Tulisan Dan Kentut Sama Bahayanya

Tidak bisa dipungkiri perkembangan zaman yang sudah super gila ini, membuat sebagian dari kita terlalu terlena dengannya. Bagaimana tidak? Sumber-sumber berita yang dulunya bisa didapat hanya dengan Koran, televisi, radio. Kini hanya dengan beli kuota 4G dan tersambung dengan berbagai sosial media, justru lebih mempermudah mengakses berita yang tidak tahu sumber ke orisinilannya. Kita lebih mempercayai opini-opini yang terpampang dan ditulis oleh sebagian orang, yang tujuannya tidak lain hanya untuk menguntungkan satu pihak demi menjatuhkan pihak lain yang menjadi lawannya. Kita di jejali dengan berbagai stigma-stigma negatif, dengan senjata yang tidak begitu tajam tetapi lebih mematikan dari hanya sekedar tombak sekalipun, yakni berupa tulisan.     

Ya, tulisan yang di sebarluaskan inilah yang menjadi senjata mereka untuk menyerang, menerkam, menjatuhkan, bahkan bisa terprovokasi sekaligus. Kalau dulu ada maqolah yang mengatakan bahwa “Orang bisa dibunuh bahkan bisa membunuh hanya karena mulut atau omongannya”. Dan menurut saya, kini mulut yang dimaksud di maqolah tersebut itu lebih ketulisan yang dibuat. Mereka menulis berbagai hal tentang diri seseorang untuk selanjutnya di beritakan secara sosial tanpa ada persetujuan dari orang yang diberitakan, hanya untuk menuangkan opini yang tidak tahu arah maksudnya. Jadilah banyaknya penafsiran, pemahaman, atau sudut pandang berbeda dari apa yang dia tulis dari para pelaku sosial. Penilaian-penilaian pun tidak bisa terbendung berbagai statement-statement pun mulai bermunculan di media sosial, tidak ubahnya kentut yang dengan sendirinya keluar tanpa diharapkan.     

Omong-omong kentut sepertinya bisa dikorelasikan dengan penulis menuliskan seseorang justru membuat orang itu geram. Kebanyakan dari orang menganggap kalau bau kentut itu adalah  sumber dari emosi kemarahan. Berbeda dengan orang  yang mengeluarkan kentut itu sendiri, dia tanpa ada rasa salah sekalipun menganggap bahwa ini adalah rezeki yang tuhan berikan, kalau tidak dikeluarkan maka akan jadi penyakit bagi dirinya. Tidak berfikir kalau orang disekitarnya yang merasa terdholimi oleh kebrutalan bau kentutnya. Dan dia kali ini lupa, kalau ada orang lain yang mengentutinya maka dia akan merasa didholimi oleh orang tersebut bahkan meluapkan emosi kemarahannya, meskipun tidak tersalur dengan gaya mata atau pukulan, paling tidak dia akan menghindar untuk meluapkan keemosiannya. Dan begitu sebaliknya orang yang mengentutinya akan merasa ini adalah sebuah anugrah yang besar. Dan begitu seterusnya. Kayaknya tidak akan habis-habisnya membahas persoalan kentut yang akhir-akhir ini jarang diberitakan dan masyarakat menjadi resah olehnya. Padahal ini adalah masalah sosial yang paling tidak didiskusikan bagaimana kalau ada tempat khusus pembuangan kentut. Haha bercanda.     

Kembali ke topik awal, lebih parahnya lagi mereka untuk sementara rela menjadi seperti  orang yang bertugas di lembaga “intelijen”, mengendap-ngendap, rela terbelusuk di bagian-bagian yang mungkin tidak terlihat oleh orang yang menjadi target, atau bisa saja mereka menyamar, melihat-lihat sekitar, untuk menemukan kesalahan-kesalahan orang yang menjadi musuh bosnya, setelah itu dijadikanlah bahan berita yang selanjutnya akan di sebar luaskan dengan gaya bahasa penulisan yang membuat banyak orang semakin benci kepada target tersebut karena kesalahan yang dicari-cari oleh “intelijen”.

Orang-orang seperti inilah yang membuat citra buruk bagi segenap komunitas, kelompok, atau orang-orang yang menggeluti dunia tulis, dan segenap para jurnalis yang benar-benar menulis berita dengan sumber fakta yang ada, dan bisa dipertanggung jawabkan keorisinalannya, tanpa menyinggung pihak manapun. Apabila ada yang tersinggung bukan beritanya yang salah, tapi memang orang yang tersinggung itulah yang menganggap berita tersebut tidak layak untuk di beritakan, orang ini tersinggung kalau rakyat mengetahui berita tentangnya. Mereka menulis dengan hati nurani, menulis berita demi rakyat, bukan untuk kepuasan pribadi ataupun suatu kelompok. Adanya fakta ketidakadilan maka mereka tulis ketidakadilan, ada korupsi mereka tidak akan takut untuk memberitakan korupsi. Mereka membuat berita tidak sekedar dibuat-buat  agar lebih menarik atau lebih menggiurkan. Tapi sekali lagi, mereka “Menulis Demi Rakyat.”  

