Hukum Menggunakan Pakaian yang Diketahui Kenajisannya
Menurut Syafi’iyyah, menggunakan pakaian yang berasal dari kulit hewan yang najis adalah haram kecuali dalam keadaan darurat. Karena menurut ulama Syafi’iyah kulit hewan yang najis (anjing dan babi) tetap dihukumi najis meskipun telah disamak. Sayyid Abu Bakar Syato’ mengatakan dalam kitab Hasyiyah I’anatut Tholibin :
ويجوز لبس الثوب المصبوغ بأي لون كان إلا المزعفر ولبس الثوب المتنجس في غير نحو الصلاة حيث لا رطوبة لا جلد ميتة بلا ضرورة
“Dibolehkan menggunakan pakaian yang dicelup dengan warna apapun kecuali kunyit. Dan dibolehkan pula menggunakan pakaian yang terkena najis di luar waktu sholat yang sekiranya pakaian itu tidak lembab dan tidak berasal dari kulit bangkai kecuali dalam keadaan darurat”.
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah penggunaan kulit hewan dalam pakaian dibolehkan dikarenakan kulit anjing bisa suci dengan cara disamak. Bahkan, kulit babi menurut Abu Yusuf yang notabennya murid dari Imam Abu Hanifah bisa disucikan dengan cara disamak.
وذكر في الخلاصة عن أبي يوسف أن الخنزير إذا ذبح يطهر جلده بالدباغ
“Dan disebutkan dalam ringkasan (Khulashah) dari Abu Yusuf mengatakan bahwa kulit babi yang disembelih dapat disucikan dengan cara disamak” (Al-Bahr al-Raiq Syarh Kanzu ad-Daqaaiq, Juz 1, Hal : 106)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum pakaian yang belum jelas komposisi bahannya menurut ulama Syafiiyyah dapat dihukumi suci dan dapat dihukumi najis, tergantung dengan apa kulit hewan tersebut di-qiyas-kan. Kemudian, menggunakan pakaian yang terkena najis hukumnya boleh jika di luar waktu sholat. Adapun mengunakan pakaian yang berasal dari bangkai yang najis (anjing dan babi) hukum asalnya dilarang namun dibolehkan jika memang dalam keadaan darurat. Dan menurut ulama Hanafiyyah kulit anjing dapat suci dengan disamak, dan menurut Syekh Abu Yusuf, kulit babi pun bisa suci ketika disamak.
Wallahu A’lam.