan karung beras, Supri membungkus anjing tersebut hendak dibawa ke Pesantren, namun ditengah perjalanan pulang tiba-tiba Supri kembali berpikir :

“Anjing ini memang buruk rupa dan kudisan, namun benarkah dia lebih buruk dariku?”

“Kalau anjing ini mati maka dia tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukannya di dunia, sedangkan aku harus memper-tanggungjawabkan semua perbuatan selama di dunia dan bisa jadi aku akan masuk ke neraka.” Supri mbatin lagi

Akhirnya Supri menyadari bahwa dirinya belum tentu lebih baik dari anjing tersebut.

Hari semakin sore Supri masih mencoba kembali mencari orang atau makluk yang lebih jelek darinya. Namun hingga malam tiba Supri tak juga menemukannya. Lama sekali Supri berpikir, hingga akhirnya Supri memutuskan untuk pulang ke Pesantren dan menemui sang Kyai.

“Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukannya?” tanya sang Kyai.

“Sudah, Yai,” jawab Supri tertunduk.

“Ternyata diantara orang atau makluk yang menurut saya sangat buruk, saya tetap paling buruk dari mereka,” jawab Supri lirih

Mendengar jawaban sang murid, Kyai tersenyum lega.

Kemudian Kyai berkata kepada Supri :

“Selama kita hidup di dunia jangan pernah bersikap sombong dan merasa lebih baik atau mulia dari orang ataupun makhluk lain. Kita tidak pernah tahu bagaimana akhir hidup yang akan kita jalani. Bisa jadi sekarang kita baik dan mulia, tapi diakhir hayat justru menjadi makhluk yang seburuk-buruknya. Bisa jadi pula sekarang kita beriman, tapi di akhir hayat setan berhasil memalingkan wajah kita hingga melupakan-Nya.”

Oleh : Tim Redaksi

Picture by rumahtahfidzrahmatplg.com

Jangan Berdebat Dengan Orang Bodoh

Kita hidup di dunia yang mana di isi oleh berbagai macam manusia, mulai dari agama yang berbeda, ideologi yang berbeda, ras, suku, bahasa, paham dan lain sebagainya. Kita juga dianugerahkan akal yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Pencipta untuk bisa tetap survive ketika menjalani kehidupan, untuk berfikir bagaimana cara berkomunikasi, dan untuk melanjutkan hidup dengan sesama manusia dan juga alam. Dari situlah kita senantiasa berhubungan dengan orang lain, untuk kelangsungan hidup di dunia.

Tak jarang atau mungkin sering kita menjumpai perbedaan-perbedaan tersebut menyulut adanya perbedaan pendapat dan berujung kepada perdebatan. Setiap manusia pada dasarnya memiliki yang namanya Gharizah Baqa’ atau biasa kita sebut sebagai naluri untuk mempertahankan diri. Seringkali saat kita bertentangan dengan pihak tertentu, maka naluri tersebut akan menguasai diri. Naluri agar harga diri tidak jatuh dan menjadi lebih unggul atas orang lain.

Dikisahkan, suatu hari Ibnu Sina melakukan perjalanan dengan kuda kesayangannya. Kemudian tiba tempat yang dirasa nyaman, Ibnu Sina berhenti beristirahat. Kuda diikat ditempat yang sedikit teduh, diberi makanan jerami dicampur rumput pilihan. Ibnu Sina tahu bahwasanya binatang itu tidak boleh dimusuhi bahkan disiksa harus disayang karena membantu manusia.

Ibnu Sina duduk di tempat lebih teduh tak jauh dari kuda, sambil menikmati bekal yang dibawanya.

Tiba-tiba datang seseorang yang menunggangi keledai, ia turun dan mengikat keledainya berdekatan dengan kuda milik Ibnu Sina dengan maksud supaya keledainya bisa ikut memakan jerami dan rumput pilihan yang sudah disediakan oleh Ibnu Sina tadi. Dan orang tersebut pun duduk dekat dengan Ibnu Sina berada.

Ketika ia duduk dan ikut makan, Ibnu Sina mengingatkan :

“Jauhkan keledaimu dari kudaku supaya tidak ditendang olehnya.”

Orang yang diajak bicara itu tersenyum sambil menoleh ke kuda dan keledai.

Namun kemudian… “Plakk…!”

Si keledai ditendang kuda hingga luka cidera. Pemilik keledai marah-marah kepada Ibnu Sina dan meminta tanggung jawabnya, Ibnu Sina diam saja. Sampai kemudian si pemilik keledai mendatangi hakim dan meminta agar Ibnu Sina membayar atas luka cidera keledainya. Saat ditanya oleh hakim pun Ibnu Sina terdiam.

Hakim kemudian berkata kepada orang yang mengadu :

“Apakah ia bisu ….. ?” tanya hakim

“Tidak, tadi ia bicara padaku.” orang itu menjawab

 “Apa yang ia katakan ….. ?” hakim bertanya lagi

 “Jauhkan keledaimu dari kudaku supaya tidak ditendang kudaku.” orang itu kembali menjawab

Setelah mendengar jawaban itu, sang hakim tersenyum dan berkata kepada Ibnu Sina:

“Anda ternyata pintar. Cukup diam dan kebenaran terungkap.”

Sambil tersenyum Ibnu Sina berkata kepada hakim:

“Tidak ada cara lain untuk menghadapi orang bodoh selain dengan diam.”

Dari cerita Ibnu Sina di atas menjelaskan bahwasanya perdebatan yang tidak jelas ujung-pangkalnya kita akan kehilangan banyak hal diantaranya adalah waktu yang berharga, energi, emosi dan lain sebagainya. Yang tak kalah penting adalah orang lain akan menilai kita dengan bagaimana kita sendiri. “Apabila orang bodoh mengajak berdebat denganmu, maka sikap yang terbaik adalah diam.” Namun berdebat tidak lah terlarang secara mutlak, karena terkadang untuk meluruskan sebuah syubhat memang harus dilalui dengan berdebat. Dan debat itu terkadang terpuji, terkadang tercela, terkadang membawa mafsadat (kerusakan), dan terkadang membawa mashlahat (kebaikan), terkadang merupakan sesuatu yang haq dan terkadang merupakan sesuatu yang bathil.

Oleh : Tim Redaksi

Picture by bincangsyariah.com

Wirid Ba’da Shalat

لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌعَلَيْهِمَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكِمُ بِا لْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لَآاِلهَ إِلاَّ هُوَعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ

Dibaca Setelah Shalat Maghrib dan Shalat Shubuh sebanyak 7 kali.

Diriwayatkan oleh KH. Ahmad Munawwir

Oleh : Tim Redaksi

Sumber : Al-Munawwiriyyah

Picture by almunawwir.com