Oleh : Taufik Ilham

Picture by kly.akamaized.net

Sumber : El Tasrih

Sebuah Kisah Habib Quraisy Bin Qosim Cirebon

Dikisahkan oleh kisah nyata yang dialami oleh Habib Quraisy bin Qosim Baharun Cirebon saat perjalanannya pada tahun 1996 silam, saat itu beliau sedang menempuh perjalanan menuju Yaman. Di dalam pesawat beliau bertemu dengan seorang ibu tua berpakaian dengan penutup jilbab, usia ibu tua itu sekitar 70 tahunan. Didalam perjalanan itu sang ibu menyapa Habib Quraisy dan menanyakan tempat tujuannya dengan bahasa arab yang fasih.

“Kemana anda akan pergi ?” Tanya Ibu Tua itu.

“Saya akan transit ke Yordan kemudian melanjutkan perjalanan ke Yaman”. Jawab Habib.

“Dimana asal Anda ?” Tanya ibu tua itu kembali juga dengan bahasa arab yang sangat fasih. 

Habib Quraisy pun menjawab “Saya berasal dari Indonesia”

Mengetahui bahwa Habib Quraisy ternyata orang Indonesia sang ibu pun mentranslate bahasanya dengan bahasa Indonesia, padahal dari perbincangan sebelumnya Habib Quraisy mengetahui bahwa sang ibu tersebut berasal dari Jerman. Ketika berbicara bahasa Indonesia sang ibu pun sangat fasih mengucapkannya.

“Saudara Indonesia dimana?”

“Saya di Jawa” Habib Quraisy menjawab

Kemudian sang ibu merubah dialognya dengan menggunakan bahasa Jawa yang dialegnya sangat halus dan dan hampir-hampir Habib Quraisy tidak paham apa yang dikatakannya.

“Luar biasa, ibu begitu banyak menguasi banyak bahasa sampai bahasa Indonesia dan Jawa sekalipun padahal anda orang Barat.”

“Saya Alhamdulillah menguasai sebelas bahasa dan dua puluh bahasa daerah” sang ibu pun menjawab dengan tersenyum

Seiring berjalannya waktu perbincangan Habib Quraisy bersama sang ibu mengarah kepada hal-hal yang berkaitan dengan agama, kemudian sang ibu mulai menjelaskan dan mengupas Al Quran dengan indah dan mahir. Habib pun penasaran atas kehebatannya menjelaskan Al Quran dan bertanya

“Apakah ibu hafal Al Quran?”

“Ya, saya telah menghafal Al Quran dan saya rasa tidak cukup hanya menghafal Al Quran sehingga saya berusaha mengahafal Tafsir Jalalain, namun Al Quran harus bergandengan dengan Hadist sehingga saya berupaya menghafalkan Hadist tentang hukum sehingga saya hafal kitab Bulughul Maram di luar kepala.”

“Lantas saya masih belum merasa cukup, karena di dalam Islam bukan hanya ada halal dan haram tapi harus ada fadhailul amal, maka saya pilih kitab Riyadhus Sholihin untuk saya hafal dan saya hafal”. Kata Ibu itu menuturkan pendalamannya tentang Islam kepada Habib Quraisy.

Dan lagi Ibu itu kembali bertutur “Di sisi agama ada namanya tasawuf, maka saya cendrung pada tasawuf sehingga saya memilih kitab Ihya Ulumuddin dan sampai saat ini saya sudah 50 kali mengkhatamkan membacanya.”

“Saking seringnya saya membaca Ihya Ulumuddin sampai-sampai Bab Ajaibul Qulub saya hafal di luar kepala.”

Habib Quraisy terperangah melihat kehebatan dan luar biasanya ibu tua itu. Namun karena tidak mau percaya begitu saja, Habib Quraisy pun akhirnya mencoba mengetes kebenaran perkataannya. Apakah benar Ia telah hafal Al Qur’an? Apakah benar Ia menguasai Tafsir Jalalain tentang asbabunnuzul dan qaul Ibnu Abbas? 

