Mengungkap Kontroversi dalam Thrifting Online dengan Kerancuan Komposisi Barang

Ilustrasi kegiatan Thrifting Sepatu. Sumber: Harianhaluan.com

Bagaimana Hukum Menggunakan Pakaian yang Terbuat dari Bahan yang Najis?

Maraknya thrifting atau jual beli barang bekas dengan tujuan untuk dipakai kembali nampaknya menjadi kegiatan yang cukup diminati oleh masyarakat Indonesia saat ini. Kegiatan thrifting ini selain membuka jalan usaha bagi pelaku bisnis juga memberikan alternatif bagi konsumen untuk mendapatkan barang bekas yang branded yang terbilang masih bagus. Kendati demikian, maraknya thrifting ini banyak barang bekas seperti pakaian yang terbuat dari bahan yang beragam. Ada pakaian yang memang terbuat dari kulit hewan yang suci dan ada yang terbuat dari kulit hewan yang najis.

Dari gambaran tersebut, kesucian pakaian yang dibeli kemudian digunakan kian dipertanyakan. Karena kesucian dari pakaian ini tentu akan berpengaruh kepada orang yang beribadah. Sholat misalnya, dalam syarat sah shalat. Di antara pertanyaan yang muncul dan akan dibahas adalah bagaimana hukum kesucian pakaian tersebut jika tidak diketahui asalnya? dan apa hukum penggunaan pakaian yang di dalamnya terkandung bahan yang najis?

Kesucian Pakaian yang Tidak Diketahui Bahannya.

Ulama Syafi’iyah perihal kesucian pakaian bagi orang yang tidak tahu asal-usul dari bahan apa pakaian yang ia gunakan, apakah berasal dari kulit hewan yang suci atau berasal dari kulit hewan yang najis, memiliki perbedaan pendapat (khilafiyyah). Perbedaan ini didasarkan dengan apa kulit hewan yang belum diketahui asal-usulnya itu di-qiyas-kan.

Pertama, jika kulit hewan disamakan dengan daging, maka kulit hewan tersebut dihukumi najis. Kulit hewan dihukumi najis karena adanya keraguan terhadap asal-usul dari hewan apa kulit tersebut. Jika tidak diragukan asal-usulnya, maka kulit dan daging dihukumi suci tergantung bagaimana cara penyembelihannya. Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj mengatakan :

والشعر المشكوك في انتتافه من مأكول بأن الأصل في الشعر الطهارة وفي اللحم عدم التذكية اهـ. ومن المعلوم أن الجلد كاللحم؛ لأن طهارة كل منهما وحل تناوله متوقف على التذكية فعند الشك فيها الأصل عدمه فتبين ما في كلام الشارح.

Bulu hewan yang boleh dimakan yang diragukan pencabutan bulunya hukum asalnya adalah suci. Sedangkan daging hukumnya seperti daging dari hewan yang tidak disembelih. Dan dapat diketahui bahwa kulit dihukumi seperti daging. Karena keduanya dapat menjadi suci dan halal dimakan tergantung pada penyembelihannya. Apabila diragukan penyembelihannya maka hukumnya sesuai asalnya yaitu tidak adanya penyembelihan. Sehingga perkataaan pen-syarah telah menjadi jelas”. (Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, Juz 1, Hal : 308).

Kemudian yang kedua, jika kulit hewan belum diketahui asal-usulnya maka terdapat dua pendapat yakni dilarang dan dibolehkan. Adapun jika kulit hewan disamakan dengan bulu maka salah satu dari khilafiyah mengatakan dibolehkan, sehingga dapat dihukumi suci. Imam Mawardi dalam kitab al-Hawi al Kabir mengatakan :

وَإِنْ شَكَّ فَلَمْ يَعْلَمْ أَمِنْ شَعْرِ مَأْكُولٍ أَوْ غَيْرِ مَأْكُولٍ فَفِيهِ وَجْهَانِ مِنَ اخْتِلَافِ أَصْحَابِنَا فِي أُصُولِ الْأَشْيَاءِ هَلْ هِيَ عَلَى الْحَظْرِ أَوْ عَلَى الْإِبَاحَةِ : إِنَّ الْأَشْيَاءَ فِي أُصُولِهَا عَلَى الْحَظْرِ كَانَ هَذَا الشَّعْرُ نَجِسًا ، وَإِنْ قِيلَ . إِنَّهَا عَلَى الْإِبَاحَةِ كَانَ هَذَا الشَّعْرُ طَاهِرًا

Apabila ragu dan tidak diketahui apakah bulu hewan itu berasal dari hewan yang boleh dimakan atau tidak maka terdapat dua pendapat menurut golongan kita (Syafiiyyah) dalam asalnya segala sesuatu, apakah termasuk dalam sesuatu yang dilarang atau diperbolehkan. Jika hukum asal dari sesuatu itu larangan maka bulu tersebut dihukumi najis, dan jika dikatakan hukum asal dari segala sesuatu itu boleh maka bulu tersebut dihukumi suci”. (Kitab al-Hawi al-Kabir, Juz 1, Hal :102)

Metode Shorof KH. Ali Maksum

اعلم، أن الصرف أم العلوم والنحو أبوها. فعليك أن تقدم الأم على الأب، فإن الجنة تحت أقدام الأمهات

“Ketahuilah, bahwa shorof adalah ibu (induk) dari segala ilmu dan nahwu adalah ayahnya. Hendaklah kamu mendahulukan ibu atas ayah, karena surga dibawah telapak kaki ibu”.

