Garis Keturunan Dan Orang Tua
Secara genealogis, KH. Ali Maksum mewarisi jalur ulama besar dari pesisir utara pulau jawa, tepatnya di daerah Lasem Jawatengah. Dari pihak ayah, Kyai Ali bin KH. Maksum bersambung dengan Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri): KH. Ali bin Maksum bin Ahmad bin Abdul Karim bin Zaid bin Syaikh Jarum (Ajrumi) bin Sayid Muzaed bin Sunan Senongko bin Sultan Mahmud Minangkabau bin Alif Khalifatullah fil Alam bin Syaikh Abdurrahim Minangkabau bin Syaikh Abdurrahman Minangkabau bin Radeng Ainul Yaqin Sunan Giri.
Tentang KH. Maksum Ahmad (abah KH. Ali Maksum), beliau merupakan salah seorang ulama kaliber di masanya yang turut mendirikan organisasi NU bersama KH. Hasyim Asy’ari dan para ulama lainnya. Kyai Maksum Lahir di desa Soditan Lasem pd sekitaran tahun 1870 M. Dalam sebuah keterangan Kyai Maksum pd waktu kecilnya bernama Muhammadun. Berbeda dengan abah beliau, kyai Ahmad yg masih ada garis keturunan dengan Sunan Giri, informasi tentang ibunda Kyai Maksum yang bernama ibunyai Qasimah tdk banyak diketahui. Ada yg mengatakan bahwa Ibunda Kyai Maksum wafat pada usia muda. Oleh sebab itulah Kyai Maksum ketika balita pernah menuusu kepada Ibunyai Zainab Zaid Soditan dan jg pernah menyusu kepada Ibundanya KH. Muhammad Shidiq Jember, Ibunyai Aminah.
Diantara guru-guru Kyai Maksum ialah Kyai Nawawi di daerah Melonggo Jepara, Kyai Abdullah Kajen, Kyai Abdussalam Kajen, Kyai Siraj Kajen, Kyai Maksum Damaran Kudus, KH. Kholil Bangkalan dan masih banyak lagi. Setelah menyelesaikan pengembaraan studi agamanya, Kyai Maksum menikah dengan Nyai Muslihatun binti KH. Musthofa, namun sampai istri beliau meninggal dunia belum di karuniai keturunan. Untul kedua kalinya KH. Maksum menikah dg Nyai Nuriyati binti KH. Zainuddin dlm pernikahan ini Kyai Maksum dan ibunyai Nuriyati dikaruniai beberapa putra dan putri: 1) Muhammad Ali (KH. Ali Maksum). 2) Nyai Fatimah. 3) Ahmad Syakir. 10) Nyai Azizah. Jumlah putra putri KH. Maksum ialah 13.
Kelahiran & Perjalanan Intelektual
Nama lengkap KH. Ali Maksum di masa kecilnya ialah Muhammad Ali, sedang nama Maksum pada nama belakang beliau dinisbatkan kepada ayahnya, KH. Maksum Ahmad. Terkait tanggal persis kelahiran KH. Ali Maksum terdapat beberapa perbedaan, diantaranya ada yang menyebutkan bahwa Kyai Ali lahir pada tanggal 2 Maret 1915. Keterangan lain menyebutkan 15 Maret 1915, dan ada juga yang mengatakan bahwa Kyai Ali lahir pada tahun 1916. Adapun lokasi tempat kelahirannya terletak di Dusun Sumurkepel, Desa Sumbergirang, Lasem Jawa Tengah di rumah ibunya, Ibunyai Nuriyati Maksum. Perkembangan kepribadian Kyai Ali tidak lepas dari bagaimana pendidikan agama yang beliau peroleh sejak kecil melalui didikan dan pengaruh keluarganya dalam lingkungan pesantren.
Pendidikan pertama kali yang diperoleh Kyai Ali ialah dari ayahnya sendiri. Meskipun Kyai Maksum sosok kyai yang memiliki banyak santri, tidak lantas meninggalkan kewajibannya sebagai ayah untuk memberikan pelajaran-pelajaran dasar tentang keagamaan kepada Kyai Ali yang saat itu masih berumur 10 tahun. Pelajaran agama seperti mengenalkan huruf-huruf Alquran, pelajaran dasar ilmu fikih, dan ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan selanjutnya Kyai Ali masuk pesantren dan belajar agama kepada KH. Amir Idris di Pekalongan yang masih ada ikatan keluarga. Kepada KH. Amir, Kyai Ali mendalami dasar-dasar ilmu balaghah.
Pada tahun 1927 atau bertepatan dengan Kyai Ali yang berusia 12 tahun, sehabis pulang dari Pekalongan, Kyai Ali melanjutkan pengembaraan ilmiahnya ke Pesantren Tremas Pacitan Jawa Timur. Pesantren Tremas saat itu merupakan salah satu pusat kajian ilmu agama berbasis kitab kuning di tanah Jawa. Pertama kali di pesantren, Kyai Ali menerapkan apa yang menjadi tradisi di pesantren tersebut istilahnya naun, yaitu santri tidak pulang kampung sampai tiga tahun lamanya. Dan banyak yang mempercayai apabila santri yang selama tiga tahun pertama sejak kedatangannya di Tremas tidak pernah pulang kampung, bisa dipastikan yang bersangkutan akan sukses menyerap ilmu dan kelak akan menjadi seorang yang alim. Diantara guru-guru Kyai Ali saat di Tremas yang paling mempengaruhi dan berkesan ialah KH. Dimyathi, KH. Masyhud, dan Sayid Hasan Ba’abud.
Kyai Ali dikenal sebagai santri yang tekun dalam belajar, diantara banyaknya fan ilmu, yang paling diminati beliau adalah ilmu tafsir Alquran dan ilmu bahasa Arab, oleh karena kegemarannya dengan bahasa Arab, kelak mengantarkan beliau sebagai salah satu pakar tafsir dan bahasa Arab terkemuka di Indonesia sehingga banyak yang menjuluki beliau sebagai munjid berjalan. Oleh krena banyaknya bacaan Kyai Ali diberbagai fan ilmu, sehingga ada beberapa kitab yang menurut Kyai Dimyathi dilarang untuk dikonsumsi oleh santri pada umumnya selain Kyai Ali, seperti kitab Al-Manar karya Rasyid Ridha, Tafsir Maraghi, Fatawa Ibnu Taimiyah, dalam hal ini Kyai Ali dianggap sudah paham betul dasar-dasar agama yang luas dibanding santri lainnya. Dari beberapa bacaan karya “kaum pembaharu” tersebutlah yang kelak mempengaruhi cara berfikir Kyai Ali yang maju dan moderat.
Sumber:
1) 99 Kiai Kharismatik Indonesia Riwayat, Perjuangan, Doa dan Hizib: KH. Aziz Masyhuri (2017).
2) KH. Ali Maksum Ulama Pesantren dan NU: Ahmad Athoillah (2019).