Setelah melalui beberapa pertanyaan. Ternyata memang benar Ibu itu hafal Al Qur’an bahkan Ia mampu menjawab tafsirnya dengan mahir dan piawai. Habib pun dibuat heran akan kehebatan sang ibu yang bisa menguasai bahkan menjabarkannya dengan detail, selama ini gurunya Habib Quraisy belum pernah menemukan orang sekaliber ibu ini.

Ketika pesawat sudah benar-benar berhenti dan semuanya menyiapkan diri untuk membawa barang bawaannya, begitu pun dengan sang ibu yang sedang sibuk menurunkan barang bawaannya ke lantai pesawat. Dan ketika ibu menunduk untuk mengambil tas ternyata keluar dari bilik jilbabnya seutas kalung yang bertanda salib. Seperti petir menyambar di siang bolong Habib Quraisy pun menunduk dengan lemah.

Kepada Habib Quraisy ibu itu pun mengatakan “Saya bukan orang Kristen, saya keluar dari Kristen dan kalung ini bukan berarti saya Kristen tapi kalung ini adalah pemberian dari almarhumah ibu saya”.

Sang ibu pun mengatakan bahwa ia telah mempelajari beberapa agama diantaranya Kristen, Hindu juga Islam. Sang ibu pun sempat mengungkapkan ketertarikannya mengenai keagungan Nabi Muhammad SAW.

“Ibu apa agamanya sekarang?” Tanya Habib Quraisy

Sang ibu menjawab “Saya tidak beragama.”

“Seandainya ibu masuk Islam begitu membaca Syahadat ibu akan langsung mendapat titel Kyai Haji karena demikian luas ilmu yang ibu miliki” Jawab Habib Quraisy

“Mungkin karena saya belum mendapatkan Hidayah dari Allah” Sang ibu menjawab

Habib Quraisy pun meneteskan air mata bersyukur kepada Allah bagaimana orang seperti dia yang sudah hafal Al Quran dan lain sebagainya belum Allah izinkan untuk beriman kepada-Nya, sementara kita tanpa usaha apapun telah dipilih oleh Allah untuk menjadi seorang muslim.

Semoga bagi pembaca dan penulis bisa mengambil ikhtibar betapa bersyukurnya kita telah dianugerahkan iman oleh Allah dengan tanpa usaha apapun seperti yang dilakukan oleh sang ibu dalam kisah diatas. Semoga iman, Islam kita semakin bertambah kuat sampai ajal menjemput sehingga kita termasuk orang yang Husnul Khotimah. Amin.

Oleh : Taufik Ilham

Picture by img.jakpost.net

Sumber : Pengajian Kitab Minhajul Abidin

Antara Ilmu Dan Ibadah, Mana Yang Lebih Utama?

Ilmu dan ibadah sebagai pokok karena dengan keduanya kita bisa membaca dan mendengar baik berupa tulisan, pengajaran oleh para guru, nasihat-nasihat maupun penelitian oleh peneliti. Bahkan karena ilmu dan ibadah tersebut kitab-kitab suci telah diturunkan kepada para Rasul dan diciptakannya langit serta bumi berikut segala apa yang ada diantara keduanya. Jadi, diagungkannya kedua perkara tersebut (ilmu dan ibadah) adalah karena keduanya merupakan tujuan diciptakannya dunia dan akhirat. Maka, seorang hamba hendaknya tidak menyibukkan diri kecuali dengan kedua hal tersebut dan ketahuilah bahwa perkara-perkara selain keduanya adalah menipu dan tidak ada kebaikan di dalamnya hanya senda gurau yang tidak ada hasilnya.

Perlu diketahui bahwa ilmu itu pada intinya lebih mulia dari sekedar ibadah tanpa ilmu, akan tetapi disamping mempelajari dan mengetahui ilmu seorang hamba harus pula melakukan ibadah. Sebab ilmu itu bagaikan sebuah batang pohon, sedangkan ibadah bagai buahnya, sebuah pohon tanpa buah tidak bermanfaat. Kemuliaan memang milik pohonnya karena ia yang menjadi asal dari buahnya, akan tetapi kita mendapat manfaat dari pohon itu dengan merasakan buahnya. Oleh karena itu seorang hamba harusnya memiliki keduanya yakni ilmu dan ibadah.

Imam Hasan al-Bashi pernah berkata:

“Tuntutlah ilmu tanpa melalaikan ibadah dan taatlah beribadah tanpa lupa menuntut ilmu.”