Ungkapan di atas merupakan salah satu ungkapan untuk memotivasi seseorang untuk mempelajari kaidah bahasa arab. Ilmu shorof dilambangkan sebagai induk atau ibu dari segala ilmu, oleh karenanya seorang santri atau pembelajar hendaknya mempelajari ilmu shorof terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya. Ilmu shorof merupakan ilmu yang mempelajari akar kata dalam bahasa arab, Abdullah Abdul Hamid dalam bukunya yang berjudul Durus Fi Syarh ‘Ilm As Shorf Li Al Mubtadien mengungkapkan bahwa shorof merupakan kaidah-kaidah untuk mengetahui struktur kata secara lafadz maupun makna.

Ilmu shorof sendiri lebih fokus membahas berbagai kata dari segi tashrif, i’lal, idgham dan pergantian huruf. KH. Ahmad Warson Munawwir juga menyampaikan bahwa shorof dan tashrif sebagai cabang utama ilmu bahasa arab, mula-mula disusun-kembangkan oleh orang ‘ajam (non arab). Pengembangan ini dimaksudkan untuk memberi bekal bagi orang ‘ajam bukan penutur asli (ghoiru nathiqin) agar dapat mempelajari dan akhirnya menguasai bahasa arab.

Baca: Menjelang Haul Sang Maestro Kamus Al Munawwir

KH. Ali Maksum pernah mengatakan bahwasanya bahasa arab merupakan kunci pembuka yang paling utama, sebab al-Quran, sunnah nabi dan kitab-kitab tafsir beserta syarahnya semuanya menggunakan teks berbahasa arab. Tanpa menguasai ilmu bahasa arab seorang santri mustahil bisa menguasai kitab kuning secara baik. KH. Ali Maksum mengakui bahwasanya metode belajar konvensional yang biasa diterapkan di pesantren terlalu memakan waktu yang lama, sehingga menghabiskan umur yang sangat lama. Akibat dari anggapan ini maka minat belajar bahasa arab di kalangan kaum muslimin terutama di kalangan generasi muda semakin menurun dari waktu ke waktunya.

Oleh karena itu, KH. Ali Maksum memiliki pandangan bahwasanya mereka kesulitan untuk mempelajari bahasa arab bukan karena dari segi ilmu ataupun kosa katanya yang rumit melainkan lebih karena ketidaksesuaian metode yang diterapkan. Maka kemudian KH. Ali Maksum menawarkan metode belajar bahasa arab dengan pendekatan tashrif, dengan adanya pendekatan ini semua kesulitan dan kerumitan kosakata bisa diatasi juga bisa mempersingkat masa tempuh belajar oleh santri.

Metode shorof yang ditawarkan oleh KH. Ali Maksum ini pada dasarnya tidak berbeda dengan metode shorof pada umumnya, perbedaannya hanya pada metode dan sistematika pengajaran yang menekankan pada fungsionalitas dan efektivitas muatan pelajaran shorof. Salah satu ciri yang menonjol dari metode ini adalah pentashrifan antara fi’il dan isim yang dipisahkan, begitu pula ada beberapa bentuk kata yang tidak dicantumkan dalam pentashrifan seperti: isim alat, masdar mim, fi’il nahi dan dhomir فَهَوَ dan وَذَاكَ. Hal ini diupayakan untuk membuat pola pentashrifan menjadi lebih sederhana, praktis dan sistematis sehingga lebih mempermudah para santri dalam mempelajari ilmu shorof dan bahasa arab pada umumnya.

Baca: Kiai Umar Mangkuyudan Wafat, Kiai Ali Maksum Nangis di Atas Podium

Shorof metode Krapyak ini merupakan salah satu alternatif metode belajar bahasa arab dengan pendekatan tasrif yang menjamin sistem saling menguntungkan baik guru maupun murid karena keduanya sama-sama bisa aktif. Metode ini merupakan sebuah temuan yang diciptakan oleh KH. Ali Maksum ketika masih menjadi santri di Tremas Pacitan Jawa Timur sekitar tahun 1927-1935, dan terbukti shorof temuan KH. Ali Maksum ini masih digunakan dan dihafalkan dengan baik oleh sebagian alumni Pondok Tremas bahkan keluarga pondok.