Ada dua alasan mengapa ilmu harus didahulukan daripada ibadah. Yang pertama ialah supaya ibadah itu dapat dipraktekkan secara benar, untuk itu seorang hamba atau ahli ibadah wajib memiliki pengetahuan yang cukup tentang Dzat yang harus mereka sembah baru kemudian menyembah-Nya. Apa jadinya bila menyembah sesuatu yang tidak diketahui nama dan sifat-sifat Dzat-Nya? Jika itu terjadi maka ibadahmu hanya akan menjadi sia-sia dan tidak berguna. Sebab, mungkin saja seorang hamba melakukan sesuatu dalam ibadah selama bertahun-tahun yang merusak wudhu dan akibatnya juga bisa merusak shalat atau mungkin juga melakukan wudhu dan shalat yang tidak sesuai dengan sunnah dan semua itu terjadi tanpa disadari.

Demikian pula ketika kita mengadukan kesedihan, derita, ketidaksabaran dan ketidaksenangan yang kita alami kepada Allah, dimana kita mengira hal itu merupakan sebagai bagian dari usaha untuk merendahkan diri dan memohon belas kasihan kepada Allah. Padahal kita melakukannya dengan riya’, kita mungkin menyerukan manusia pada kebaikan supaya berbuat benar tapi kita tetap melakukan dosa dan yakin dosanya itu akan dihapuskan oleh Allah karena kita telah menyerukan orang-orang untuk berbuat baik. Ini merupakan salah satu tipu muslihat syetan dan telah salah memahami dan bersikap sembrono. Konsekuensi buruk itu harus diterima oleh orang-orang yang beramal tanpa disadari ilmu tentang amalnya.

Dan alasan yang kedua yang menyebabkan ilmu lebih didahulukan karena ilmu yang bermanfaat itu membuahkan perasaan takut kepada Allah dan segan terhadap-Nya. Orang yang tidak mengenal Allah secara benar, tidak akan segan, hormat dan takut kepada-Nya. Maka dengan ilmu itu seorang hamba mengetahui dan mengenal-Nya, mengagungkan-Nya dan segan terhadap-Nya. Ilmu itu membuahkan ketaatan secara keseluruhan dan membendung kemaksiatan seluruhnya, oleh karena itu hendaknya kita semua mencari ilmu tersebut. Semoga Allah Ta’ala memberikan kita semua bimbingan sebelum segala sesuatunya menyibukan kita semua.

Oleh: Taufik ilham

Sumber : Kitab Minhajul Abidin

Pictur by googleusercontent.com

Diantara Khauf Dan Raja’

Pada saat pengajian kitab Minhajul Abidin (5/12) karya Imam Ghozali yang diampu oleh KH. M. Munawwar Ahmad selaku pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek L, beliau menjelaskan tentang “Rasa Takut dan Harapan: Jalan Tengah yang Menyelamatkan” hendaknya berhati-hati dan waspada ketika menempuh tahapan perjalanan ini yakni rasa takut dan harapan, karena perjalanan ini menuntut ketelitian ekstra karena jalannya sangat berbahanya yang berada diantara dua lembah yang sulit dilalui. Yang pertama yaitu jalan merasa aman dan bebas dari rasa takut (berani), yang kedua jalan keputus-asaan. Sebagai pelaku jalan ibadah harus menjaga keseimbangan antara rasa takut dan harapan jangan hanya bersandar pada salah satu jalan saja dan mengabaikan jalan lainnya, sebab jika harapan itu menjadi dominan kita bisa tersasar ke jalan rasa aman yang membuat merasa aman melakukan apa saja dan terbebas dari rasa takut.

Sebaliknya jika rasa takut yang lebih dominan kita bisa tersesat ke jalan keputus-asaan dimana kita akan kehilangan harapan. Disisi lain jika seorang hamba berjalan diantara rasa takut dan harapan serta berpegang keduanya secara bersamaan maka itu adalah jalan yang adil dan lurus, yang mana jalan tersebut merupakan jalan para wali Allah dan orang-orang pilihan-Nya. Dari penjelasan diatas kita tahu bahwa dalam tahapan perjalanan ini terdapat tiga jalan utama, yaitu :

1. Jalan merasa aman dan bebas dari rasa takut

2. Jalan keputus-asaan

3. Jalan rasa takut dan harapan (Khauf dan Raja’) yang terbentang diantara jalan pertama dan kedua

            Jika kita berada di jalan pertama (jalan rasa aman dan bebas dari rasa takut) maka kita hanya akan melihat kemurahan hati dan ampunan Allah yang tak terbatas, kedermawanan-Nya, terbebas dari rasa takut dan khwatir terhadap apapun, maka dengan bergantung pada ampunan-Nya ataupun berada pada jalan pertama ini kita akan menjadi hamba yang tak kenal rasa takut dan tak perlu menjaga diri.

            Sebaliknya jika kita mengambil jalan yang kedua yaitu jalan keputus-asaan kita hanya akan melihat kerasnya hukuman Allah kepada siapa saja yang bersalah termasuk kesalahan-kesalahan kecil, pengawasannya yang begitu ketat, sehingga hampir-hampir tidak ada kesempatan untuk “Berharap” pada-Nya dan akhirnya kita hanya merasa putus asa dan menyerah. Seperti yang telah diungkapkan oleh banyak orang shaleh dan ahli ibadah bila “Harapan” lebih dominan maka kita bisa masuk kedalam sekte murji’ah yang menyimpang, sedangkan bilamana “Rasa takut” nya yang lebih dominan maka kita bisa terjerumus menjadi seorang khuramiyah atau khawarij.

            Oleh karena itu hendaknya kita jangan hanya melihat pada rahmat dan ampunan Allah yang maha luas saja lalu merasa aman dengan semua itu. Jangan pula hanya melihat pada beratnya hukuman Allah dan kewaspadaannya terhadap kesalahan seorang hamba sekecil apapun sehingga menyerah dan putus asa. Akan tetapi hendaknya kita mengambil jalan tengah atau melihat keduanya secara bersamaan diantara kedua jalan tersebut. Dengan menempuh jalan tengan diantara kedua jalan tersebut Allah menjamin hambanya akan meraih kesuksesan di dunia maupun di akhirat, jalan tersebut memang sulit untuk dilalui namun jalan tersebut merupakan jalan yang lurus dan aman dibandingkan hanya memilih salah satu diantara keduanya.

Oleh : Taufik Ilham

Sumber : Kitab Minhajul Abidin

Picture by sufipathoflove.files.wordpress.com

“Solidaritas Global” Tema Hari AIDS Sedunia

Hari HIV AIDS Sedunia diperingati setiap tanggal 1 Desember di mana peringatannya dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat soal virus HIV/AIDS. Tahun ini Hari AIDS Sedunia jatuh pada Selasa, 1 Desember 2020.

Namun perhatian masyarakat Indonesia sekarang ini tertuju kepada pandemi atau wabah virus corona yang sedang menerpa dunia. Tapi, ada virus lain yang sejak tahun 1987 jadi masalah besar di Indonesia yaitu HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome).

Sejak Covid-19 menjadi pandemi di dunia virus HIV/AIDS pun seakan tenggelam padahal penyebarannya tetap terjadi, terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah. Selain itu faktor risiko lain adalah transfusi darah yang tidak diskrining HIV, jarum suntik yang dipakai bergiliran seperti pada penyalahguna narkoba , serta melalui air susu ibu (ASI) perempuan yang mengidap HIV/AIDS.

Diperkirakan jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 640.443, tapi yang bisa dideteksi sejak tahun 1987 sd. 31 Maret 2020 hanya 511.955 atau 79,94 persen. Itu artinya ada 128.499 Odha (Orang dengan HIV/AIDS) yang tidak terdeteksi. Odha yang tidak terdeteksi ini jadi mata rantai penularan HIV/AIDS di masyarakat karena mereka tidak menyadari dirinya mengidap HIV/AIDS. Ini terjadi karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas pada fisik Odha dan tidak ada pula keluhan kesehatan yang khas HIV/AIDS.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa HIV tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang utama, meskipun dunia telah membuat kemajuan yang signifikan sejak akhir 1990-an, dan seperti banyak masalah kesehatan utama lainnya, ia menghadapi tantangan tambahan selama pandemi COVID-19.

WHO menyerukan kepada para pemimpin global dan warga untuk menggalang “Solidaritas Global” demi mempertahankan layanan penting HIV selama COVID 19 dan seterusnya. “Solidaritas Global” juga menjadi tema pada peringatan Hari HIV AIDS Sedunia 2020. Ini adalah seruan untuk fokus pada kelompok rentan yang sudah berisiko dan memperluas cakupan ke anak-anak dan remaja.

Anda bisa membantu kampanye dengan membagikan postingan dan gambar yang soal kampanye “Let’s Stop HIV Together” di media sosial. Anda bisa untuk memasukkan tagar #WorldAIDSDay / #WAD2020 dan #StopHIVTogether untuk membuat trending konten Hari AIDS Sedunia.

Oleh : Taufik Ilham

Pict by freepik.com

Sumber tagar.id tirto.id

Syarat-syarat dan Tata Cara Tayamum

Thoharoh atau bersuci merupakan bagian penting dalam prosesi ibadah umat muslim, terutama karena bersuci menjadi syarat sahnya sebuah ibadah wajib dalam keseharian, yakni salat lima waktu. Sebelum melaksanakan salat seorang muslim diwajibkan suci hadas serta suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Salah satu alat bersuci yang sering digunakan adalah air. Namun dalam kondisi tertentu fiqih Islam memberikan jalan keluar atau pengganti dalam bersuci yakni dengan melakukan Tayamum.