Oleh: Tim Redaksi

Sumber: Shorof Praktis “Metode Krapyak”

Picture by santrijagad.org

Biografi Ibu Nyai Zuhriyyah #2

Dalam mengarungi bahtera rumah, Kyai Mundzir maupun Bu Nyai Zuhri senantiasa saling menjaga dan menghormati keistiqomahan masing-masing pihak. Seringkali tatkala Kyai Mundzir selesai shalat dan dzikir beliau ingin bercengkrama dengan Bu Nyai Zuhri, namun begitu melihat Bu Nyai Zuhri sedang nderes niat beliau diurungkan dan kembali shalat dan dzikir lagi. Begitu juga sebaliknya ketika Bu Nyai Zuhri ada waktu senggang dan ingin bercengkrama dengan Kyai Mundzir ternyata beliau masih khusu’ menjalankan shalat dan dzikir sehingga Bu Nyai Zuhri pun mengurungkan niat tersebut.

Baca: Biografi Ibu Nyai Zuhriyyah #1

Selama 13 tahun menjalin rumah tangga dengan Kyai Mundzir Bu Nyai Zuhri tidak dikarunia anak, karena memang sejak awal Kyai Mundzir sudah dawuh kepada Bu Nyai Zuhri; “Nyai, tidak usah punya anak ya, hidupnya dihabiskan untuk deres quran saja”. Hidup beliau dihabiskan untuk bermakrifat kepada-Nya. Selain menjadi ibu rumah tangga Bu Nyai Zuhri juga membantu mengajar di Pondok Pesantren Ma’unah Sari Kediri. Pondok Pesantren Ma’unah Sari lebih fokus di bidang Tashawwuf terutama mengistiqomahkan shalat berjamaah dan dzikir. Pesantren ini pun awalnya hanya menerima santri putra, akan tetapi dengan kehadiran Bu Nyai Zuhri berpengaruh sekali dalam perjalanan panjang Pesantren Ma’unah Sari Kediri ini. Kemudian Pondok Pesantren Ma’unah Sari pun mulai menerima santri putri yang langsung dibimbing oleh Bu Nyai Zuhri, program pengajian al-Qur’an bil ghoib maupun bin nadzri juga dibuka. Pada akhirnya Pondok Pesantren Ma’unah sari menjadi pesantren al-Qur’an yang terkenal hingga sekarang.

Bu Nyai Zuhri terkenal dengan kedermawanannya, uang yang dikumpulkan sedikit demi sedikit tidak serta merta beliau gunakan untuk kebutuhan pribadi. Dari uang yang terkumpul itu beliau pernah gunakan untuk menghajikan sekitar sepuluh orang. Kedermawanan beliau yang sudah di luar nalar manusia biasa pada umumnya. “Sabar, syukur, nerimo (tawakkal), ngalah, dan loman (dermawan). Beliau mengamalkan lima hal tersebut, kalua kita belum tentu bisa mengamalkan salah satu diantaranya. Beliau mengamalkan semuanya dan saya percaya seratus persen bahwa beliau itu wali, ungkap Kyai Hafidz Tanwir (cucu dan santri ndalem Bu Nyai Zuhri).

Baca: Dua Murid KH M Munawwir Beda Nasib Bertemu Nasab

Berdasarkan sifat dan sikap yang ada pada Bu Nyai Zuhri banyak yang beranggapan bahwa beliau adalah seorang wali. Tidak semua orang bisa berkumpul dengan Kyai Mundzir yang juga sudah terkenal masyhur akan kewaliannya. “Tentunya perempuan yang bisa mendampingi Kyai Mundzir sebagai istrinya adalah perempuan yang sederajat dengan beliau” terang KH. Nurul Jazuli Ploso. Terlepas dari pernyataan apakah beliau wali atau bukan, yang jelas beliau adalah sosok yang harus kita teladani. Seorang guru al-Qur’an yang menghabiskan hidupnya hanya untuk mencintai al-Qur’an. Hamba Allah yang tidak sekedar penghafal al-Qur’an tetapi juga Hamilul qur’an.

Oleh: Tim Redaksi

Sumber: El Tasrih Komplek L

Picture by jaringansantri.com

Do’a Tolak Sihir Atau Jin

Membaca adzan 1 kali di telinga orang yang sakit sambil memegang benjolan yang ada pada pangkal lengan atau persendian, diteruskan dengan membaca ayat:

وَ قُلْ جَاءَالْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا, وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلاَ يَزِيْدُالظَّالِمِيْنَ إِلاَّ خَسَارًا

Do’a ini diriwayatkan oleh KH. R. Abdullah Afandi Munawwir

Sumber: Almunawwiriyyah; Wirid Dan Do’a Sesepuh Krapyak

Mbah Zainal: Tiga Tanda Orang Shaleh

Diantara tanda-tanda orang yang shaleh dan baik menurut Allah (bila tidak demikian berarti orang yang celaka) adalah;