Sumber https://www.youtube.com/watch?v=I7BDUeqcsGE

Sejarah Metode Halaqah dalam Pengajaran Al-Qur’an

Proses pengajaran al-Qur’an dengan metode halaqah telah diterapkan sejak zaman Rasulullah saw.

Saat awal mula diturunkannya al-Qur’an, Rasulullah secara sembunyi-sembunyi (sirr) mengajarkan al-Qur’an di rumah sahabat al-Arqam bin Abil Arqam dengan membentuk suatu kumpulan dengan beliau sebagai guru. Pada masa itu yang menjadi murid adalah orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Kemudian, setelah agama Islam berkembang pesat, maka proses pembelajaran al-Qur’an dilakukan di masjid dengan Rasulullah tetap sebagai satu-satunya pengajar.

Tidak lupa, al-Qur’an ditulis di atas berbagai media yang ada seperti pelepah kurma, papan kayu, kulit hewan dan lain sebagainya. Hal ini tidak semata-mata dilakukan kecuali atas perintah Rasulullah agar tidak terjadi kekeliruan antara redaksi Hadis dan al-Qur’an.

Setelah wafatnya Rasulullah, al-Qur’an dibukukan menjadi mushaf dan diajarkan di seluruh negeri kekuasaan Islam beserta para qori’ yang telah menguasai al-Qur’an dan mendapat sanad langsung dari Rasulullah.

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dikirimlah beberapa qori’ untuk mengajarkan al-Qur’an di negeri-negeri Islam, salah satunya adalah Abu Darda’. Abu Darda’ merupakan salah seorang sahabat yang mendapatkan mandat untuk mengajarkan al-Qur’an di Damaskus. Di sana dia membuat halaqah yang sangat masyhur dengan jumlah murid yang mencapai 1600 orang lebih.

Metode yang digunakan oleh Abu Darda’ adalah membagi murid-muridnya ke dalam sepuluh kelompok dan menugaskan seorang instruktur pada tiap-tiap kelompok. Ia juga melakukan inspeksi keliling dalam memantau kemajuan murid-muridnya. Bagi mereka yang telah lulus tingkat dasar, dapat mengikuti bimbingan secara langsung dengan beliau agar sang murid merasa lebih terhormat mendapatkan pengajaran langsung dengan sang guru.

Metode seperti juga telah diterapkan di berbagai pesantren dengan santri baru terlebih dahulu memulai belajar al-Qur’an dengan para asaatidz sebelum belajar langsung dengan Kiai atau Bu Nyai. Hal tersebut bertujuan membentuk keefektifan dalam suatu pengajaran. Karena santri pemula akan lebih baik mendapat pengajaran yang relatif lebih lama daripada santri yang sudah mahir.

Di sisi lain, hal ini juga membentuk suatu penghormatan terhadap Kiai ataupun Bu Nyai  karena memudahkan beliau untuk mengajar apabila santri telah menguasai dasar-dasar membaca al-Qur’an. Sekian, semoga bermanfaat.

*Alma Naina Balqis, santri komplek R2

Photo by montdatarbawy.com

Sumber www.almunawwir.com

Kisah Uwais Al-Qarni dan Seorang Rahib yang Bijak

Suatu hari Uwais Al-Qarni dalam sebuah perjalanan melewati sebuah kampung. Di dalamnya ia menemukan seorang rahib tua yang pembawaannya begitu tenang dan bicara teratur. Uwais Al-Qarni tidak melewatkan kesempatan baik tersebut.

Ia bertanya kepada rahib tersebut soal anak tangga pertama yang harus dipijak oleh seorang yang menapaki jalan ibadah. Uwais Al-Qarni benar-benar ingin mengetahui pandangan rahib tua dan bijaksana tersebut. “Apakah derajat pertama yang akan ditempati seorang murid (orang yang ingin bersuluk)?” Rahib itu menjawab, “mengembalikan hak orang yang dizalimi dan meringankan punggung dari hak-hak orang lain karena amal seorang hamba tidak akan naik ke langit selagi ia masih memiliki tanggungan hak orang lain atau hak orang orang yang terzalimi.”

Uwais Al-Qarni adalah pemuda saleh yang tinggal di Yaman. Ia pernah menempuh perjalanan dari Yaman menuju Madinah untuk menemui Rasulullah SAW. Tetapi Rasulullah sedang keluar kota untuk suatu kepentingan yang entah sampai kapan kembali pulang. Uwais Al-Qarni terpaksa meninggalkan Kota Madinah untuk menuju kampong halaman tanpa sempat bertemu dengan Rasulullah SAW. Uwais tidak bisa berlama-lama di Madinah karena ibunya yang sudah tua sedang sakit di Yaman dan berpesan kepada untuk tidak berlama-lama keluar kota. *** Kisah pertemuan Uwais Al-Qarni dan rahib yang bijak dikisahkan oleh Syekh Nawawi Banten dalam Kitab Nashaihul Ibad, (Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun), halaman 4. Kisah ini diangkat terkait hadits keimanan kepada Allah dan keutamaan memberikan manfaat kepada orang lain.

Dari riwayat ini berbagai hadits terkait, Syekh Nawawi Banten menyimpulkan, “Inti semua perintah Allah berpulang pada dua hal, ketakziman kepada Allah dan kasih sayang terhadap makhluk-Nya.” Wallahu a‘lam.

Photo by islam.nu.or.id

Sumber islam.nu.or.id

KH Miftachul Akhyar Terpilih Menjadi Ketua Umum MUI Pusat

KH Miftachul Akhyar terpilih menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat periode 2020-2025. Kiai Miftach secara resmi menggantikan KH Ma’ruf Amin berdasarkan hasil Musyawarah Nasional (Munas) X MUI yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (26/11) malam. Pada pidato pertamanya usai terpilih, Kiai Miftach mengajak seluruh pengurus MUI yang terpilih agar mampu memberikan pencerahan terhadap umat di tengah maraknya disrupsi teknologi saat ini.

“Situasi kondisi yang mungkin bisa disebut sebagai zaman disrupsi teknologi merupakan kewajiban kita sebagai pewaris para anbiya, untuk bisa memberikan pencerahan pada umat sekaligus tanggung jawab kita sebagai mitra pemerintah,” kata Pengasuh Pesantren Miftachussunnah Surabaya ini. Sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, diharapkan MUI mampu memberi solusi dengan pelbagai kontribusinya bagi kehidupan dunia saat ini.

“Indonesia yang merupakan negara terbesar penduduk muslimnya, ini betul-betul bukan besar jumlahnya, tapi produknya yang saat ini dinantikan oleh bangsa di seluruh dunia saat ini,” kata Kiai Miftah yang juga Rais ‘Aam PBNU ini. Pengumuman hasil musyawarah tim formatur Munas ini dipimpin langsung oleh KH Ma’ruf Amin yang pada periode baru ini terpilih sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat. Dalam menjalankan tugas ketua, KH Miftachul Akhyar didampingi Wakil Ketua Umum Anwar Abbas dan Sekretaris Jenderal Amirsyah Tambunan. Sementara Bendahara Umum diamanatkan pada Misbahul Ulum. “Suasananya sangat cair, tidak alot, sehingga alhamdulillah pertemuan hasilkan keputusan Dewan Pengurus Harian dan Dewan Pertimbangan,” kata Kiai Ma’ruf pada momentum yang disiarkan langsung akun Youtube Official TV MUI, Jumat (27/11) dini hari. KH Ma’ruf Amin mengibaratkan MUI seperti kereta api yang memiliki rel atau jalan dan memiliki rute serta tujuan yang jelas. Kereta ini juga memiliki stasiun dan banyak membawa gerbong. Gerbong ini menurut Kiai Ma’ruf merupakan cerminan beragam ormas dan kelembagaan Islam dalam MUI yang di dalamnya membawa banyak penumpang.

“Setiap orang yang berada di dalamnya harus ikut dengan masinis. Bersama-sama menuju tujuan yang sudah ditetapkan. Orang yang tidak sesuai dengan tujuan dan jalan yang harus dilalui, sebaiknya tidak naik kendaraan MUI. Sebaiknya dia menggunakan kendaraan lain saja yang lebih sesuai dengan selera dan keinginannya,” kata Kiai Ma’ruf.

Munas ini diikuti oleh utusan dari Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Provinsi seluruh Indonesia secara online dan offline. Sebanyak 130 peserta hadir secara offline (luring) dan 300 peserta online (daring). Selain pemilihan ketua, Munas MUI yang dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Rabu (25/11) malam ini juga melakukan berbagai sidang-sidang komisi yang terdiri atas empat komisi. Komisi tersebut meliputi Komisi PD/PRT, Komisi Garis-Garis Besar Program Kerja Nasional, Komisi Fatwa, dan Komisi Rekomendasi/Taujihat.