Pertama, apabila mendengar kata “neraka” disebut, maka hatinya bergetar ketakutan dan berdoa jangan sampai dirinya terkena api neraka. Jangan sampai jadi orang yang hanya gara-gara mendengar “macan” saja tidak berani berbohong, tapi sebaliknya, apabila yang disebut adalah nama Allah malah berani berbohong. Jangan sampai tidak takut dengan neraka. Orang yang terkena api neraka apabila sudah gosong maka badannya akan diperbaharui dan kembali seperti semula. Badan yang terkena api neraka, ya badan yang sekarang dipakai ini.

Api neraka itu tidak seperti api dunia, sebab apinya selalu bertambah derajat dan tingkat kepanasannya. Demikian juga yang namanya neraka itu tempatnya kecil, tidak luas. Keadaan di sana orang bertumpuk-tumpuk, berdesak-desakan, susah untuk bernafas dan tidak leluasa untuk sekedar berpindah tempat. Api neraka membakar atas perintah Allah. Jadi tidak ada peluang untuk meminta tolong kepada siapapun, sebab yang menyuruh adalah Allah. Beda dengan api dunia, orang masih berkemungkinan meminta tolong kepada orang lain atau boleh jadi api yang membakar tidak bermuatan panas, sebab yang memerintahkan bukan Allah, sebagaimana apa yang terjadi kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Karena yang memerintahkan api untuk membakar bukan Allah, maka apinya malah jadi dingin.

Baca: Biografi KH Dalhar Munawwir

Yang kedua, tanda orang shaleh adalah sebagaimana dipertegas oleh sabda Nabi Muhammad SAW:

إذا أرادالله بعبد خيرا فقهه في الدين

“Apabila Allah menghendaki kebaikan pada seseorang, maka Dia akan menjadikannya mengerti agama.”

Hadits ini mengharuskan seseorang untuk mengerti betul ajaran agama islam. Kalau belum tahu ya harus belajar berbagai hal mengenai islam, baik itu yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah, maupun berhubungan dengan sesama manusia. Maka bagi karyawan yang bekerja dia harus tahu perkara-perkara muamalah dan tata cara islam yang terkait dengan pekerjaannya. Bagi orang yang berkecimpungan di bidang pemerintahan maka dia harus tahu bagaimana mengatur tata cara pemerintahan yang baik menurut ajaran Allah. Kalau orang hanya kerja sekedar kerja dan tidak tahu hal-hal yang dilarang oleh Allah terkait pekerjaannya, maka itu bukan orang yang shaleh.

Yang ketiga adalah sebagaimana disebut dalam surah al-A’raf (7) ayat 201:

إنّ الّذين اتّقواإذامسّهم طائف من الشّيطان تذكّروافإذاهم مبصرون

“Sesungguhnya orang-orang bertaqwa apabila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.”

Baca: Bernostalgia Bersama KH. Ahsin Sakho’

Jadi tanda orang yang shaleh adalah apabila melakukan maksiat, kemudian sadar dan ingat kepada Allah, maka ia akan langsung bertaubat. Kalau tidak langsung bertaubat, berarti itu tandanya orang jelek dan tidak shaleh. Apalagi bila orang yang melakukan maksiat malah bangga atau gembira, seperti penjual barang-barang perniagaan yang haram atau pedagang wiski yang kaya, lalu dia merasa bahagia dengan usaha dan kekayaannya, maka kalau sudah seperti itu ya celaka.

Sumber: Majalah Al Munawwir, Khutbah Jum’ah Almarhum KH. Zainal Abidin Munawwir (20 Syawal 1433 H./7 September 2012 M.)

Krapyak Kembali Berduka

Krapyak kembali berduka, sebelumnya sekitar awal bulan Januari 2021 tepatnya pada hari Senin, 4 Januari 2021 sore, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, KH. Muhammad Najib Abdul Qadir wafat.
Kemarin sore Indonesia kembali kehilangan seorang ulama kharismatik yakni KH. Atabik Ali, beliau merupakan pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. KH. Atabik Ali meninggal dunia pada Sabtu (6/2/2021) sekitar pukul 13.00 WIB di usia 77 tahun. Beliau merupakan putra sulung Kiai besar Nahdatul Ulama KH.  Ali Maksum dengan Ibu Nyai Hasyimah yang mana Ibu Nyai Hasyimah merupakan putri dari KH. M. Munawwir dari sitri yang ke 2 yakni Ibu Nyai Hj. Suistiyah.

Waqiila… Suatu hari KH. Ali Maksum pernah dawuh kepada KH. Atabik Ali ketika masih muda.

“Awakmu wani ngumbah mobil kui?” tanya KH. Ali Maksum

“Nggeh…wantun” jawab KH. Atabik Ali

Ketika KH. Ali Maksum memerintahkan KH. Atabik Ali untuk mencucikan mobil tersebut, disamping mobil yang dimaksud terdapat banyak santri putri dan normalnya santri putra akan merasa malu ketika melaksanakan perintah dari KH. Ali Maksum. Namun sosok KH. Atabik Ali muda dengan penuh semangat untuk sendiko dawuh melaksanakan tugas dari ayahandanya, setelah selesai mencucikan mobil kemudian KH. Ali Maksum dawuh:

“Wah wani tenan awakmu, insyaallah sesuk bakale awakmu due pondok gede tur santrine akeh” dawuh KH. Ali Maksum.

Dan terbukti bahwa beliau dan keluarga KH. Ali Maksum mempunyai ribuan santri dengan sekolah formalnya. KH. Ali Maksum dikenal sebagai salah satu pelopor modernisasi Pesantren di Indonesia. Kemudian jejak Kiai Ali Maksum ini diikuti oleh putranya, yakni Kiai Atabik Ali dan para santrinya. Setelah wafatnya Kiai Ali Maksum pada tahun 1989, Kiai Atabik melanjutkan kepemimpinan pesantren dari ayahanda tercinta. Di tangan Kiai Atabik ini pesantren kemudian berkembang pesat dengan berbagai terobosan yang luar biasa. Kiai Atabik Ali juga pernah duduk dalam kepengurusan PBNU di masa Gus Dur, yakni sejak Muktamar Situbondo tahun 1984.

Baca: Ijazah Surah al-Fatihah Dari KH. M. Munawwir Oleh Gus Mus

Lokasi Pemakaman Keluarga Dongkelan, Bantul.

Kelahiran dan kematian datang silih berganti, besok atau lusa atau kapapun saja bisa datang begitu saja tanpa aba-aba. Semua akan kembali ke asal, disini tidak ada yang abadi semua akan kembali kepada Sang Maha Pencipta alam semesta. Suatu saat diantara kita akan pulang sendirian sama saat seperti kita datang pertama kali ke muka bumi.

Jika kita merasa sebagai salah satu santrinya berusahalah meniru akhlaknya, senantiasa patuh dengan dawuh-dawuh beliau, semoga kita semua diakui oleh beliau sebagai santrinya. Semoga guru kita semua, orang tua kita semua KH. Atabik Ali wafat dengan Husnul Khatimah, diterima semua amal ibadahnya dan ditempatkan bersama para kekasih Allah di surga, Amin.

Oleh: Tim Redaksi

Ijazah Surah al-Fatihah Dari KH. M. Munawwir Oleh Gus Mus

Setiap orang tentunya memiliki keinginan atau hajat yang berusaha untuk diraih. Sayangnya, tidak jarang mereka salah jalan dengan mendatangi dukun atau tukang ramal untuk dimintai pertolongan. Padahal, di dalam Islam diajarkan untuk berdoa, memohon kepada Allah, agar hajat atau keinginan tersebut bisa terwujud dengan membawa kebaikan.

Ijazah adalah sesuatu amalan yang diberikan mulai dari Nabi Muhammad kepada Sahabat, sahabat kepada tabi’in, tabi’in kepada tabi’it tabi’in sampai kepada para ulama, Kiai dan para guru kita semua. Ijazah juga merupakan salah satu bentuk perizinan dari para kiai kepada para santri untuk mengamalkan satu amalan yang bermanfaat yang berkenaan dengan masalah-masalah duniawi atau masalah-masalah ukhrowiyah. Dalam mengamalkan wirid yang diijazahkan oleh para Kiai ini akan memberikan atsar, manfaat, dan barokah yang luar biasa manakala dilaksanakan sesuai dengan petunjuk.

Berbagai aneka doa telah diajarkan, baik oleh Kanjeng Nabi Muhammad maupun para ulama. Salah satu diantara doa agar mudah dikabulkan hajatnya oleh Allah adalah bacaan Surah al-Fatihah. Namun bukan sembarang bacaan Suah al-Fatihah tentunya, tapi Surah al-Fatihah yang telah diamalkan oleh para Ulama dan terbukti berhasil. Tentu pembuktian hal tersebut tidak cukup asal pembuktian, melainkan pembuktian dari orang yang terpercaya, baik dari segi keilmuan maupun hal lainnya yang mendukung. Nah oleh karena itulah ijazah ini sangat penting. Ada banyak Ulama yang bisa membuktikan hal tersebut.

Baca: Wejangan Simbah KH. Muhammad Munawwir

Salah satunya adalah ijazah Surah al-Fatihah dari KH. M. Munawwir Krapyak, pendiri Pesantren Al Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Ijazah ini sering disampaikan oleh KH. Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus dalam beragam kesempatan. Gus Mus mendapatkan Ijazah Surah al-Fatihah tersebut ketika beliau mondok di Krapyak, dan beliau kemudian memberikan ijazah tersebut kepada masyarakat.