Photo by pwnujatim.or.id

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/124908/kh-miftachul-akhyar-terpilih-menjadi-ketua-umum-mui-pusat

Hubungan Silsilah Kempek dan Krapyak: Mengenal Sosok K. Zainuddin (2)

Sebelumnya telah dijelaskan dari pasangan Nyai Mu’minah dan K. Abdullah yang dikaruniai seorang putri yang bernama Nyai Halimah. Barulah disini Nyai Halimah menikah dengan K. Zainuddin (Krapyak, Yogyakarta). Lalu keduanya dikaruniai seorang putra tunggal yaitu K. Hamdan Zainuddin (sekarang beliau tinggal di PP. Kempek, Cirebon). Beliau termasuk putra yang sangat alim dan terkenal tegas dalam mendidik santri-santrinya disaat mengaji Al-Qur’an bersanad Krapyak, bila ada santri yang makhrajnya kurang fashih, kang Hamdan (sapaan akrab beliau) tak segan-segan membentaknya seraya menjelaskan letak kesalahannya, bahkan terkadang beliau memukul santrinya dengan rotan bila dirasa kesalahan bacaannya banyak yang keliru.

Beliau juga paham dalam bidang sejarah, bila beliau menjelaskan sebuah tempat tertentu, beliau akan menjelaskannya secara detail dimana letak posisi tempat tersebut. Salah satu contohnya adalah ketika beliau menjelaskan tempat-tempat peribadahan haji, beliau akan menjelaskan secara detail sehingga para santri yang mendengar seakan-akan tahu persis dimana tempat itu berada.

Selain dalam fan sejarah, kang Hamdan juga mahir dalam ilmu fikih dan linguistik Arab (Sintaksis dan Morfologi). Satu lafal yang beliau jelaskan, tentu akan menghabiskan waktu yang lama agar lafal tersebut terkelupas semua, beliau jelaskan bentuk asal katanya, pentashrifannya, dan faidah yang terkandung dalam lafal tersebut. Ini menjadi bukti kecerdasaan beliau dalam memahami ilmu yang telah dipelajarinya selama 12 tahun di PP. Sarang, Rembang, Jawa Tengah.

Selepas Nyai Halimah firoq dengan K. Zainuddin (ayahanda kang Hamdan). Kemudian selang beberapa waktu, beliau menikah lagi dengan K. Sholeh dan dianugerahi empat keturunan putra-putri yaitu Aminah, Fauzan, Idris, dan Nur Khalis.

Perlu diketahui pula bahwa ketersambungan silsilah keluarga Krapyak dan Kempek bukan hanya terjalin sebab adanya faktor nasab. Melainkan juga sebab sanad keilmuan berupa ikatan antara murid dan guru yang begitu erat. Sebagaimana sosok yang mula-mula membawa bacaan Al-Qur’an bercorak Krapyak menuju Kempek adalah KH. Umar Sholeh (putra KH. Harun dari istri ke-1, Nyai Mutimmah sekaligus ayahanda KH. M. Nawawi Umar, pengasuh PP. Kempek Induk hingga sekarang) yang berguru secara mubasyarah kepada Mbah Munawwir.

Disamping KH. Umar Sholeh menjalin sanad keilmuan dengan Mbah Munawwir, terutama dalam bacaan Al-Qur’an yang sanadnya tersambung sampai Rasulullah. Salah satu putra Mbah Harun dari istri ke-2, Nyai Ummi Laila. Yaitu K. Yusuf Harun menikah dengan Nyai Hindun (putri dari Mbah Munawwir dari istri ke-3, Nyai Salimah Munawwir).

Bilamana KH. Umar Sholeh merupakan sosok dari kalangan laki-laki yang membawa metode Krapyak, maka Nyai Hindun pula merupakan sosok dari kalangan perempuan yang membawakan metode bacaan Al-Qur’an bercorak Krapyak yang diajarkan kepada santri-santri putri di PP. Kempek Cirebon. Setelah sepeninggal Nyai Hindun, perjuangan beliau dilanjutkan oleh putri tunggalnya yaitu Nyai Jazilah Yusuf (biasa akrab dipanggil Bude/Mi Jazil, pengasuh PP. Munawwiroh Putri hingga sekarang).

Oleh : Irfan Fauzi

Photo by kempek-online.com

Sumber :

Pengajian Khusus Ramadhan yang disampaikan oleh KH. M. Munawwar Ahmad, pada tanggal 19 April 2020.

Sebagian sumber diambil dari wawancara dengan dzuriyyah Kempek, K. Akhfasy Alfaizy Harun, pada tanggal 26 April 2020.

Tulisan ini telah diperiksa dan ditashih oleh keluarga Nyai Hj. Daimah.