Berikut ijazah Suah al-Fatihah dari KH. M. Munawwir :

  • Membaca surah al-Fatihah dengan hati yang ikhlas dan yakin
  • Ketika sampai pada ayat “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”, dibaca 11x sambil dalam hati memohon kepada Allah apa yang menjadi keinginan atau hajat
  • Lalu dilanjutkan pada ayat berikutnya sampai bacaan Fatihah selesai

Demikian terkait ijazah surah al-Fatihah dari KH. M. Munawwir, Krapyak.  Cukup mudah untuk diamalkan tentunya. Semoga dapat dipelajari dan diamalkan semoga kita mendapat keutamaan dari Surah al-Fatihah dan dikabulkan setiap apa yang menjadi hajat kita, keluarga dan semua yang mengamalkannya.

Oleh: Tim Redaksi

Sumber: bangkitmedia.com, nu.or.id

Picture by nujateng.com

Pekan Ta’aruf: Modal Sosial Pesantren Dalam Menghadapi Pandemi

Malam kedua (02/02) santri baru Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek L melanjutkan kegiatan Pekan Ta’aruf dengan tema ”Modal Sosial Pesantren Dalam Menghdapi Pandemi” dan masih dalam sesi materi ke 2, pada kesempatan ini disampaikan oleh Pak Beni Susanto, M.A, beliau merupakan salah satu alumni Komplek L. Kemudian dilanjut sesi ke-Al Munawwiran yang di isi oleh Ustadz Abdus Salam, M.A, beliau menyampaikan materi seputar sejarah lahirnya Pondok Pesantren Al Munawwir, khususnya mulai dari siapa pendiri Pondok Pesantren Al Munawwir, Dzurriyahnya dan perkembangan Pondok Pesantren Al Munawwir. Dengan diselingi guyonan yang khas yang membuat tawa geli sehingga peserta tak bosan untuk selalu menyimak. Penyampainya pun sangat komprehensif dengan harapan para santri mengetahui seluk beluk sejarah tempat mereka singggah saat ini sebagai miniatur multikultural masyarakat.

Dilanjutkan pada hari ketiga yakni pada hari Rabu (03/02) diisi dengan perlombaan Cerdas Cermat Pesantren (CCP) yang diikuti oleh setiap kelompok Pekan Ta’aruf dan bertempat di Mushola Al Mubarok, perlombaan ini dimulai pada pukul 13.00 wib hingga pukul 16.30 wib. Pada malam harinya para peserta Pekan Ta’aruf masih diberikan materi tentang Living Qur’an yang disampaikan oleh Kiai Yunan Roni, M.Sc, beliau merupakan salah satu dewan asatidz di Madrasah Diniyyah Salafiyyah 4 Komplek L. Untuk sesi materi yang terakhir disampaikan oleh Bapak dr. Yaltafit Abror Jeem M.Sc, beliau menyampaikan tentang Pesantren dan Adaptasi Kebiasaan Baru.

Pagi hari pun tidak dibiarkan kosong begitu saja. Tentunya para panitia sebelumnya sudah menyusun acara dengan kegiatan yang positif, kegiatan Bakti Sosial menjadi agenda pagi hari oleh seluruh peserta Pekan Ta’aruf, dimana para peserta memberikan bahan pokok kepada warga desa di sekitar Komplek L, tentunya dengan menerapkan Prokol Kesehatan dan di dampingi oleh aparatur desa setempat. Disinilah para peserta diajarkan saling mengasihi sesama, memeberi kepada yang kekurangan, menjunjung  tinggi nilai solidaritas dan menunjukkan jiwa sosial yang tinggi.

Pada hari Kamis malam Jum’at (04/02)  kegiatan demi kegitan telah dilakukan, kini sampailah pada puncak acara yaitu malam penutupan Pekan Ta’aruf. Rangkaian acara dimulai dengan pembacaan Maulid, kemudian dilanjutkan dengan penampilan juara MSQ oleh peserta Pekan Ta’aruf angkatan 2020. Malam penutupan Pekan Ta’aruf diisi dengan mauidzoh hasanah oleh Dr. Abdul Jalil, S.Th.I, M.S.I.  dengan materi bagaimana posisi santri saat ini, beliau mengibaratkan seorang santri itu seperti kedudukan i’rob dalam nahwu, yakni; na’at, bayan dan badal. Sebagai seorang santri ada tiga tingkatan yang harus dilewati, yang pertama santri itu sebagai na’at, yang mana na’at itu membutuhkan man’ut atau yang diikuti, seorang santri harus patuh terhadap pengasuh dan asatidz yang ada di pondok. Yang kedua santri menjadi bayan, sebagai penjelas ataupun beliau mengibaratkan bayan itu menjadi seorang ustadz atau tenaga pengajar. Kemudian yang ketiga seorang santri menjadi sorang badal, yang mana itu sebagai pengganti. Diibaratkan santri kelak ketika sudah boyong dari pondok bisa menjadi pengganti ataupun meneruskan perjuangannya di daerah masing-masing.

Baca: Tak Kenal Maka Ta’aruf

Acara ini tentunya tidak kalah denga acara di kampus, bahkan menurut salah satu santri baru sebagai peserta Pekan Ta’aruf, acara ini lebih mengasyikkan dan banyak hal yang bisa diambil dari setiap kegiatannya. Dia juga menambahkan, bahwa acara seperti ini jarang dilakukan di Pesantren lainya, sehingga dengan adanya acara ini para santri baru mudah berinteraksi dan mengenal kepada sesama santri baru maupun santri lama. Mereka para santri baru sudah tidak lagi canggung dalam bergaul. Harapan penulis Pekan Ta’aruf ini tidak hanya sampai ta’aruf (saling mengenal) antar sesama saja, akan tetapi juga menyampaikan kepada tafahum (saling memahami) meningkat ke ta’awun (saling membantu dalam kebaikan) dilanjutkan ke tasamuh (toleransi) dan diakhiri dengan takaful (saling menjamin rasa aman). Sehingga acara ini tidak hanya sebatas tontonan, tetapi juga tuntunan.

Oleh: Tim Redaksi

Kisah KH. Zainal Abidin Munawwir Selamat Dari Gempa

Di saat matahari bersiap terbit, memberikan kehangatan bagi seluruh umat manusia dan makhluk hidup di Bumi. Namun, tidak dengan apa yang terjadi pada 27 Mei 2006 di Yogyakarta.

Pada hari itu, sekitar pukul 05.53 atau pukul 05.55 WIB, gempa bumi berkekuatan 5,9 skala Richter mengguncang salah satu provinsi istimewa di bagian tengah Jawa, Indonesia. Kejadian itu terjadi kurang lebih pukul 05:55:03 wib selama 57 detik. Tidak sedikit korban jiwa yang berjatuhan dan ribuan bangunan rumah roboh hampir rata dengan tanah.

Banyak orang pada saat gempa terjadi masih tertidur ataupun masih terkantuk-kantuk, meski sebagian telah terbangun bersiap memulai aktivitas mereka. Goncangan yang begitu dahsyat seketika meluluhlantakkan bangunan, infrastruktur, hingga jaringan listrik dan telekomunikasi di seluruh wilayah Yogyakarta, Bantul, dan sekitarnya. Tercatat korban yang terdampak akibat bencana alam ini juga mencapai wilayah-wilayah seperti Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul, Klaten, dan Boyolali.

Salah satu daerah yang terkena dampak gempa adalah Krapyak yang mana daerah tersebut terdapat sebuah Pondok Pesantren al-Qur’an terbesar di Indonesia yakni Pondok Pesantren Al Munawwir. Pondok Pesantren Al Munawwir telah mencetak lulusan yang hebat di masing-masing daerah hingga ke luar negeri dan tidak sedikit santri yang lulus di sana banyak yang mendirikan pondok pesantren.

Baca: Kisah Ibu Nyai Sukis Dan Jangan

Ketika peristiwa gempa bumi mengguncang wilayah Yogyakarta dan sekitarnya ada sebuah kejadian yang di luar nalar manusia. Pada saat peristiwa gempa terjadi KH. Zainal Abidin Munawwir allahuyarham atau biasa akrab dengan Mbah Zainal, beliau merupakan salah satu pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir yang sedang beriktikaf di dalam masjid dan itu memang sudah menjadi kebiasaan beliau di pagi hari.

Masjid Al-Munawwir pada masa kepengasuhan KH. Ali Maksum-Dokumentasi oleh almunawwir.com 

Semua bangunan di komplek Pondok Pesantren ikut hancur termasuk masjid. Tiba-tiba muncul Mbah Zainal di balik reruntuhan masjid itu.

“Cung, iki ono opo kok podo ambruk kabeh? tanya Mbah Zainal kepada santri

“Ada gempa bumi ini tadi, mbah kyai” jawab santri

“Owh gempa to” jawab Mbah Zainal

Masjid Al Munawwir baru setelah pemugaran total pasca gempa 2006 pada masa kepengasuhan KH. Zainal Abidin Munawwir-Dokumentasi oleh ayomondok.net

Begitulah sosok Mbah Zainal, ulama ahli fiqh yang dikenal zuhud dan wira’i. Hanya kepatuhan kepada sang Khalik-lah yang menjadikan manusia yang tinggi derajatnya di hadapan Allah swt, karena semata-mata ibadah mereka hanya untuk Allah swt, bukan untuk yang lainnya. Lahul fatihah.

Semoga dari kisah Kiai Zainal Abidin Munawwir Selamat dari Gempa ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin.

Oleh: Tim Redaksi

Sumber: bangkitmedia.com

Picture by santrijagad.org

Tak Kenal Maka Ta’ruf

Memasuki tahun ajaran baru para panitia Penerimaan Santri Baru Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek L disibukkan dengan tamu wajah-wajah baru, yakni calon santri dan penduduk baru pondok. Mereka sibuk mengurusi penerimaan, pendataan dan lain sebagainya. Tidak hanya itu saja, setelah Penerimaan Santri Baru  selesai, Pengurus Pondok Komplek L terutama santri baru akan disibukkan dengan berbagai kegiatan, salah satunya Pekan Ta’aruf. Suatu kegiatan yang memang diwajibkan bagi setiap santri baru yang masuk di Pondok Al Munawwir komplek L.

”Modal Sosial Pesantren Dalam Menghadapi Pandemi”, itulah tema besar dalam acara Pekan Ta’aruf pondok pesantren Al Munawwir Komplek L tahun ajaran 2020/2021. Tema ini diusung dengan keadaan sosial di masa sekarang yang mana seluruh elemen masyarakat sedang berjuang menghadapi pandemi, memang sangat sesuai untuk konteks dewasa ini.

Baca: Dua Murid KH M Munawwir Beda Nasib Bertemu Nasab

Malam selasa, 01 Februari 2021 acara ini resmi dibuka oleh bapak RT setempat. Gemuruh sorak peserta Pekan Ta’aruf lengakp dengan kostum putih dan atribut warna warni. Dilanjutkan dengan materi yang dibawakan oleh Pak Zainal Arifin salah satu dewan asatidz di Madrasah Diniyyah Salafiyyah 4 dan alumni Komplek L dengan sub tema “Kepesantrenan dan Kebangsaan”, sekedar informasi bahwa Beliau adalah lulusan Universitas di Amerika juga Australia. Peserta sangat antusias mendengar pemaparan beliau walaupun ada beberapa santri yang tak kuat menahan kantuk. Dalam materi malam pertama ini  diharapkan para peserta dapat memahami apa yang disampaikan yakni sebagai landasan para santri tentang kepesantrenan dan peranannya.

Setelah sesi pertama tentang “Kepesantrenan Dan Kebangsaan” selesai, dilanjutkan dengan kegiatan perkenalan pengurus Pondok Pesantren Pusat yang mana pada kesempatan kali ini diwakili oleh Gus Munadi yang tak lain ialah sebagai Lurah Pondok Pusat dan didampingi oleh Kang Wahid. Pada sesi perkenalan Pengurus Pondok Pusat ini diharapkan para santri baru bisa mengetahui tentang struktur kepengurusan setiap komplek yang ada di Al Munawwir juga diharapkan para santri baru bisa mengetahui atau paling tidak bisa kenal dengan salah satu personil Pengurus Pondok Pusat Al Munawwir.

Dilanjut dengan kegiatan selanjutnya yakni perkenalan Pengurus Pondok Komplek L, pada kesempatan kali ini dipimpin oleh Rizal Fathurrahman yang bertindak sebagai Lurah Pondok Komplek L periode 2020/2022. Pada sesi ini diperkenalkan para pengurus Pondok Komplek L berikut dengan divisi dan tugasnya, diharapkan pada sesi ini santri baru bisa mengetahui dan mengenali para pengurus pondok yang mana para pengurus ini kedepannya yang akan mengurusi kegiatan mereka di Komplek L.

Setelah melewati beberapa sesi dari rangkaian pembukaan acara di malam pertama santri baru pun melakukan apel malam guna melengkapi persyaratan yang sudah disampaikan oleh Panitia Pekan Ta’aruf satu minggu sebelumnyapada saat Technical Meeting, setelah melakukan apel malam santri baru dipersilahkan untuk istirahat. Malam itu terasa sangat hidup karena semua peserta juga diwajibkan melakukan shalat malam, tentunya ini bertujuan untuk membiasakan hal baik pada santri baru agar terlaksana tidak hanya pada saat Pekan Ta’aruf saja.

Baca: Penyangga Langit Krapyak Tersisa Satu

Setelah melakukan agenda kegiatan shalat malam berjama’ah santri baru pun melakukan shalat subuh berjamaah dan dilanjutkan dengan kegiatan deresan al-Qur’an bersama di Mushola al-Mubarok Komplek L, rangkaian kegiatan untuk malam pertama pun berakhir pada pagi hari. Adapun kegiatan selanjutnya yakni Lomba Adzan dan Muabaqoh Syarhil Qur’an yang akan dilaksanakan pukul 13.00 wib. Lomba ini bertujuan untuk menjaring minat dan bakat santri baru yang memiliki minat ataupun bakat dalam bidang tertentu.

Oleh: Tim Redaksi